manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA – Sejak pertama kali diberlakukan pada 1 Januari 2014 lalu, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sampai saat ini belum menunjukkan realisasi yang maksimal. Salah satu penyebabnya karena Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara belum bisa merangkul penyedia fasilitas kesehatan dengan baik, terutama rumah sakit (RS) swasta.
Di DKI Jakarta saja, tercatat ada 152 RS swasta, namun 71 RS diantaranya menolak menjadi rekanan BPJS. Alasannya, rumah sakit tersebut tidak mau menampung pasien BPJS karena keberatan dengan premi yang ditawarkan pemerintah. Mereka beranggapan, biaya yang diatur dalam sistem Indonesia Case-Base Groups (INA CBGs) terlalu rendah.
Sesuai INA CBGs, premi yang dipatok adalah Rp19.225 per orang per bulan untuk kelas III. Pengelola rumah sakit khawatir, pembayaran yang rendah itu akan menurunkan kualitas pengobatan.
Melansir dari data litbang Okezone, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dien Emmawati mengatakan, rata-rata RS yang tidak bersedia melayani pasien BPJS adalah rumah sakit elite. Namun, dia menolak menyebutkan secara detail puluhan rumah sakit tersebut.
Padahal untuk daerah Jakarta saja JKN telah menjangkau 1,271 juta warga miskin. Namun, masih ada 2,106 juta lainnya yang belum terjangkau. Mereka merupakan peserta KJS yang didaftarkan ke BPJS.
Secara nasional juga RS swasta yang belum terintegrasi dengan BPJS masih ada sekitar 600 RS. Sisanya 800 RS swasta sudah bergabung. Total saat ini sudah ada 1800 rumah sakit swasta dan pemerintah yang tercatat telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Sumber: okezone.com