JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatatkan pembayaran iuran tahun 2016 (unaudited) sebesar Rp 67,7 triliun. Pada periode sama, total biaya manfaat yang dibayarkan BPJS Kesehatan Rp 67,2 triliun belum termasuk biaya operasional sebesar Rp 3,6 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan, realisasi kinerja tersebut dipengaruhi oleh beberapa peserta yang belum membayar tagihan pada Oktober 2016, karena adanya penyesuaian tarif rumah sakit. Jadi, menurut dia, terlihat biaya manfaat lebih rendah dari pendapatan iuran.
“Biaya manfaat masih ada beberapa belum menagihkan, karena pada Oktober ada penyesuaian tarif dari Kementerian Kesehatan untuk biaya rumah sakit dan aplikasinya baru sempurna pada Desember 2016, sehingga ada sebagian tagihan yang belum masuk pada Desember 2016, tapi masuknya pada 2017,” jelas Irfan di Jakarta, Rabu (22/3).
Dia menjelaskan, idealnya pendapatan iuran lebih besar dari biaya manfaat. Dengan masuknya iuran pada 2017 tersebut, BPJS Kesehatan masih diprediksi memiliki potensi ketidakcocokan (mismatch) mencapai Rp 3,1 triliun. Untuk menutup potensi mismatch tahun 2016, pihaknya mengajukan tambahan dana dari pemerintah.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan mengajukan penyertaan modal Negara (PMN) sebesar Rp 6,8 triliun kepada pemerintah. Tahun ini, dia mengatakan, pemerintah menganggarkan Rp 3,8 triliun untuk menutupi iuran yang belum tertutup.
“Masih membutuhkan tambahan dana dari pemerintah. Tahun 2016 sebesar Rp 6,8 triliun, tahun ini diperkirakan masih dibutuhkan, pemerintah menganggarkan Rp 3,8 triliun, karena untuk menutupi iuran yang belum sepenuhnya tertutup,” tambah Irfan.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, hingga saat ini peserta JKN-KIS telah mencapai 175 juta jiwa dari beberapa segmen kepesertaan. Jumlah tersebut baru 70% penduduk Indiinesia yang telah menjadi peserta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 juta peserta beserta keluarga merupakan pekerja yang didaftarkan oleh perusahaan.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pihaknya menagih peran badan usaha milik Negara (BUMN) sebagai motor penggerak khususnya dalam keberlangsungan program JKN-KIS, yang merupakan salah satu program prioritas pemerintah Kabinet Presiden Joko Widodo.
Dia mencatat, saat ini terdapat 25 juta peserta pekerja baik dari BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta termasuk keluarga telah terdaftar sebagai peneima jaminan kesehatan melalui program JKN-KIS. Tahun ini target peserta sebanyak 201 juta peserta dari seluruh masyarakat Indonesia, saat ini sudah terdaftar 175 juta peserta.
“Target tahun ini peserta sebanyak 201 juta peserta, saat ini sudah terdaftar 175 juta. Masih ada sekitar 25 juta lagi yang harus kami dorong,” kata Fachmi. (c02)
Sumber: beritasatu.com