Timika, Bicara soal ATM (Automatic Teller Machine), hampir semua orang memikirkan soal uang di tabungan. Tapi, bagaimana jika ATM dikaitkan dengan penyakit tuberkulosis atau TB dengan adanya ATM dahak?
Di RS Mitra Masyarakat (RSMM) Timika, terdapat sebuah fasilitas bernama ATM dahak. Layaknya ATM, fasilitas ini berbentuk bilik yang berada di ruang terbuka. Nah, fasilitas ini berfungsi sebagai tempat pasien yang dicurigai TB untuk melakukan tes dahak.
“Jadi kalau ada pasien yang dicurigai, kita minta lakukan tes dahak. Jadi, pasien kita kasih semacam wadah terus diminta mengeluarkan dahak. Bilik itu dilengkapi wastafel dan kenapa berada di ruangan terbuka yang terpapar sinar matahari? Karena kuman TB kan akan mati ketika terkena sinar matahari,” tutur dr Paskaline Rimadas atau akrab disapa dr Lina, selaku Ketua Pokja HIV RSMM, Rabu (22/3/2017).
Seperti diketahui, tes dahak untuk diagnosis TB dilakukan tiga kali. Pertama, pemeriksaan sesaat saat pasien datang ke RS, kemudian pemeriksaan dahak esok hari setelah pasien bangun pagi, kemudian pemeriksaan sesaat ketika pasien kembali ke RS untuk kedua kalinya. Dalam pemeriksaan dahak, dr Lina mengatakan edukasi pada pasien penting. Sebab, kadang ada pasien yang mengeluh sulit mengeluarkan dahak.
Pasien akan diedukan bagaimana cara mengeluarkan dahak yang benar yakni dengan menarik napas panjang kemudian baru dahak dikeluarkna. Atau, pasien diminta minum teh manis kental sehingga dahak lebih mudah dikeluarkan. Jika masih sulit juga, maka bisa diberi obat. Nah, pada anak, mudahnya pengeluaran dahak bisa dilakukan dengan penguapan sehingga dahak lebih encer dan mudah dikeluarkan.
Di RSMM, pada tahun 2016 ada 3.493 kunjungan pasien TB. Sementara, jumlah kasus rawat inap pasien TB di tahun 2016 ada 134 kasus. Di tahun 2016, ada 699 kasus TB di mana 40-50 persen kasusnya tuntas, sebagian pasien dirujuk dan sebagian mengalami drop out. Sementara di tahun 2017, sampai bulan Maret ditemukan 117 kasus baru maupun relaps TB. Sejauh ini, ditemukan 2 kasus TB MDR (Multi Drug Resistence) di mana 1 kasus dirujuk ke RSUD Timika. Padahal, pengobatan TB MDR jauh lebih panjang, mencapai 2 tahun dan lebih berbahaya ketika menular ke orang lain.
Hadir dalam kesempatan sama, wakil direktur medis RSMM, dr Theresia Nina N mengatakan untuk penanganan TB di RSMM, tetap digunakan standar dari pemerintah yakni menggunakan DOTS (directly observed treatment, short-course). Hanya saja, kepatuhan, kendala geografis, dan kurangnya kesadaran masyarakat masih menjadi hambatan keberhasilan pengobatan TB. Kemudian, ketika pasien sudah merasa sehat padahal belum berobat selama 6 bulan, itu bisa menghambat tuntasnya pengobatan TB.
dr Nina mengatakan penyebab TB multifaktor terlebih mengingat penularan TB melalui udara. Kemudian, kondisi rumah yang dihuni banyak orang kemudian kebiasaan mengasapi diri dan memasak di rumah bisa berdampak pada pernapasan. Sehingga, menurut dr Nina edukasi pada masyarakat amat penting.
“Kemudian ventilasi rumah yang tidak memadahi. Jadi saat satu orang di rumah itu kena TB, bisa mudah menularkan ke yang lainnya,” ujar dr Nina.
RSMM sendiri merupakan RS pertama bertipe C yang dibangun di Timika (tahun 1996) dan dibangun dengan dana kemitraan PT Freeport Indonesia melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).
“Biaya berobat gratis untuk 7 suku yaitu Amungme, Kamoro, Dani/Lani, Damal, Mee, Nduga dan Moni. Kalau non 7 suku, pendatang misalnya, dikenakan biaya. Sampai saat ini di kami belum ada kerja sama dengan BPJS ya. Apalagi masyarakat 7 suku ini masih punya mindset lama di mana mereka punya RS jadi langsunh datang ke sini aja padahal beberapa kasus bisa diselesaikan di faskes tingkat 1,” kata dr Nina.
Sumber: detik.com