Laporan dari Ho Chi Minh City, Vietnam
Oleh: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD
Laporan 9. Pemberian Award dan Penutup
Pada Gala Dinner Penutupan, diselenggarakan pemberian Award untuk berbagai Kategori.
Dalam Gala Dinner yang disponsori oleh Phillips, ini saya
sebagai Ketua Juri untuk kelompok CSR diberi kehormatan
untuk pertama kali menyerahkan Award ke pemenang (Lihat foto).
Penyelenggaraan Gala Dinner berlangsung meriah dan diselingi dengan penilaian Kostum Nasional terbaik yang dipakai oleh delegasi setiap negara. Dalam hal ini Indonesia, absen.
Ada beberapa catatan dalam Award dan sekaligus penutup laporan ini.
- Pengamatan terhadap tren
Berbagai tren yang terjadi saat ini perlu diperhatikan dengan seksama. Salah satu yang mencolok di pertemuan HMA 2016 adalah masalah IT yang semakin menantang. Di samping itu, consumer juga berubah dimana semakin ingin terlibat dalam pelayanan dan mereka sadar perlunya pencegahan penyakit. Seperti dikatakan CEO Phillips dalam pertemuan ini: tren-tren ini mendorong perubahan di Phillips dalam merancang sistem dan peralatan medik. Dua kesempatan besar yang tidak bisa dilewatkan adalah: pertama; industrialisasi pelayanan kesehatan. Dengan industrialisasi ini diharapkan pelayanan dapat lebih baik namun lebih murah. Kedua, ada gejala Personalisation. Masalah kesehatan semakin menjadi rumit karena setiap person bisa berbeda-beda penyebab dan pengatasannya. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus siap menghadapi gejala tren ini.
- Rendahnya minat RS-RS Indonesia menghadiri HMA 2016.
Delegasi Indonesia relatif tidak besar, dan seluruhnya dari RS-RS Swasta. RS-RS daerah dan pemerintah tidak ada yang datang. Dalam Award dari sekitar 14 Award, tidak ada satupun pemenang dari Indonesia. Juga selama hampir 15 tahun penyelenggaraan HMA, belum pernah satu kalipun dilakukan di Indonesia.
Saya sebagai orang Indonesia di HMA 2016 merasa bahwa ada sesuatu yang aneh dalam hal ini. Indonesia sebagai negara besar di Asia seperti terisolasi. Memang pertemuan-pertemuan seperti ini dikritik hanya mencari uang, dan dikelola oleh kelompok-kelompok tertentu. Namun fakta yang ada adalah pertemuan HMA sudah rutin berjalan dan menjadi ajang pertukaran ilmu dan aplikasi manajemen yang serius. Berbagai inovasi baru dan teknologi baru dikembangkan. Kegiatan untuk networking dan melakukan bisnis bersama dikerjakan.
Kemudian yang penting adalah pertemuan seperti ini akan memberikan wawasan luas untuk para manajer RS yang masih muda. Pengembangan manajer muda yang berwawasan internasional dapat didorong melalui keaktifan dalam pertemuan-pertemuan HMA.
Mengenai isi, dibanding dengan isi di International Hospital Federation (IHF) atau pertemuan-pertemuan manajemen RS di Eropa, isinya lebih relevan dengan RS di Indonesia.
Harapan:
Semoga PERSI dan asosiasi-asosiasi serta Kemenkes dapat mengambil sisi positif dari HMA, dan Indonesia bisa menjadi tuan rumah di tahun 2018. Jangan sampai Indonesia terisolasi dari kemajuan manajemen rumah sakit di Asia.
- Dominasi oleh beberapa RS di India (Apollo Group), Singapura dan Filipina.
Pemberian Award didominasi oleh beberapa RS tertentu seperti Apollo Groups di India dan RS Tan Teck Song Singapura. Dominasi ini memang menunjukkan bahwa RS-RS yang inovatif tidaklah banyak. Mereka yang inovatif, semakin lama semakin membaik dan menyiapkan diri untuk menjadi juara yang mendapat Award. RS-RS yang lain menjadi semakin sulit untuk mendapat Award. Hal ini menjadi dilema juga karena bagi HMA akan membosankan kalau yang menang hanya RS-RS itu-itu saja.
Harapan:
RS di Indonesia perlu berlatih dan menyiapkan diri untuk Award ini. Saya sebagai juri melihat potensi RS-RS di Indonesia ada, tapi tidak dituliskan dengan baik atau tidak ikut kompetisi.
- Wajah-wajah muda para manajer RS di Asia.
Regenerasi di berbagai RS Asia berjalan. Ketika melihat foto-foto HMA pada tahun-tahun 2005 (sekitar 10 tahun yang lalu), ada wajah-wajah Direktur Indonesia seperti dari RS MMC yang menjadi pembicara. Namun jarang sekali direksi RS Indonesia yang hadir pada pertemuan HMA 2016 dan menjadi pembicara. Saya catat hanya ada 3, sementara itu dari negara lain yang hadir dan sebagai presenter, banyak direktur yang muda. Para pemenang Award juga banyak yang muda-muda.
Foto di sebelah adalah pemenang
Award dari RS di Singapura yang
masih muda-muda
.
Di dalam salah satu diskusi laporan pertemuan HMA 2016 ini , saya berpendapat bahwa ada kekurangan manajer RS di Indonesia. Mengapa? Berikut ini beberapa faktor penyebab:
- Sebagian manajer RS pemerintah pindah menjadi birokrat atau berada di regulator.
- Regenerasi dan konsultan manajemen sangat kurang. Mantan Direktur RS pemerintah atau swasta lebih senang menjadi surveyor akreditasi, bukan menjadi pelatih para manajer muda atau konsultan manajemen. Ada kemungkinan pendapatan menjadi surveyor lebih banyak, lebih mudah, dan lebih pasti. Sementara itu menjadi pelatih dan konsultan manajemen, tidak ada jaminan pendapatan.
- Tempat-tempat pendidikan manajemen RS seperti MMR FK UGM terkena kuota menerima mahasiswa. Tidak boleh banyak menerina karena kekurangan dosen. Sementara untuk menjadi dosen tidak mudah. Dengan model ini bisa terjadi gap antara ilmu yang diajarkan di kampus dengan kenyataan di lapangan.
- Saat ini jarang ada pelatihan manajemen RS untuk para eksekutif yang bersifat non degree dan berbagai faktor lainnya.
Saya melihat sendiri di Ho Chi Minh: RS-RS Filipina, Singapura, India, bahkan Vietnam telah meregenerasi para manajer RS. Mereka yang presentasi dan menjadi pemenang award masih muda-muda. Mereka didukung oleh seniornya. Selain itu, terdapat juga banyak pelatihan-pelatihan manajemen RS dan didukung oleh pemerintah.
Pendapat saya pribadi: saat ini Indonesia sudah mulai masuk ke krisis manajer RS. Kurang jumlah, sistem regenerasi buruk, dan kepakaran kurang, sementara itu masih belum banyak manajer asing. Di China dan Vietnam, serta Singapura mereka mengimpor tenaga manajer RS dari luar negeri.
Harapan:
Regenerasi manajer RS di Indonesia harus digiatkan. Para tokoh manajemen kesehatan, sesepuh, pimpinan asosiasi RS dan CEO RS harus berinisiatif mengembangkan manajer-manajer muda. Jika tidak dilakukan, akan ada dosa dan kesalahan kita untuk generasi manajer Indonesia di masa mendatang. Posisi manajer RS di Indonesia saat ini rentan dimasuki oleh manajer asing dengan mudah.
- Kurangnya minat RS Pemerintah untuk ikut HMA.
Memang terlihat pertemuan HMA ini cenderung untuk swasta. Banyak sesi yang hanya dapat dilakukan oleh RS swasta. Sesi saya mengenai RS Pemerintah tidak banyak peminat. Sementara itu RS-RS pemerintah di Asia banyak. Padahal di berbagai negara lebih banyak RS pemerintah dibanding RS swasta, seperti Malaysia, Vietnam, Sri Lanka.
Harapan:
Tahun-tahun mendatang HMA 2016 akan lebih banyak membahas tantangan RS pemerintah. Saya akan mengusulkan ke panitia untuk menambah publikasi dan sesi untuk RS-RS pemerintah.
- Persiapan Manila.
Pertemuan HMA 2017 di Manila masih satu tahun lagi. Bagaimana persiapan RS-RS di Indonesia untuk memberikan presentasi free-paper atau invited? Bagaimana persiapan RS-RS di Indonesia untuk ikut dan berpartisipasi dalam Award? Saya menganggap bahwa Award PERSI adalah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang sudah cukup berat, sementara itu Award HMA adalah Asian Games. Jadi para juara PON Indonesia harus berani untuk menyiapkan diri untuk Asian Games-nya RS yaitu di HMA 2017 di Manila. Mari kita siapkan sejak sekarang.
Penutup:
Demikian laporan saya yang didukung tim MMR/PKMK FK UGM dari Ho Chi Minh. Topik-topik yang saya laporkan dapat dibahas lebih lanjut melalui diskusi di website, bukan di Whats App Group (WAG) yang sulit dilakukan secara sistematis dan membuat lelah. Saat ini sudah ada berbagai tanggapan dalam diskusi.
Semoga isi laporan ini dapat dipergunakan untuk memajukan ssstem manajemen RS anda, meningkatkan kinerja RS dan memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia.
Oleh: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD
Dosen Bagian IKM FK UGM dan Peneliti pada PKMK FK UGM