Medan – Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut) menilai Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Sumut agar segera dibubarkan karena kinerjanya tidak maksimal. Sementara anggaran yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Sumut setiap tahun mencapai Rp1 miliar lebih.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi E DPRD Sumut Zahir saat memimpin rapat dengar pendapat dengan BPRS, Dinas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan Divre I Sumut-Aceh, di gedung dewan, Senin (13/3/2017).
Disampaikan Zahir usai mendengarkan paparan dari BPRS yang disampaikan anggota BPRS Syaiful Sitompul. Dalam paparannya, Syaiful menyebut dari 13 laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke BPRS, ada satu kasus yang selesai ditangani, yakni kasus di RSU Harapan Pematangsiantar terkait pasien kasus DBD yang meninggal dunia. Pengaduan tersebut berhasil di mediasi oleh BPRS dengan perdamaian antara pasien dan pihak rumah sakit.
Mendengar hal itu, Zahir tampak berang dan mempertanyakan anggaran lembaga yang dibentuk pada 2015 itu.
“Kalau hanya satu yang selesai, bubarkan saja BPRS ini. Gimana cuman satu sementara di RS Adam Malik saja ada banyak masalah. Gak perlu ada pengawasan rumah sakit lagi kalau begini kinerjanya,” tegas Zahir.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menuturkan, kinerja BPRS tersebut tidak sesuai dengan anggaran yang diberikan Pemprov Sumut yang mencapai Rp1 miliar lebih pada tahun 2016 dan 2017.
Sementara Syaiful Sitompul mengatakan, pihaknya hanya menangani laporan yang masuk langsung ke BPRS. Hal itu sesuai Permenkes 88 tahun 2016. Dia mengungkapkan, sejak dibentuk 2015 lalu, ada sekitar 13 kasus yang masuk langsung ke BPRS dan ada beberapa yang ditangani. Salah satu kasus yang belum selesai adalah kasus tertinggalnya kain kasa di perut pasien yang terjadi di RS Columbia Asia.
“Kami sudah mediasi, tapi keluarga menolak dan memilih jalur hukum,” katanya.
Dia menjelaskan, dalam menyelesaikan kasus pihaknya melakukan mediasi agar dapat diselesaikan secara kekeluargaan, tidak sampai ke ranah hukum. Terkait anggaran, menurutnya baru tahun 2016 diberikan oleh Pemprov Sumut sekitar Rp1,2 M yang diperuntukkan perbaikan gedung. Sementara 2017 sekitar Rp700 juta.
Dia mengakui, tahun 2015 pihaknya baru sebatas melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap rumah sakit yang ada di Sumut. Sedangkan tahun 2016 dilakukan pembinaan dan penegakan hukum, dan baru pada 2017 ini dilakukan penegakan aturan yang belum banyak diterapkan rumah sakit.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi di RS tidak bisa ditangani BPRS sendiri, tetapi harus bersama-sama dengan stakeholder terkait dan masyarakat. Sementara untuk kasus-kasus teknis medis itu merupakan kewenangan komite medik rumah sakit.
“Jadi disetiap RS harus ada komitenya,” tandasnya.(Erris)
Sumber: patrolinews.com