Kasus:
Dalam memproses pengajuan klaim dari RS; verifikator BPJS harus menelusuri berbagai informasi untuk melakukan cross-check. Tidak jarang verifikator merasa perlu untuk melakukan cross-check dengan memeriksa laporan operasi, laporan pemeriksaan penunjang hingga dokumen rekam medis. Untuk memfasilitasi hal tersebut, BPJS mengajak RS menandatangani Perjanjian Kerjasama yang salah satu klausulnya berbunyi bahwa BPJS diberi hak akses ke Rekam Medis.
Jika tidak ada perjanjian kerjasama tersebut, verifikator akan mengalami hambatan dalam melakukan verifikasi dan akibatnya klaim RS bisa terlambat dibayar atau bahkan tidak dapat dibayar sama sekali. Bagaimana dengan tanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan pasien? Apa yang harus dilakukan oleh RS menanggapi situasi ini?
Regulasi yang terkait dengan Kerahasiaan Pasien
Dalam memberikan hak akses terhadap rekam medis, RS harus taat pada hukum yang berlaku. UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran sudah mengatur bahwa setiap dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat rekam medis dan rekam medis ini harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis menyebutkan bahwa meskipun informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh klinisi, petugas pengelola dan pimpinan sarana kesehatan, namun informasi ini dapat dibuka antara lain untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum atas perintah pengadilan dan memenuhi permintaan institusi/lembaga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Permintaan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada pimpinan RS.
Selain itu, Permenkes ini juga mengatur mengenai kepemilikan, manfaat dan tanggung jawab dalam mengelola Rekam Medis. Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan dan isinya yang berupa ringkasan rekam medis merupakan milik pasien. Ringkasan tersebut dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarganya yang berhak untuk itu. Rekam medis dapat dimanfaatkan untuk:
- pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien,
- alat bukti dalam proses penegakkan hukum,
- disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan kedokteran gigi,
- keperluan pendidikan dan penelitian,
- dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan, dan
- data statistik kesehatan.
Kecuali untuk pendidikan dan penelitian yang dilakukan untuk kepentingan negara, pemanfaatan rekam medis yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan dari pasien dan ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
Permenkes No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran mengatur bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran, dimana kewajiban ini tetap berlaku meskipun pasien sudah meninggal dunia. Pihak-pihak yang wajib menjaga rahasia kedokteran menurut Permenkes ini adalah 1) dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien, 2) pimpinan fasilitas kesehatan, 3) tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan, 4) tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, 5) badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan, dan 6) mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia sebagaimana telah dijelaskan di atas, berkas rekam medis tidak bisa dibuka atau ditunjukkan pada pihak-pihak yang tidak berwenang karena akan menyalahi perundang-undangan. Ini berbeda dengan di negara lain, misalnya di Amerika, dimana dokumen rekam medis dapat diakses dengan lebih mudah oleh pihak-pihak lain[1], yaitu:
- pasien itu sendiri, orang tua pasien atau guardian yang bertanggung jawab menjaga pasien dapat memperoleh copy rekam medis (bukan copy ringkasan rekam medis seperti di Indonesia) secara lengkap
- keluarga/kerabat dekat atau caregiver, namun perlu ada ijin tertulis dari pasien pemilik rekam medis
- providers mempunyai hak untuk melihat dan men-share, misalnya dokter pelayanan primer bisa men-share rekam medis pasien ke dokter spesialis dimana pasien dirujuk. Providers ini termasuk juga laboratorium, nursing homes, payers, technology providers dan sebagainya.
- Pihak pembayar pelayanan kesehatan (insurance companies, Medicare, Medicaid, workers compensation, Social Security disability, Department of Veterans Affairs, termasuk perusahaan tempat pasien bekerja, jika sebagian dari biaya pelayanan tersebut ditanggung oleh perusahaan).
- Pemerintah, bukan hanya instansi yang bertanggung jawab untuk menanggung sebagian atau seluruh biaya pelayanan kesehatan pasien, namun juga instansi lain, misalnya jika pasien tersangkut masalah hukum (sebagai pelaku atau korban).
- Pihak-pihak lain sesuai regulasi yang berlaku.
Dengan demikian, rekam medis pasien di Amerika lebih mudah diakses oleh pihak-pihak tertentu yang membutuhkan, secara gratis maupun berbayar, dalam bentuk hard-copy maupun soft-copy. Di Indonesia hal ini belum dimungkinkan mengingat adanya UU dan Peraturan Menteri Kesehatan yang terkait dengan rekam medis dan kerahasiaan pasien. Meskipun demikian, rahasia kedokteran maupun rekam medis dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sayangnya tidak dijelaskan bagaimana aturan untuk membuka rahasia kedokteran dan rekam medis ini untuk petugas di luar fasilitas kesehatan, dalam hal ini petugas BPJS.
Untuk mengatasi hal ini, Perhimpunan RS Seluruh Indonesia (PERSI) sedang mengajukan draft PKS antara RS dengan BPJS, yang salah satunya mengatur bahwa hak akses penjamin biaya pelayanan kesehatan kepada pasien adalah ke ringkasan medis, bukan ke dokumen rekam medis. Hal ini sesuai dengan Permenkes 269/2008, dimana hak pasien adalah ringkasan medis. Dengan demikian, maka RS harus dapat menjamin agar ringkasan medis dibuat dengan lengkap dan benar, sehingga tidak perlu membuka dokumen rekam medis untuk kepentingan verifikasi klaim RS ke BPJS.
Saat ini Permenkes 269/2008 sedang direvisi dan diharapkan hasil revisiannya akan dapat mengakomodir kepentingan semua pihak secara adil.
(pea)
[1] https://www.verywell.com/who-has-access-to-your-medical-records-2615502 dan https://www.verywell.com/how-to-get-copies-of-your-medical-records-2615505 (diakses pada 16 Januari 2016)