Dear Pengunjung website, Study Visit ke Lembaga-Lembaga Think Tank di Tiongkok
06 May2015
Reportase Study Visit ke Lembaga-Lembaga Think Tank di TiongkokReportase: Reporter: Putu Eka Andayani* Pengantar KSI (Knowledge Sector Initiative) memfasilitasi 16 lembaga penelitian dan think tank di Indonesia (salah satunya adalah PKMK) untuk melakukan study visit ke lembaga-lembaga think tank di Tiongkok (Beijing dan Shanghai). Tujuan kunjungan adalah untuk mempelajari bagaimana proses penyusunan kebijakan berbasis bukti di Tiongkok dan bagaimana lembaga think tank memberikan peran dalam proses mulai dari penelitian hingga evaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Kunjungan yang berlangsung mulai tanggal 5 – 7 Mei di Beijing dan tanggal 11 Mei mendatang di Shanghai merupakan rangkaian dari kegiatan penguatan kapasitas 16 lembaga penelitian dan advokasi (think tank) di Indonesia yang sudah berlangsung sejak tahun 2013. Kami akan menyajikan laporan secara harian untuk Anda. [restabs alignment=”osc-tabs-left” responsive=”false” tabcolor=”#efefef” tabheadcolor=”#0143b5″ seltabcolor=”#ffffff” seltabheadcolor=”#000000″ tabhovercolor=”#ffffff”]
Clinical Pathway Project and Policy Shaping China National Health Development Center berdiri sejak tahun 1991 dibawah Ministry of Health secara struktural namun memiliki independensi dalam menentukan topik penelitian yang akan dilakukan. Lembaga ini terdiri dari empat klaster penelitian (Service System Research, Integrated Research, Financing System Research dan Elements of Development Research) yang secara total terbagi kedalam 15 Divisi. Masing-masing Divisi dipimpin oleh seorang direktur yang dapat membawahi puluhan peneliti full-timer dan part-timer. Selain Divisi dan Klaster, lembaga ini juga memiliki Academic Advising (termasuk di dalamnya ada Komite Etik), Post Doc Research Station, Functional Departments (terdiri dari General Office, Keuangan dan Department of Research Management) dan Affiliated Institutions. Health Promotion dan Disease Preventive Program Program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok merupakan salah satu bentuk kebijakan berbasis bukti (hasil penelitian) yang diterapkan di Tiongkok. Dalam satu satuan masyarakat tertentu (di Indonesia mungkin hal ini setara dengan kelurahan/desa) ada fasilitas publik berupa satu area terbuka yang dilengkapi dengan berbagai peralatan olah raga. Masyarakat bebas memanfaatkan fasilitas tersebut untuk olah tubuh, untuk menjaga agar mereka memiliki aktivitas fisik yang cukup sehingga tetap bugar. Dananya berasal dari pemerintah daerah, maka kelengkapan dan teknologi yang diterapkan pada fasilitas publik ini tergantung pada kemampuan finansial pemerintah setempat. Misalnya ada beberapa tempat yang dilengkapi dengan fasilitas pemeriksaan tekanan darah otomatis. Namun ada juga yang tidak memiliki teknologi tersebut sehingga pemeriksaan tekanan darah dilakukan oleh tenaga medis hanya pada waktu-waktu tertentu. Setiap fasilitas juga dilengkapi dengan flyer (brosur dan sejenisnya) yang berisi informasi kesehatan, terutama tentang asupan garam dan gula harian yang sehat. Contoh lain dari kebijakan yang merupakan hasil advokasi lembaga think tank adalah infrastruktur transportasi di kota Beijing. Hampir setiap ruas jalan, baik jalan utama maupun bukan jalan utama) dilengkapi dengan trotoar yang lebar (hampir tidak ada orang berjualan di trotoar) untuk pejalan kaki yang umumnya menggunakan subway (kereta bawah tanah) atau bus sebagai moda transportasi utama. Dengan transportasi umum yang baik dan nyaman, masyarakat Beijing terbiasa berjalan kaki ratusan meter atau bahkan beberapa kilometer sehari dari rumah atau tempat kerja menuju stasiun kereta atau halte bis. Selain trotoar untuk pejalan kaki, hampir setiap ruas jalan juga memiliki jalur khusus untuk pesepeda. Adanya jalur khusus ini membuat aktivitas berjalan kaki dan bersepeda menjadi sangat nyaman. Suasana Politik dan Kebijakan Nasional
Namun ada perbedaan yang cukup mencolok antara Tiongkok bagian timur dan tengah dengan Tiongkok bagian barat, dari aspek kekuatan finansial masyarakat dan pemerintah. Pada Tiongkok bagian timur dan tengah, perekonomian berkembang pesat sehingga kapasitas fiskal Pemda dan daya beli masyarakat cenderung lebih tinggi. Secara alamiah area ini menarik sumber daya manusia yang skillful dan memiliki kapasitas tinggi untuk menetap dan bekerja disini. Sebaliknya, Tiongkok bagian barat memiliki lebih banyak sumber daya alam namun lebih sedikit SDM yang berkualitas. Akibatnya perekonomian di area ini tidak dapat berkembang seperti di area tengah dan timur, sehingga kapasitas fiskal pemda dan kemampuan ekonomi masyarakat lebih rendah. Kondisi tersebut berpengaruh pada kemampuan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan nasional. Misalnya pada kebijakan pembiayaan kesehatan, pemerintah menerapkan kebijakan kapitasi untuk pelayanan kesehatan masyarakat dasar. Pelayanan ini antara lain meliputi pelayanan kesehatan dasar untuk ibu dana anak, KB, dan promosi kesehatan serta screening pada kelompok yang berisiko tinggi untuk hipertensi dan diabetes. Secara nasional, pemerintah menetapkan besarnya kapitasi adalah RMB 25 hingga RMB 30 (sekitar Rp 52,500 – Rp 63.000) per kapita per tahun. Namun, wilayah barat mampu menerapkan RMB 60 (sekitar Rp 126.000) per kapita per tahun dengan beberapa benefits tambahan. Manajemen Lembaga Think Tank dan Jenjang Karir Peneliti CHNDRC menghasilkan sekitar 200 penelitian tahun lalu dengan jumlah total dana yang dikelola sebesar RMB 30 juta atau sekitar Rp 63 milyar. CHNDRC memiliki 81 peneliti full-timer dan lebih dari 30 orang peneliti part-timer (termasuk akademisi dari universitas yang bekerjasama dengan CNHDC) dan staf. Para peneliti ini memiliki jenjang karir yang telah diatur secara nasional, yaitu peneliti junior, middle dan senior. Setiap tingkatan dibagi lagi menjadi tiga sub tingkatan. Ada indikator kinerja yang diterapkan untuk mengukur kinerja individu peneliti, termasuk jumlah publikasi (pada jurnal peer-review) yang dihasilkan, untuk bisa naik ke tingkat berikutnya. Para peneliti mendapatkan fixed-salary sesuai dengan tingkatannya yang berlaku secara nasional. Selain itu, para peneliti juga bisa mendapatkan semacam insentif jika melakukan penelitian lain (tambahan) di luar dari uraian tugasnya. Salary ini berasal dari pemerintah pusat (karena CNHDC berada di bawah MOH), sedangkan insentif dapat berasal dari kontrak-kontrak kerjasama antara CNHDC dengan pemerintah daerah atau lembaga asing yang membutuhkan jasa penelitian untuk membuat suatu kebijakan, atau mengadvokasi kebijakan baru. (pea) *Peneliti dan Konsultan pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM [/restab] [restab title=”Day – 2 (6 Mei 2015)“] NICE (The National Institute for Health and Care Excellence) dan Peluang Partnership NICE didirikan tahun 1999 oleh Pemerintah Inggris dan merupakan lembaga yang berwenang untuk mengembangkan standar pelayanan kesehatan serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan pada masyarakat. Pada strukturnya, NICE terdiri dari:
Staf yang direktur untuk bekerja di NICE dapat berasal dari profesi kesehatan, masyarakat, akademisi yang bekerja bersama untuk menghasilkan guidelines dan standar mutu pelayanan yang harus dipatuhi oleh seluruh RS di Inggris. Scara khusus NICE mengamati dan mengawasi penerapan teknologi baru di RS. Misalnya sebuah RS hendak menerapkan sebuah prosedur baru, maka RS tersebut harus mendaftarkan prosedurnya kepada NICE sehingga ada database mengenai hal tersebut. Selain itu, RS juga harus memastikan melalui informed consent khusus bahwa pasien mengetahui mengenai prosedur baru ini dan menyadari berbagai risikonya. Jika ada masalah serius yang menimbulkan skandal di rumah sakit dan Menteri Kesehatan tidak menaruh perhatian serius terhadap hal tersebut, menteri bisa diberhentikan. Pada suatu skandal yang menimpa sebuah RS, Menkes turun langsung ke RS untuk menyelidiki masalahnya, menghentikan direktur RS dan bahkan menutup RS tersebut. Pasien dipindahkan ke RS lain yang lebih layak. Hasil investigasi menunjukkan bahwa RS tersebut sebenarnya kekurangan staf perawat di bangsal dan OK, sedangkan RS merasa sudah merekrut cukup staf. Perbedaan ini terjadi karena belum adanya standar rasio antara dokter dan perawat. Follow up dari skandal tersebut adalah NICE mengembangkan standar untuk menentukan rasio dokter : perawat di rumah sakit.
NICE juga melakukan quality clinical audit. RS harus mengisi form (dalam bentuk software yang sudah di-install ke sistem informasi RS) mengenai berbagai hal yang diamati dan menjadi indikator mutu pelayanan. Data tersebut kemudian dianalisis untuk melihat apakah ada RS yang menjadi out-layers (misalnya jumlah kematian jauh lebih tinggi dibanding RS lainnya). Hal tersebut akan menjadi dasar bagi NICE untuk melakukan investigasi lebih lanjut ke RS yang bersangkutan untuk mengetahui apa yang terjadi. Diakui bahwa sebagian RS di Inggris belum menerapkan sistem informasi manajemen yang baik dan terintegrasi, sehingga tidak ada satu sistem informasi yang secara otomatis menghubungkan antara RS dengan pemerintah pusat. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah dan pelaku pelayanan kesehatan di Inggris.
Tiap RS memiliki Direktur Medis yang bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan klinis, termasuk memastikan setiap orang memiliki kualifikasi yang tepat untuk melakukan tugas-tugas pelayanan klinis. NICE tidak melakukan cek terhadap kualifikasi orang-per-orang di RS, namun jika terjadi masalah serius terkait dengan hal tersebut, NICE dapat melakukan investigasi. Kadang kala seorang tenaga kesehatan sudah lama tidak melakukan praktek, kemudian masuk lagi ke industri pelayanan kesehatan untuk menjadi praktisi. RS harus memastikan bahwa tenaga kesehatan tersebut masuk qualified untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. NICE tidak dapat mengontrol dan mengatur profesi/tenaga kesehatan, namun dapat mengatur RS. Sejak 2010, RS di Inggris tidak boleh lagi menarik bayaran dari pasien. Seluruh biaya kesehatan termasuk di RS swasta (kecuali untuk immigrant yang tidak mampu menunjukkan bukti domisili di Inggris) ditanggung oleh negara. Jika RS tidak mengikuti standar – berdasarkan pada pengawasan reguler maupun hasil investigasi yang dilakukan oleh NICE – alokasi anggaran kesehatan akan dikurangi. Dengan sistem DRG, tarif pelayanan sama di seluruh RS. Hal ini mendorong RS untuk menerapkan strategi cost leadership, yaitu menghasilkan pelayanan dengan mutu terbaik sambil menekan biaya produksi. Untuk mengurangi korupsi, registrasi dilakukan secara online dan mengurangi kontak secara face-to-face antara lembaga registry dengan pihak yang akan melakukan registrasi (RS maupun personal tenaga kesehatan). Dengan demikian, mereka tidak akan saling mengenal sehingga mengurangi kolusi, korupsi dan nepotisme. Saat ini NICE sedang menjalin kerjasama dengan berbagai institusi di luar Inggris, termasuk dengan CNHDRC. NICE melakukan capacity building dan memberikan technical assistance bagi CNHDRC dalam melakukan riset serta melakukan advokasi kepada pemerintah berbasis pada hasil riset tersebut. Pada kegiatan hari kedua ini, seorang wakil dari Kementerian Kesehatan dan Keluarga Berencana sebagai policy makers berkunjung ke kantor CNHDRC untuk berkonsultasi mengenai peran pengawasan pemerintah, juga mengenai reformasi kebijakan obat yang baru-baru ini diterapkan. Delegasi Indonesia diberi kesempatan untuk mengamati proses tersebut, bahkan ikut berinteraksi dalam diskusi tersebut.
Diskusi yang dilakukan pada hari kedua ini memunculkan ide untuk melakukan kerjasama lebih lanjut antara Tiongkok, Indonesia dan Inggris. NICE akan memfasilitasi sebuah workshop bagi anggota legislatif di Indonesia dan meningkatkan kapasitas lembaga think tanks kesehatan agar dapat berkomunikasi secara lebih efektif dengan legislatif. Workshop ini akan diselenggarakan pada Bulan September di Jakarta, dimana Universitas Atmajaya dan Universitas Gadjah Mada akan menjadi host-nya. (pea) *Peneliti dan Konsultan pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM[/restab] Changing of Research Findings into Health Policy Hongwei Yang adalah Deputy Director pada CNHDRC. Yang mengawali karirnya sebagai peneliti di CNHDRC bersama dengan 25 orang lainnya yang direkrut oleh pemerintah (MOH). Saat itu World Bank memiliki andil besar dalam pendirian lembaga ini. Namun karena MOH kekurangan staf, 9 orang dari CNHDRC ditarik ke MOH sehingga lembaga penelitian tersebut selama beberapa tahun pertama hanya mampu melakukan dua penelitian besar dalam setahun. Dengan produktivitas yang sangat kecil ini, CNHDRC tidak akan mampu menghasilkan riset yang dapat di-recognize oleh policy makers. Di sisi lain, sebelum tahun 2005 Pemerintah Tiongkok kurang menaruh perhatian terhadap sektor kesehatan. Lingkungan ini menyebabkan CNHDRC kurang dapat berperan optimal dalam pengembangan sekot kesehatan, khususnya dalam mendorong pemerintah untuk menghasilkan kebijakan berbasis bukti. Tahun 2005, saat terjadi wabah SARS, setidaknya 7000 warga Tiongkok terinfeksi sehingga meningkatkan awareness pemerintah untuk mereformasi sistem dan kebijakan kesehatan. CNHDRC menjadi lembaga yang dipercaya untuk melakukan berbagai riset terkait dengan reformasi tersebut. Setidaknya ada tiga hal kunci menurut Yang untuk bisa menjadikan research center sebagai lembaga think tank yang “didengar” oleh policy makers.
Selain ketiga hal yang terdapat pada lembaga tersebut di atas, komitmen pemerintah Tiongkok terhadap sektor kesehatan cukup tinggi. Pemerintah merespon rekomendasi dari berbagai hasil riset menjadi kebijakan. Hal ini juga diakui oleh Dr. Kalipso, Direktur NICE Internasional yang telah bekerjasama sejak awal berdirinya lembaga ini. Namun demikian, belum semua penetapan prioritas menggunakan hasil riset sebagai basisnya. Hal ini terungkap dari Li Ping Ma, peneliti dari National Institute of Hospital Administration (salah satu lembaga riset di bawah MOH selain CNHDRC) yang mengkhususkan diri pada area manajemen rumah sakit. Menurut Ma, pemerintah belum melihat kebutuhan untuk memperbaiki regulasi pada manajemen rumah sakit sebagai hal yang urgent. Berbeda dengan dengan isu HIV-AIDS misalnya, dimana pemerintah menaruh perhatian penuh. (pea) *Peneliti dan Konsultan pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM[/restab] [restab title=”Day – 4 (11 Mei 2015)“] Peran Lembaga Think Tank di Tiongkok dalam Pembuatan Kebijakan Workshop Internasional Shanghai Academic of Social Science ![]() Chinese Economic Reform and Social Development
Salah satu point penting yang disampaikan oleh Prof. Yang dalam proses reformasi di Tiongkok adalah penghargaan terhadap sejarah sebagai negara agraris. Seandainya Tiongkok tidak memperhitungkan asal muasalnya sebagai negara agraris dan hanya meng-adopt proses reformsi dari negara lain, dapat dipastikan proses reformasi di Tiongkok tidak akan sesukses saat ini. Dalam proses reformasi ini, SASS memainkan peran penting sebagai lembaga think tank yang:
Menurut Prof. Yang, faktor kunci sukses SASS antara lain:
Namun ada masalah penting yang dihadapi oleh Shanghai, antara lain:
Professor Lu menekankan bahwa transparansi dalam proses decision making sangat penting. Kontribusi yang telah diberikan oleh SASS menurut Prof. Lu antara lain:
Masyarakat Tiongkok juga menghadapi masalah ketidakmerataan akses pelayanan publik di seluruh Tiongkok. Pemerintah harus terus menguapayakan untuk menutup gap yang terjadi antara harapan publik dengan kenyataan. Contohnya, pemerintah ingin menyamakan standar pelayanan publik di seluruh Tiongkok. Namun hal tersebut pada implementasinya tergantung pada kemampuan masing-masing daerah. Jadi, saat ini pemerintah sedang berusaha untuk melahirkan kebijakan yang sifatnya nation-wide, yaitu menyamakan standar fasilitas publik. Shanghai sendiri berusaha melahirkan kebijakan agar penduduk pendatang dapat menikmati fasilitas publik dan social security system sama dengan penduduk asli. Political Reform and The Role of Law
Menurutnya, Tiongkok harus diatur dengan menerapkan hukum secara ketat. Policy makers harus melakukan konsultasi dengan lembaga think tank, untuk menghasilkan kebijakan yang benar. Opini publik penting untuk dikumpulkan, melalui public hearing yang diselenggarakan secara reguler. Salah satu contoh hasil penelitian lembaga ini adalah adanya regulasi mengenai standar pemukiman, dimana pada setiap 100 rumah harus ada 60 tempat parkir. Ini diproyeksikan akan menjadi future issue yang perlu dihadapi dengan serius. Evidence-Based Policy and the Role of Think Tanks in China and Indonesia
Tantangan yang dihadapi oleh lembaga think tank di Tiongkok adalah pesatnya pertumbuhan ekonomi negara ini yang mendorong tingginya kebutuhan (demand) policy makers untuk menghasilkan kebijakan dan regulasi-regulasi untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat mendukung kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Khusus untuk Kota Shanghai, tantangan lainnya adalah rendahnya pertumbuhan penduduk yang berdampak pada rendahnya supply tenaga kerja dari dalam daerah. Dengan demikian Shanghai tergantung pada daerah lain untuk memenuhi posisi tenaga kerja. Hal ini berdampak pada kebijakan dan regulasi yang diterapkan pada warga asli, pendatang maupun warga sementara. Ke depannya pemerintah Shanghai akan menerapkan kebijakan yang sama untuk semua jenis warga tersebut, termasuk dalam hal social security coverage.
Independensi pendanaan bagi lembaga think tank sangat penting untuk reputasi lembaga menurut Professor Li Lin dari Think Tank Research Center, SASS. Oleh karena itu, lembaga think tank harus transparan mengenai dari mana asal dana penelitiannya. Ia mencontohkan di AS, hampir semua dana berasal dari sektor privat. Sebaliknya, di Jerman justru pendanaan merupakan kewajiban pemerintah untuk menjaga independensi lembaga. Dia juga menambahkan bahwa kompetisi (dalam mendapatkan sumber daya termausk pendanaan) merupakan tekanan yang baik bagi lembaga think tank agar memiliki rangsangan untuk inovasi. Meskipun banyak lembaga yang secara finansial mendapat dukungan dari pemerintah, namun mereka independen dalam menentukan research agenda masing-masing. Hal ini dilakukan untuk menjaga obyektifitas hasil penelitian dan rekomendasi yang diberikan. Dalam seminar ini hampir semua nara sumber berkali-kali menekankan bahwa sebuah lembaga think tank harus:
*Peneliti dan Konsultan pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM [/restab][/restabs]
05 May2015
Pegawai RS Haji Pemprov Sulsel Mogok Kerjamanajemenrumahsakit.net :: MAKASSAR – Ratusan pegawai, tenaga medis, tenaga administrasi Rumah Sakit (RS) Haji PemproV Sulawesi Selatan di Jalan Daeng Ngeppe, Kota Makassar, mogok kerja. Mereka menuntut Direktur RS Haji, Nurhasana Palinrungi, bersama sejumlah jajarannya mundur. Nurhasanah dan sejumlah bawahannya dituding korupsi hingga miliaran rupiah. Selain itu ia dinilai tidak mampu menyejahterahkan pegawainya. Bahkan Nurhasana dituding tidak adil dalam menerapkan aturan pembagian uang layanan jasa, antara para tenaga lapangan dan pejabat RS Haji. “Uang pelayanan jasa sangat jomplang. Direktur dan kepala-kepala bidangnya menerima hingga Rp32 juta sementara perawat hanya Rp1,3 juta hingga Rp2,1 juta,” ujar seorang perawat RS Haji Sulsel Syarifuddin, Senin (4/5/2015). Selain itu, Nurhasanah diduga menggelapkan sejumlah uang yang harusnya digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi kelangkapan rumah sakit. Pada tahun 2013-2014, pelayanan jasa surplus mencapai Rp5,5 miliar. “Namun nyatanya, bangunan banyak rusak, padahal baru setahun beroperasi. Tempat tidur rusak dan plafon runtuh. Mesin Anastesi untuk memonitor stabil tidaknya kondisi pasien, juga sudah rusak padahal baru tiga bulan digunakan,” terangnya. Aksi para pekerja rumah sakit membuat pelayanan terganggu. Pasalnya, mereka hanya melayani pasien yang sudah dirawat. Imbas lainnya, pasien yang sudah diperbolehkan pulang tidak bisa meninggalkan rumah sakit karena tidak ada pegawai yang melayani proses administrasi. “Seharusnya saya sudah pulang tapi masih tertahan,” tutur Sodik (39), pasien kecelakaan lalu lintas yang dirawat di ruang bedah Ar Rahman, lantai 2 RS Haji. (ris) Sumber: okezone.com
05 May2015
Ratusan Tenaga Medis Mogok, Pasien Rumah Sakit Telantar
“Ibu saya yang sakit usus buntu batal diperiksa, kami jadinya khawatir dengan kondisi beliau,” kata Rani, warga Nagori Tiga Balata, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun. Rani berharap para tenaga medis dan pihak rumah sakit menyelesaikan permasalahan internal mereka secara bijak tanpa mengorbankan warga yang membutuhkan perawatan dan pengobatan. Para dokter dan perawat melakukan aksi mogok tugas untuk menuntut pembayaran jasa medis yang belum dibayar manajemen rumah sakit sebesar Rp20 miliar. Mereka menilai Direktur RSUD Djasamen Saragih, dr Ria Telambanua tidak mampu mengelola rumah sakit milik Pemko dan menuntut agar mundur dari jabatannya. “Jika tuntutan ini tidak direalisasikan, kami akan terus melakukan mogok kerja,” kata Koordinator aksi, dr Reinhard Hutahean. Dampak kasus ini, tiga dokter yang bertugas di RSUD Djasamen Saragih telah mengundurkan diri, dan memilih membuka praktik. Sumber: republika.co.id
05 May2015
Jokowi Ancam Cabut Izin Rumah Sakit tak Layani KISmanajemenrumahsakit.net :: Klaten – Presiden Joko Widodo menyatakan rumah sakit swasta yang tidak mau menerima dan melayani masyarakat pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) maka izinnya akan dicabut. Jokowi bahkan menegaskan akan “memaksa” seluruh rumah sakit (RS) swasta di Indonesia untuk menerima dan melayani KIS. “Ini memang belum semua rumah sakit hanya yang negeri, tapi belum semua rumah sakit swasta bisa terima ini. Semua (nanti) akan saya paksa harus mau terima ini (KIS),” kata Presiden Jokowi di SD Temuwangi 2, Dusun Temuwangi, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Senin (4/5/2015). Pada kesempatan itu, Presiden membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) Kepada perwakilan masyarakat di Dusun Temuwangi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ia mengatakan, percuma jika menjadi Presiden tapi tidak tegas. “Ini tak pekso (paksa) kalau tidak mau, izin saya cabut. Dadi Presiden ora kendel (jadi Presiden tak berani). Nggih mboten (iya enggak)?” Kata Presiden. Ia berkomunikasi dengan masyarakat setelah menyerahkan kartu-kartu itu kepada perwakilan bahkan sempat berinteraksi dengan para siswa penerima KIP. Presiden pada kesempatan itu ingin memastikan jangan sampai ada masyarakat yang sakit rapi tidak mendapatkan akses kesehatan. Namun Presiden menegaskan penggunaan kartu harus berjenjang yakni terlebih dahulu ke Puskesmas kemudian jika sakitnya parah dirujuk ke rumah sakit. “Jadi urutan harus jelas sakitnya flu jangan ke rumah sakit, ke Puskesmas dulu cek apa flu apa paru-paru kalau diberi rujukan baru ke rumah sakit. Batuk-batuk ke rumah sakit ditolak jangan marah, lesu, nanti rumah sakit penuh dan yang sakit berat tidak tertangani,” katanya. Ia mengatakan KIS harus dilayani oleh rumah sakit karena sejatinya hal itu dibayar oleh negara. Kepala Negara meminta jika ada masyarakat pemegang KIS tidak dilayani agar segera melaporkan. “Ini proses diperbaiki meskipun tidak menutup mata memang masih ada yang suka bentak-bentak, Bu Menkes kalau ada rumah sakit yang sering nolak kartu ini dan tidak ramah langsung diperingatkan,” katanya.[tar] Sumber: inilah.com
04 May2015
Sangihe Bakal Dibangun Empat Rumah Sakit Pratamamanajemenrumahsakit.net :: TAHUNA: Terobosan untuk menunjang kesehatan masyarakat di wilayah-wilayah terpencil, pulau-pulau dan perbatasan, selalu mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Bahkan peningkatannya terus didorong melalui penyediaan sarana dan prasarana kesehatan. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda), Josephus Kakondo BAE, di Daerah Kepulauan Sangihe bakal dibangun empat Rumah Sakit Pratama.
04 May2015
Dokter Indonesia Akan Bantu RS di Nepal Tangani Korban Gempamanajemenrumahsakit.net :: Kathmandu – Di antara tim bantuan bencana gempa Nepal, BNPB membawa serta sejumlah dokter. Dokter-dokter itu rencananya akan bekerja di rumah sakit tenda yang akan didirikan tim. Namun, tim belum mendapatkan lokasi di mana korban gempa Nepal sangat membutuhkan bantuan medis. Sehingga, dokter-dokter tersebut akan ditempatkan di rumah sakit lokal untuk membantu penanganan korban gempa. “Ada 5 sampai 10 orang tenaga kesehatan yang akan membantu di RS Kantipur, dipimpin dr Kustandi ahli ortopedi,” kata Wakil Ketua Tim Bantuan Indonesia untuk Nepal, Kolonel Inf Senmart Tonda di Kathmandu, Nepal, Minggu (3/5/2015). Menurut Tonda, dokter-dokter itu sejak tiba di Nepal pada Sabtu (2/5) dini hari sudah ingin bekerja. Tetapi koordinasi dengan pemerintah setempat dan PBB untuk lokasi rumah sakit tenda belum membuahkan hasil positif. “Kemarin dijanjikan (di Khatmandu), tapi berdasarkan assesment lokasinya itu tidak sesuai dengan berdirinya RS di lapangan,” ujar Tonda. “Kita ingin di worst area tapi kondisi tidak demikian. Sudah beberapa rumah sakit, dan kita harus mengatakan bantuan ini sifatnya permanen 2-3 bulan. Kalau salah tempat, kita harus assesment ulang,” tambahnya. Selain tim dokter yang akan ditempatkan di rumah sakit setempat, tim lainnya akan ditugaskan untuk melakukan koordinasi lanjutan dengan pemerintah Nepal dan PBB. Tim terakhir akan menuju lokasi yang kemungkinan menjadi tempat berdirinya rumah sakit tenda. “Tim dokter sudah turun tapi di rumah sakit lokal. Tenaga siap, rumah sakit setempat membutuhkan dokter jadi kami mem-back up,” ucap Tonda. Sumber: detik.com
04 May2015
OMNI Bangun Rumah Sakit Ketiga di Cikarang Senilai 30 Juta Dollar Amerika
Manajemen SAME melakukan kegiatan Ground Breaking Ceremony (penanaman tiang pancang) sebagai tanda dimulainya pembangunan OMNI Hospital Cikarang, Kamis (30/4/2015) OMNI Hospital Cikarang akan memiliki 6 lantai, dengan bangunan seluas kurang lebih 13,000 m2 dan dilengkapi dengan 150 unit parkir yang dibangun dalam kawasan superblok The OASIS seluas 13,5 Hektar. Superblock ini terdiri dari office tower, apartment, hotel, commercial, corporate tower dan town house. |
06 May2015