Data yang dirilis oleh Health and Human Service (HHS) menunjukkan bahwa sepanjang 2010-2014 di Amerika telah terjadi penurunan kejadian terkait patient safety di RS sebesar 17%. Hal ini telah memberi kontribusi utama terhadap menurunnya kematian pasien (akibat kejadian tidak diinginkan) sebanyak 87 ribu kasus. Ini merupakan langkah yang baik menuju zero patient harm bagi pelayanan kesehatan di Amerika. Namun sepanjang tahun 2015 ada beberapa situasi yang menunjukkan adanya tantangan lain bagi patient safety.
Berikut ini ada sepuluh isu keselamatan pasien yang perlu dipertimbangkan di sepanjang tahun 2016 bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, berdasarkan trend yang terjadi di tahun 2015.
- Medical errors, merupaan satu dari berbagai error yang paling banyak terjadi, dimana setiap tahun setidaknya ada 5% pasien rawat inap yang mengalami kejadian tak diinginkan terkait dengan pemberian obat. Ini tidak hanya terjadi pada pasien rawat inap, tapi juga pada pasien yang sedang menjalani dioperasi. Sebuah studi oleh Massachusetts General Hospital yang diterbitkan pada bulan Oktober lalu menyebutkan bahwa separuh operasi mengalami berbagai jenis medication errors. Kesalahan dalam pelabelan, dosis tidak tepat, mengabaikan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan tanda vital pasien dan documentation errors adalah yang tersering terjadi.
- Diagnostic errors terungkap dengan adanya laporan penelitian “Improving Diagnosis in Health Care” yang dibuat oleh Institute of Medicine. Laporan ini menyebutkan bahwa 6 dari 17 persen kejadian tak diinginkan di RS merupakan diagnostic error dan merupakan penyebab dari 10% kematian pasien. Tingginya angka error dan kematian yang diakibatkannya ini menyebabkan diagnostic error menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian khusus. Solusi yang telah terpikirkan antara lain kemitraan dengan pasien dan keluarganya serta meningkatkan kerjasama tim antar-tenaga kesehatan dan antar-pemberi layanan kesehatan.
- Merumahkan pasien (home-care) pasca akut, dimana memulangkan pasien merupaan momen kritis dalam perawatan pasien. Studi pada awal tahun 2000-an menemukan bahwa hampir 20% pasien mengalami adverse event tiga minggu setelah dipulangkan dari RS, dan banyak diantaranya yang sebenarnya bisa dicegah. Pada April lalu sebuah model “comprehensive care for joint replacement” memungkinkan adanya perhatian yang lebih tinggi terhadap jenis error Model ini membuat RS bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan dan biaya bagi pasien dengan kasus penggantian sendi selama 90 hari setelah pasien dipulangkan dari RS yang bersangkutan.
- Keselamatan di tempat kerja. Tanggung jawab RS adalah memastikan keselamatan pasien, sementara itu para ahli lain berargumentasi bahwa pasien tidak bisa selamat jika petugas kesehatan tidak merasa aman pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika RS aman, maka pasien juga akan lebih aman. Hal ini berdasarkan kejadian dimana petugas terkena tusukan jarum, atau cedera saat mengangkat pasien, atau merasa takut diserang oleh pasien.
- Keselamatan di fasilitas RS yang seringkali menempatkan keselamatan pasien pada risiko tinggi. Beberapa kali di tahun 2015 keselamatan di RS dikompromikan, atau hampir dikompromikan, karena masalah bangunan atau pemeliharaan. Badan Administrasi Kesehatan Florida melaporkan bahwa sebuah RS gagal menangani kebocoran limbah termasuk gagal memastikan bahwa kotoran dibersihkan dengan benar serta gagal melakukan penilaian risiko pengendalian infeksi. Investogator juga menemukan adanya tikus-tikus yang hidup di langit-langit rumah sakit yang dapat mencemari meja tempat menyiapkan makanan melalui lubang ventilasi AC. Wabah Legionnaires juga merupakan masalah yang umumnya terkait dengan struktur bangunan dan sistem perpipaan/saluran air yang kompleks seperti di RS.
- Pemrosesan ulang. ECRI Institute memasukkan “pembersihan endoskop fleksibel yang tidak adekuat sebelum diberi desinfektan” dalam daftar 10 Bahaya Teknologi Kesehatan terbanyak. Para ahli menekankan pentingnya menggunakan alat yang tepat dan mengikuti protokol untuk mencegah infeksi. Beberapa RS bahkan sudah mulai melakukan kultur untuk mengamati perkembangan bakteri. Sementara itu, beberapa anggota panel penasihan FDA merekomendasikan bahwa duodenoscope harus disterilisasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
- Sepsis terjadi lebih dari 1 juta kasus per tahun menurut CDC, dan setengah dari jumlah tersebut meninggal yang menyebabkan sepsis menjadi penyebab kematian nomer 9. Meskipun sepsis bukan isu baru dalam keselamatan pasien, namun di tahun 2016 ini menjadi pusat perhatian baru dengan ditambahkannya Severe Sepsis and Septic Shock Early Management Bundle ke dalam aturan final sistem pembayaran prospektif rawat inap di tahun anggaran 2016.
- Bakteri super didefinisikan oleh Brian K. Coombes, PhD sebagai bakteri yang tidak dapat ditanggulangi dengan menggunakan dua atau lebih antibiotik, berlanjut menyerang pasien dan tampak menjadi lebih kuat. Laporan CDC yang dipublikasikan pada Desember lalu mengungkapkan adanya strain Enterobacteriaceae yang resisten. Beberapa ahli menyebutnya sebagai “phantom menace”. Bukan hanya para ahli penyakit dan pemberi pelayanan kesehatan yang mengamati superbugs ini, namun para peneliti di Cina juga telah menemukan bakteri ini ada di babi, ayam broiler dan manusia yang mengandug gen yang membuatnya resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, termasuk antibiotik terbaru dan terkuat. Gen yang bertanggung jawab terhadap resistensi bakteri itu disebut mcr-1, dan juga telah teridentifikasi di Denmark. Gen tersebut ditemukan juga di E.coli dan bakteri Klebsiella pneumonia, menurut hasil studi di Cina tersebut. Langkah kecil seperti meningkatkan pengaturan penggunaan antibiotik perlu dilakukan tahun ini untuk membantu memerangi organisme ini.
- Ketidakamanan maya perangkat medis. Pada Bulan Juli lalu Administrasi Obat dan Makanan AS mengeluarkan peringatan agar RS meninjau penggunaan Hospira Sybiq Infusion System, yaitu sebuah pompa terkomputerisasi yang digunakan secara luas pada terapi infus umum, setelah didapati bahwa ternyata hacker dapat secara jarak jauh mengakses alat tersebut dan mengubah dosis. Para ahli telah mengeluarkan peringatan serupa beberapa kali. Tahun 2011 seorang konsultan analis dan peneliti pada sebuah perusahaan analitis dan keamanan data mencengangkan audiens konferensi saat dia meretas pompa insulinnya sendiri. Cyber-security telah bergeser dari kecemasan seorang ahli IT ke isu yang mengancam keselamatan pasien secara serius dan perlu menjadi perhatian setiap orang. Banyak sekali peralatan RS yag terkoneksi dengan dan beroperasi dalam jaringan internet RS yang sesungguhnya rentar terhadap peretasan. Meskipun sasarannya bukan pasien, namun peretas dapat masuk ke dalam jaringan sistem informasi RS dan mengekspliotasi serta menyalahgunakan data sensitif yang ada di dalamnya.
- Transparansi data medis. Banyak RS yang menanyakan ke pasien tentang pengalaman dan kepuasan mereka terhadap dokter selama dirawat. Namun sangat sedikit yang menaruh informasi ini secara online agar bisa diakses oleh semua orang, sekalipun hal ini dipercaya dapat meningkatkan keselamatan pasien. Seorang peneliti patient safety di Harvard University’s School of Public Health mengatakan bahwa jika semua orang (dokter, pasien, institusi bahkan pers) tidak merahasiakan data kinerja, maka dokter akan mengembangkan rasa akuntabilitas yang lebih besar untuk menghasilkan pelayanan yang lebih berkualitas. Peringkat agregat dapat membantu instrument pembelajaran untuk mereview kinerja individu, dan mereka juga diberi insetif untuk melakukan cek ulang pekerjaan mereka dan lebih memperhatikan area-area dimana sering terjadi kesalahan yang berdampak pada peringkat mereka, dan tentu saja pasien-pasien yang menjadi tanggung jawab mereka. Di beberapa institusi, hasil rating dipampang secara internal, dapat digunakan untuk membandingkan secara berdampingan yang akan memunculkan praktek terbaik (best practice) dan mendorong pada rasa persaingan sehat. Di masa depan, keterbukaan ini bisa menjadi kebutuhan bagi RS dan sistem kesehatan yang ingin berkompetisi dalam situasi pasar yang fokus pada transparansi. (pea)
Disadur dari: 10 top patient safety issues for 2016 (Becker’s ASC Review).