Dream – Banyak rumah sakit swasta yang takut untuk ikut bergabung dalam layanan jaminan kesehatan. Salah satu alasan yang kerap muncul ialah masih lemahnya manajemen penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat, yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Itulah sedikit pemaparan yang diberikan oleh Penanggung Jawab Prospective Payment SystemRS Baptis Batu, Malang Dita Pratiwi.
Meski mendengar banyak informasi terkait BPJS Kesehatan, rumah sakit tempatnya bekerja tetap menjalankan menggunakan jaminan sosial baru itu.
“Kami dari awal mencoba komitmen untuk melayani. Dari masa pelayanan Askes (Asuransi Kesehatan) hingga setelah regulasi berubah, kami mengikuti dengan menggunakan BPJS Kesehatan,” jelas Dita.
Menurutnya, untuk menghindari desifit keuangan rumah sakit, dirinya menerapkan pengaturan keuangan yang ketat. Dia mengatakan, salah satu cara yang dilakukan ialah menyesuaikan aturan pada obat yang digunakan pasien.
“Misalnya, kalau di rumah sakit kami, pasien tidak bisa meminta jenis obat tertentu. Obat untuk pasien sudah ditentukan dengan ketentuan dalam BPJS Kesehatan yang diikuti (pasien-red),” terangnya.
Meski begitu, untuk beberapa kondisi yang khusus rumah sakit tempat dirinya bekerja masih melakukan komitmen pelayanan untuk pasien. Dia mencontohkan kondisi khusus tersebut pada pasien anemia yang membutuhkan kantong darah.
“Bayangkan saja, jika pasien membutuhkan 8 kantong darah dan setiap kantongnya dikenai Rp 75 ribu, berapa yang harus dibayar pasien dalam kondisi normal? Tapi, dengan BPJS Kesehatan seorang pasien bisa hanya membayar Rp 35 ribu, sisanya kami tanggung,” ungkapnya mencontohkan.
Menurutnya, persoalan manajemen keuangan rumah sakit swasta sangat jauh berbeda dengan rumah sakit milik pemerintah. Sebab, salah satu pegawai di rumah sakit pemerintah telah dibiayai negara.
“Kita menerapkan fix cost pegawai dengan ketat. Kalau tidak, kami tidak dapat menggaji pegawai dan menjalankan operasionalnya,” pungkasnya. (Ism)
Sumber: dream.co.id