Bali – Kendati program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan, layanan kesehatan gratis yang dinaungi Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) akan tetap dijalankan.
Archive for 2014
RSUP Haji Adam Malik Bersiap Hadapi ‘Ledakan’ Jumlah Pasien Suspect MERS
MedanBisnis – Medan. Musim haji yang semakin dekat dan jamaah umrah yang terus berangkat ke Arab Saudi membuat Indonesia rentan penyebaran virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik pun bersiap menerima pasien-pasien MERS. Dokter spesialis paru di RSUP Haji Adam Malik Prof Luhur Soeroso menyatakan, pihak rumah sakit sudah bersiap menghadapi kemungkinan situasi tersebut. Ruangan untuk perawatan para pasien yang diduga atau suspect MERS juga sudah disiapkan.
“Ruangan flu burung dulu, itu tempat ruang rawat mereka (nanti),” kata Soeroso kepada wartawan di RSUP Haji Adam Malik, Jalan Bunga Lau, Medan, Selasa (6/5) siang.
Disebutkan Soeroso, peluang untuk terjangkit virus MERS sangat besar bagi orang yang datang ke Arab Saudi, negara yang menjadi sumber penyebaran virus MERS. Musim haji yang semakin dekat dan banyaknya jamaah umrah yang setiap minggu ke Arab Saudi, termasuk dari Sumut, memperbesar peluang menyebarnya virus itu Sumut.
RSUP Haji Adam Malik sudah berpengalaman menangani pasien pengidap virus H5N1 atau flu burung beberapa tahun silam. Bahkan ada pasien asal Kabupaten Karo yang berhasil disembuhkan. Pasien-pasien itu ditangani di ruangan khusus di rumah sakit tersebut. Ruangan itulah yang akan dipergunakan nanti, yakni Gedung Rawat Infeksius.
“Gejala MERS dan flu burung hampir sama, tapi nanti setelah diperiksa baru diketahui apakah MERS atau bukan,” kata Soeroso.
Dikatakannya, kebanyakan korban yang terkena MERS adalah orang yang berusia 50 tahun ke atas, namun ada juga kasus wanita hamil yang terinfeksi. Selain itu mereka yang menderita diabetes, atau penyakit paru kronis, semakin rentan terjangkit virus itu.
Sebelumnya seorang warga Medan yang baru usai melaksanakan umrah berinisial KHS (64) meninggal dunia saat dirawat di RSUP Haji Adam Malik, Minggu (4/5). Dia mengalami gejala mirip MERS tetapi tidak sempat dipastikan karena pihak keluarga tidak mengizinkan dilakukan pengambilan sampel atau swap.
Saat ini RSUP Haji Adam Malik juga tengah merawat seorang suspect MERS, yakni SHN (50) perempuan asal Kabupaten Deli Serdang, Sumut. Dia diketahui melaksanakan umrah dan tiba di Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, pada (2/5) sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah mendapat perawatan awal, dia kemudian dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik dan kini ditempatkan di Gedung Rawat Infeksius.(dtc)
Sumber: medanbisnisdaily.com
Dinkes Papua Kerja Sama Tiga RS Swasta
Dinas Kesehatan (Dinkes), Provinsi Papua di Jayapura, menjalin kerja sama dengan tiga rumah sakit swasta di daerah itu guna meningkatkan pelayanan kepada pasien yang menggunakan Kartu Papua Sehat (KPS).
Kepala Dinas Kesehatan Papua, drg. Aloysius Giyai di Jayapura, Selasa, mengatakan, ketiga rumah sakit swasta yang menjalin kerja sama dengan pihaknya adalah Rumah Sakit Marthen Indey, Rumah Sakit TNI Angkatan laut dan Rumah Sakit Dian Harapan.
Kerja sama ditandai dengan penandatangan Momerandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara kepala dinas kesehatan Papua dengan ketiga direktur rumah sakit tersebut. “Kerja sama yang kami lakukan harus secara tertulis supaya jelas,” ujarnya.
Menurut dia, melalui kerja sama yang dibangun, tiga rumah sakit itu dapat melayani pasien menggunakan KPS. Selain itu, ketiga rumah sakit swasta ini dapat melayani pasien rujukan dari rumah sakit milik pemerintah, misalnya, pasien dari Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura.
Dia mengatakan, kerja itu akan memudahkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat. “Masyarakat tidak lagi sulit mendapat layanan kesehatan di rumah sakit swasta,” tuturnya.
Sebelumnya, kata dia, ketika tidak ada kerja sama dengan rumah sakit swasta masyarakat harus membayar mahal saat berobat dan mendapat layanan kesehatan di RS swasta sehingga pasien yang status ekonominya lemah terpaksa memilih tidak masuk rumah sakit.
Tidak hanya itu, menurut dia, Kartu jaminan kesehatan yakni Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda) yang dikelurkan sebelum KPS oleh pemerintah Papua untuk warga, sama sekali tidak berlaku di rumah sakit swasta.
Rumah sakit swasta, lanjut dia, juga tidak bisa menerima pasien rujukan dari rumah sakit pemerintah. “Hal ini secara tidak langsung menyulitkan masyarakat untuk mendapat akses pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Saat ini pihaknya hendak mengubah pola pelayanan kesehatan sebelumnya. Dengan begitu, masyarakat juga leluasa mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta maupun di rumah sakit pemerintah.(ant/ris)
Sumber: ciputranews.com
Edisi Minggu ini: 06 – 12 Mei 2014
Peneliti: Christiane Degen dan Ludwig Kuntz
06 May2014
Era JKN, RS Surplus atau Defisit?Era JKN, RS Surplus atau Defisit? Putu Eka Andayani[1]
Di tengah hiruk pikuk pelaksanaan JKN tersebut, salah satu isu yang paling sering muncul adalah mengenai tarif yang oleh sebagian pihak dirasakan merugikan RS (dan pasien). Hal ini karena tarif berlaku secara paket yang sudah mencakup seluruh biaya pelayanan, padahal sebelumnya RS terbiasa dengan tarif berdasarkan jenis dan volume kegiatan. Dengan sistem paket, RS seolah-olah dibatasi dalam memberikan pelayanan sehingga mempengaruhi mutunya. Prinsip asuransi kesehatan – apalagi asuransi sosial – memang untuk mengendalikan biaya pelayanan. Agar prinsip ini bisa berjalan, maka pelayanan yang dilakukan harus sesuai dengan standar kedokteran terbaik yang bisa diterima baik secara etika maupun biaya. Dengan demikian, pemberi pelayanan hanya akan melakukan tindakan yang sesuai standar, supply induced demand bisa dicegah dan para tenaga profesional bisa bekerja lebih nyaman karena bekerja menurut standar berarti terlindungi dari berbagai kemungkinan tuntutan hukum. Hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip out of pocket yang menghitung biaya berdasarkan volume tindakan atau pelayanan pada pasien. Pada kondisi ini pasien menanggung seluruh risiko biaya yang terjadi (termasuk jika terjadi tindakan atau pengobatan yang tidak perlu). Hal ini karena pasien tidak memiliki instrumen pengendali seperti yang dimiliki perusahaan asuransi atau pengelola dana jaminan kesehatan. Tidak mengherankan jika kemudian muncul istilah “Sadikin” atau sakit sedikit bisa jadi miskin. Itulah sebabnya, negara maju yang telah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya akan menggunakan asuransi (yang menggunakan sistem paket) sebagai pengendali biaya sekaligus memberikan akses pelayanan lebih luas pada masyarakat. Jadi sebenarnya pemerintah Indonesia menerapkan JKN untuk menuju pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Masalah terjadi ketika pelayanan menggunakan prinsip paket, namun mindset pemberi pelayanan masih pada prinsip “out of pocket”. Dengan prinsip paket, tindakan di luar prosedur akan berisiko menyebabkan terjadinya “over-budget”. Tentu saja seluruh kasus harus ada clinical path way-nya, agar sejalan dengan prinsip JKN. Namun saat ini, baru sedikit sekali kasus yang sudah ada clinical path way-nya. RS cenderung menggunakan standar lokal. Bahkan banyak RS yang belum memiliki SOP lokal sehingga menggunakan standar personal dimana antara dua dokter dalam satu RS bisa memiliki pendekatan yang berbeda. Tentu saja ini memicu biaya pelayanan yang tinggi, berlawanan dengan prinsip pengendalian biaya pada era JKN. Pada kondisi ini, tentunya RS tidak bisa berharap surplus dari pelayanan pasien BPJS. Oleh karena itu, pengembangan clinical path way masih menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi asosiasi profesi jika ingin memperbaiki sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Di sisi lain, tarif yang berlaku di RS daerah pada umumnya adalah tarif yang ditetapkan dengan Perda. Banyak sekali RS yang belum mampu menghitung unit cost sebagai dasar penghitungan tarif, sehingga tarif Perda tidak menggambarkan biaya pelayanan yang terjadi di RS. Meskipun RS mampu menghitung unit cost pelayanan, tarif Perda (untuk pelayanan kelas III) biasanya akan ditetapkan lebih rendah dari unit cost tersebut (tarif pelayanan non kelas III ditetapkan dengan SK Kepala Daerah), dengan catatan RS masih mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah untuk gaji PNS dan beberapa biaya investasi serta maintenance. Jika tarif Perda lebih rendah daripada tarif INA-CBGs, RS dengan mudah bisa mengklaim “untung”. Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah yang dialami oleh RS benar untung atau keuntungan semu, sebab tarif INA-CBGs sudah meliputi biaya gaji dan investasi. Perlu kehati-hatian dalam mengungkapkan hal ini, karena dapat berdampak pada kebijakan yang berlaku nasional. Jika RS melakukan penghitungan unit cost (termasuk biaya investasi dan gaji PNS) dengan benar, maka akan diketahui dengan pasti berapa sebenarnya surplus atau defisit yang dialami RS. Hal ini juga pernah diungkapkan juga oleh peneliti dari PKMK FK UGM pada seminar mengenai Reformasi Pengorganisasian RS beberapa waktu lalu.
[1] Konsultan dan Peneliti pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
06 May2014
Tingkatkan Mutu Layanan, RSUD Tabanan Diakreditasi
Selama 3 hari ini, kegiatan diawali presentasi dari Direktur BRSUD Tabanan dr. Nyoman Susila mengenai program peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) di BRSU Tabanan. dr. Susila menjelaskan ada 4 dimensi mutu yang harus sesuai dengan standar akreditasi RS, diantaranya kemanan (safety), efektifitas, efisiensi dan keadilan/ kesamaan pelayanan (equity). Berdasarkan dimensi mutu tersebut, terdapat 26 indikator mutu yang harus diperhatikan, seperti indicator klinis, indicator manajerial dan indicator sasaran internasional keselamatan pasien.
06 May2014
RS Gleneagles dan Pantai Hospital Penang Menyelenggarakan Pariwisata Keakraban
06 May2014
AFTA 2015, Rumah Sakit Swasta Terancam Bangkrut
06 May2014
RSUD Dumai Raih RSSIB Terbaik se-Riau
|