Surabaya – Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) bekerjasama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) lakukan riset “Prevent Mother to Child Transmission of HIV/AIDS” (PMTCT), guna menekan angka penularan HIV/AIDS dari ibu terhadap anak.
Dari hasil riset ini kedepannya RSUA akan membentuk pusat pengobatan HIV/AIDS untuk dapat menerima dan menangani pasien dengan HIV/AIDS (ODHA).
Direktur RSUA, Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM, mengatakan Sekitar Maret hingga April 2016 RSUA ditargetkan telah memiliki ijin untuk melakukan pengobatan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
“Minggu depan, kami siapkan struktur pusat yang akan melakukan pelayanan ARV. dan segera melaksanakan training tenaga medis dalam melayani ODHA. Dan dalam dua bulan ini, saya targetkan RS ini akan siap menerima pasien HIV/AIDS, mampu memberikan pengobatan ARV dan siap melayani rawat inap di RS Khusus Infeksi UNAIR,” ujar Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM, di Surabaya. Kamis (21/1/2016)
Disisi lain, Manajer Keperawatan RS UNAIR Purwaningsih, S.Kp., M.Kes. mengungkapkan, dari hasil riset ini, telah menghasilkan salah satu program PMTCT yang merupakan program bagi ibu hamil yang diwajibkan untuk melakukan deteksi dini HIV/AIDS.
“Sasarannya agar virus tidak menular kepada anak, dan bagi ibu hamil yang mengidap HIV akan segera mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV) supaya mengurangi risiko penularan kepada anaknya,” ungkap
Selanjutnya, bagaimana pelaksanaan program PMTCT di Surabaya? Purwaningsih yang juga peneliti PMTCT menjelaskan, bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki lima Puskesmas di Surabaya itu sudah mumpuni.
“Dimana mereka sudah mendapatkan pelatihan sejak lima tahun yang lalu. Sehingga SDM yang dimiliki Puskesmas punya motivasi dan komitmen untuk mengatasi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Namu, kader-kader Puskesmas yang baru juga perlu diberikan pelatihan agar semuanya rata memiliki kemampuan yang sama,” jelasnya.
Dari segi pelayanan laboratorium, tenambahnya bahwa terkadang pegawai Puskesmas melaksanakan jemput bola kepada ibu hamil.
“Biasanya, pegawai Puskesmas bekerjasama dengan bidan swasta untuk melakukan deteksi dini HIV/AIDS terhadap ibu hamil,” terangnya Manajer Keperawatan RSUA ini.
Namun terkadang ada pula ibu hamil ada yang menolak obat ARV karena stigma di masyarakat. Sebagian besar dari mereka juga tidak termonitor setelah mendapat rujukan balik dari rumah sakit ke Puskesmas.
“Ada juga ibu hamil yang positif HIV namun tidak berani mengajak suaminya melakukan deteksi dini HIV/AIDS, padahal Suami dari ibu hamil dengan HIV/AIDS juga bagian penting dari penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Namun, kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari suami, menyebabkan suami melarang istri untuk dideteksi dini HIV/AIDS,” pungkasnya.
Diketahui Riset program PMTCT itu telah dilakukan pada sejumlah Puskesmas di Surabaya, antara lain Puskesmas Dupak, Jagir, Perak Timur, Putat, Sememi, dan RS Dr. Soetomo yang telah dilakukan pada tahun lalu. (ito/ted)
Sumber: beritajatim.com