Upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya, khususnya yang ada di daerah pedalaman terus dilakukan. Setidaknya Rp 100 miliar digelontorkan untuk membangun tujuh rumah sakit pratama, yang difasilitasi melalui anggaran pemerintah.
Namun upaya tersebut, dinilai masih belum efektif, karena masih minimnya ketersediaan dokter spesialis pada rumah sakit yang tersedia. Pemprov Kaltim bahkan telah menjanjikan gaji Rp 60 juta perbulanya bagi dokter spesialis yang bersedia ditugaskan, tetapi tetap saja tidak ada dokter yang berminat ditugaskan di daerah pedalamana dan perbatasan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Rini Retno Sukesih, mengatakan Pemprov Kaltim telah membangun tujuh RS Pratama. Ketujuh rumah sakit itu, dua diantaranya di daerah perbatasan, yaitu Long Apung di Kabupaten Malinau dan Kecamatan Krayan di Kabupaten Nunukan. Sementara lima rumah sakit lainnya dibangun di Kecamatan Sangkulirang ( Kutai Timur), Kecataman Talisang (Berau), Kecamatam Batu Engau (Paser) , Kecamatan Long Bagun (Mahakam Ulu) dan Kutai Barat.
“Untuk RS Pratama Talisayan, Kabupaten Berau mendapat bantuan sebesar Rp 20 miliar, fasilitas sudah tanggung jawab Pemkab Berau lewat APBD Rp 15 miliar,” ujar Rini.
Dijelaskan Rini, khusus RS Talisayan, hanya terdapat 60 tenaga medis. Dinkes akunya kesulitan mencari dokter spesialis yang mau bekerja di luar kota besar seperti Samarinda dan Balikpapan. Padahal untuk kesejahteraan, pemkab telah menyediakan gaji Rp 45 juta per bulan.
“Kami sudah tawarkan, pemkab sudah siapkan. Namun, dokter spesialis pertimbangkan faktor lokasi dan nominal gaji. Dinas Kesehatan Berau tawarkan gaji Rp 45 juta per bulan untuk dokter spesialis. Belum ada yang bersedia dan terima tawaran itu,” ungkap Rini.
Menindaklanjuti hal demikian, Dinkes Kaltim akan berkoordinasi dengan Dinkses kabupaten serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mencari solusi. Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak pun menyayangkan sedikitnya jumlah dokter spesialis yang mau bekerja di luar ibu kota. Awang menyebut hal itu dikembalikan kepada kesadaran masing-masing dokter.
“Kami di provinsi sedang berusaha. Dokter lulusan fakultas harus praktek dulu di RS pratama selama dua tahun,” tegasnya. Usut punya usut soal gaji Rp 45 juta dinilai kurang. Pemerintah disebutkan menyanggupi permintaan gaji Rp 60 juta per bulan namun tetap saja jumlah dokter yang berminat kurang.
“Dikembalikan ke dokternya. Mereka lebih senang di kota. Kalau di kota bisa dapatkan faasilitas dan uang lebih banyak,” katanya pula.
Sumber: korpri.id