SEMARANG – Dari seluruh rumah sakit se-Indonesia yang sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Provinsi Jawa Tengah berada di urutan 3 terbanyak yang memiliki rumah sakit terakreditasi tersebut.
Saat ini secara nasional, terdapat 870 rumah sakit yang terakreditasi KARS. Ketua KARS, dokter Sutoto mengemukakan hal itu di sela-sela kegiatan Refreshing Surveior KARS wilayah Provinsi Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa Semarang, Senin (26/2). Adapun provinsi dengan jumlah rumah sakit paling banyak terakreditasi diduduki DKI Jakarta, disusul Jawa Timur. ”Refreshing bagi para surveior ini yang menjadi tuan rumah adalah Jawa Tengah.
Di Indonesia sekarang sudah ada 870 rumah sakit yang sudah terakreditasi,” papar dia, kemarin.
KARS merupakan lembaga akreditasi yang berwenang dan diakui oleh pemerintah dalam melakukan verifikasi terhadap lembaga pelayanan kesehatan besar, seperti rumah sakit. Dalam proses verifikasi itu, menurut Sutoto, ada banyak bidang dan elemen yang menjadi dasar penilaian. Dia menyebutkan, tidak kurang 15 bab, 320 standar dan 1.200 elemen yang menjadi dasar untuk melakukan penilaian.
Manajemen Komunikasi
”Elemen yang dinilai mulai bagaimana pelayanan itu, fokusnya kepada pasien. Bagaimana rumah sakit memberikan akses kepada pasien, melakukan assesment (penilaian) dan menghormati hak-hak pasien serta elemen-elemen lainnya,” imbuh Satoto.
Selain itu, bidang lain yang tidak kalah penting dalam hal manajemen. Setiap rumah sakit diminta dapat meningkatkan mutu pelayanan. Sebab, tujuan akreditasi adalah peningkatan mutu dan keselamatan pasien. ”Bagaimana tata kelola di sebuah rumah sakit, manajemen fasilitas.
Demikian juga dengan manajemen komunikasi dan informasi. Setelah itu, bagaimana upaya-upaya rumah sakit untuk menekan angka kematian ibu dan bayi, menurunkan angka HIV Aids dan tuberkulosis,” ujar dia.
Dari berbagai aspek penilaian, ada beberapa elemen yang diakuinya paling sulit untuk dipenuhi di sejumlah rumah sakit. Elemen tersebut umumnya sudah diimplementasikan pada rumah sakit yang sudah bertaraf Internasional. ”Yang paling sulit sebetulnya adalah elemen yang menjadi standar internasional, tetapi di Indonesia belum punya. Contohnya case manager yang sesuai standar internasional. Lalu, staf medis dinilai untuk mutu dan keselamatan pasien,” ucapnya. (ftp- 57)
Sumber: suaramerdeka.com