Santo Antonius Hospital in Pontianak, West Kalimantan, has decided to stop cooperation with the Social Security Agency for Health (BPJS Kesehatan), arguing that the fees and standards of service did not match its own.
Santo Antonius
Santo Antonius Hospital in Pontianak, West Kalimantan, has decided to stop cooperation with the Social Security Agency for Health (BPJS Kesehatan), arguing that the fees and standards of service did not match its own.
Santo Antonius
TEMPO.CO, Yogyakarta – Pemerintah Kota Yogyakarta sepakat mengalokasikan dana sebesar Rp 25 miliar dalam APBD 2014 demi menambah sarana penunjang rumah sakit daerah, yakni Rumah Sakit Jogja. Anggaran itu disiapkan guna melipatgandakan kebutuhan bangsal di rumah sakit daerah yang dinilai belum memadai untuk pelaksanaan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
suaramandiri.com (Surabaya) – BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dibentuk sesuai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 menggantikan PT Askes Indonesia dan PT Jamsostek. Hasil monitoring atau pemantauan langsung pelaksanaan BPJS Kesehatan oleh KPP (Komisi Pelayanan Publik) Jatim di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Sidoarjo, Kamis (23/01) ternyata banyak ditemukan kendala teknis dan non teknis.
“Masyarakat masih bingung untuk mengakses pelayanan Rumah Sakit (RS), karena berubahnya alur pelayanan. Diantaranya pasien yang dulu tergabung dalam Askes harus mondar-mandir fotocopy untuk pemenuhan syarat pelayanan, di Poli Jantung. Pelayanan sistem paket INA CBG’s dirasa masyarakat menyulitkan pasien, sebab sebelumnya mendapat paket obat selama 30 hari, sekarang berkurang hanya menjadi 7 hari. Sehingga pasien harus empat kali ke RS setiap bulannya yang mengakibatkan beban transport dan akomodasi membengkak,” ungkap Nuning Rodiyah salah satu Komisioner KPP Jatim melalui BlackBerry Mesengger.
Lebih lanjut Nuning Rodiyah mengatakan untuk perspektif dari sudut pandang dari pihak RSUD Sidoarjo juga mengeluh mengenai diterapkannya BPJS kesehatan ini. Wanita cantik ini menyebut sistem rujukan yang menyulitkan RS, karena banyak pasien seharusnya bisa dilayani oleh penyelenggara kesehatan primer yaitu dokter keluarga atau Puskesmas yang langsung dirujuk ke RS. Menurutnya alasan pasien adalah tidak lengkapnya fasilitas kesehatan yang ada di dokter keluarga atau Puskesmas.
“Hal ini menimbulkan kekhawatiran RSUD Sidoarjo terhadap implementasi BPJS dengan tidak dibayarkannya klaim. Pasalnya MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman antara BPJS dengan RSUD Sidoarjo belum ditandatangani. Sistem informasi belum dimutakhirkan secara optimal mengakibatkan RSUD Sidoarjo sering menemukan data peserta BPJS kesehatan yang belum aktif secara sistem, tetapi memiliki kartu BPJS. Akhirnya RSUD Sidoarjo melakukan pendataan secara manual, sehingga beban pegawai RS tersebut menjadi bertambah. Selain itu, minimnya petugas verifikator di RSUD Sidoarjo dikuatirkan menimbulkan keterlambatan pembayaran klaim yang nantinya dapat menghambat pelayanan,” tandasnya.
Disinggung tanggapan RSUD Sidoarjo terkait adanya pemantauan langsung yang dilakukan KPP Jatim, Nuning Rodiyah menerangkan RS plat merah itu mengapreasiasi secara positif. Ia mengutip janji Atok Irawan, Direktur Utama RSUD Sidoarjo yang akan mengoptimalkan koordinasi dengan BPJS, meningkatkan kualitas pelayanan, dan sumber daya manusia. (Yudha)
Sumber: suaramandiri.com
Surabaya (Antara Jatim) – Pihak RSUD Bakti Dharma Husada Kota Surabaya membantah telah menghilangkan jasad bayi yang baru dilahirkan prematur oleh pasien bernama Sofiyah di Rumah Sakit Graha Medika Wiyung yang dirujuk ke rumah sakit itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rahmanita, di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Senin, menyampaikan klarifikasi untuk meluruskan informasi seputar jasad bayi yang hilang di RSUD BDH.
“Kami ingin meluruskan bahwa sewaktu pasien dirujuk dari RS Graha Medika ke RS BDH itu tanpa bayi. RSUD BDH tidak pernah menerima pasien bersama jasad bayi. Jadi, bayi yang meninggal itu tidak ada kaitannya dengan rumah sakit milik Pemkot Surabaya itu,” tegas Febria,
didampingi Direktur RSUD Bakti Darma Husada (BDH), Maya Syariah Saleh.
Febria menjelaskan surat rujukan dari RS Graha Medika tersebut hanya bertuliskan nama pasien yang ditandatangani oleh bidan di rumah sakit tersebut.
“Rekam mediknya ada di RS Graha Medika. Jadi, dalam surat rujukan itu hanya ibu Sofiyah. Jenazah bayi tidak disertakan ke RSUD BDH. Yang kita tangani berdasar rujukan, di luar itu tidak kita ketahui,” ujarnya.
Febria menegaskan bahwa pihaknya belum melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Tetapi, Dinkes Kota Surabaya sudah memanggil pihak RS Graha Medika dan RSUD BDH untuk melakukan klarifikasi terkait kasus hilangnya jasad bayi tersebut.
“Pihak RS Graha Medika sedang melakukan investigasi internal atas kasus ini dan sudah melapor ke polisi. Kita tunggu laporan dari kepolisian,” katanya.
Sementara itu, Dirut RSUD BDH Maya Syariah mengatakan pasien bernama Sofiyah yang diketahui warga Putroagung III/19 itu dikirim dari RS Graha Medika Wiyung ke RSUD BDH pada Rabu (22/1) pukul 12.50 WIB.
Pasien tersebut dirujuk ke RSUD BDH karena mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan secara prematur dan RS Graha Medika tidak mampu menanganinya.
Di rumah sakit milik Pemkot Surabaya yang berlokasi di Benowo ini, pasien langsung ditangani dengan dilakukan stabilisasi.
Namun, lanjut dia, karena RSUD BDH kebetulan tidak mempunyai persediaan darah, RSUD BDH lantas merujuk pasien tersebut ke RSUD dr Soetomo.
“Pasien kita kirim ke RSUD dr.Soetomo sekitar pukul 15.00 WIB dalam kondisi stabil. Saat ini, pasien masih dirawat di sana, kondisinya sudah membaik,” ujar Maya. (*)
Sumber: antarajatim.com
ACEH BARAT DAYA– Sebutan Rumah Sakit Regional hanya diperuntukkan jika pelayanan Rumah Sakit sudah baik. Dalam hal ini Pemerintah Aceh tidak ada membangun RS Regional melainkan hanya Revitalisasi dan Relokasi.
Santer isu beredar akhir-akhir ini tentang Rumah Sakit Regional bantuan Pemerintah Jerman, kata Jufri tidaklah benar, karena menurutnya bantuan hanya relokasi karena lokasi saat ini tak bisa dilakukan revitalisasi.
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
Minggu lalu, tanggal 24-25 Januari telah berlangsung Kongres pertama InaHEA di Bandung. Kongres yang diselenggarakan oleh para ahli ekonomi kesehatan Indonesia ini mengusung tema “Menuju Era Ekonomi Kesehatan Indonesia”. Ada empat sesi yang relevan dengan manajemen rumah sakit pada kongres ini, yaitu yang bertema Efisiensi RS dan yang bertema Mutu Pelayanan di RS. Para pembicara merupakan praktisi manajemen perumahsakitan maupun para peneliti yang berasal dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Bagi anda yang tidak sempat mengikuti kongres ini, kami menyajikan reportase dari setiap sesi yang dapat ada ikuti dengan meng-klik judul reportase di bawah ini: Selamat mengikuti.
+ Artikel
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Kajian Media Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional |
|
Handbook on Health Inequality Monitoring |
Reportase Kongres InaHEA
Bandung, 24 – 25 Januari 2014
Sesi Efisiensi RS 1 | Mutu Layanan
Sesi Efisiensi Rumah Sakit – 2
Reporter: DR. Dra. Anastasia Susty Ambarriani. MSi., Akt., CA
Sesi Presentasi Oral Kedua Efisiensi RS 2, dimoderatori oleh DR. Drg. Julita Hendrartini, MKes, AAK. Efisiensi pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk menghindari pemborosan biaya pelayanan yang dapat membebani pasien. Pelayanan kesehatan yang efisien akan memberi kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik dan merata. Dalam Kongres pertama InaHEA ini, efisiensi rumah sakit sebagai ujung tombak tercapainya kesejahteraan kesehatan nasional menjadi topik yang penting. Berbagai penelitian yang terkait dengan efisiensi rumah sakit disajikan oleh para pemateri.
Dalam sesi kedua untuk presentasi oral ini, hadir empat pemateri yang masing-masing menyajikan hasil riset yang terkait dengan upaya efisiensi rumah sakit. Sesi ini dimulai jam 15.15 WIB, di ruang Socrates, Hotel Novotel, Bandung. Topik pertama disajikan oleh Dr. Andreasta Meliala, MKes, MAS, Dipl.PH, dari Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Topik yang disajikan oleh penyaji pertama ini berjudul “Kepuasan Kompensasi Dokter di Rumah sakit dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional”.
Dalam topik ini, penyaji menyampaikan bahwa kepuasan kompensasi dokter berhubungan dengan karakteristik individu dokter (umur, jenis kelamin, kedudukan dalam rumah tangga), mekanisme pembayaran yang berlaku di rumah sakit, besaran jasa, transparansi, keadilan internal dan eksternal di rumah sakit. Outcome bukan merupakan hal yang diperhatikan oleh dokter dalam meningkatkan kepuasan kompensasi. Penyaji juga mengungkapkan bahwa penggunaan model INA-CBG’s dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dapat menurunkan kepuasan kompensasi dokter di rumah sakit. Sosialisasi dan simulasi mekanisme pembayaran kompensasi dokter dengan sistem INA CBG’s perlu dilakukan untuk kesiapan para dokter di rumah sakit dalam era BPJS.
Topik kedua dalam sesi ini disajikan oleh A. Heri Iswanto, Direktur umum RSIA Kemang Medical Care. Topik yang disampaikan oleh Heri berjudul ‘’JKN di RS Swasta dan Strategi Menghadapi JKN”. Topik ini menjelaskan tentang strategi RSIA Kemang Medical Care dalam melakukan efisiensi, strategi yang digunakan oleh RSIA Kemang Medical Care adalah ‘Lean Hospital’. Aksi yang dilakukan dalam lean hospital di Kemang Medical Care antara lain adalah memperpendek waktu tunggu pasien, upaya administrasi dengan metode paperless dan mengubah desain layout rumah sakit sedemikian rupa sehingga aktivitas dapat dilakukan tanpa banyak memboroskan waktu. Hasil yang dicapai dengan pendekatan lean hospital di RSIA Kemang Medical Care sungguh mengagumkan. RSIA dapat menghemat biaya dalam jumlah yang sangat signifikan.
Topik berikutnya dalam sesi ini merupakan artikel hasil penelitian yang ditulis oleh Ambo Sakka, Rahman dan la Ode Ali Imran Ahmad. Topik yang disampaikan kali ini berjudul “ Analisis Investasi Penggunaan Obat oleh Pasien Rawat Inap Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Rumah Sakit Umum Bahtera Mas, Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012”. Dalam presentasinya, penyaji mengungkapkan bahwa obat merupakan bagian penting baik di dalam sistem pelayanan kesehatan Jamkesmas maupun Jamkesda. Hal ini dibuktikan bahwa ketika jumlah pasien Jamkesmas dan Jamkesda menurun, maka penggunaan jumlah obat pun menurun. Sebagai bagian yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan, pengawasan penggunaan obat harus dilakukan dengan hati-hati sebab penggunaan obat berdampak pada investasi dana yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan obat tersebut. Di Rumah Sakit Umum Bahtera Mas Sulawesi Tenggara, investasi obat untuk pasien rawat inap peserta Jamkesmas dan Jamkesda sebagian besar terfokus pada lima jenis obat, meskipun obat yang digunakan ada 218 jenis. Lima jenis obat tersebut mempunyai persentase penggunaan sebesar 32,29 % dari total penggunaan dengan investasi dana sebesar 67,96%. Berdasarkan besarnya investasi untuk obat tersebut, diharapkan pihak terkait melakukan pengawasan yang maksimal terhadap penggunaan obat.
Pemateri selanjutnya adalah Kurnia Sari, yang menyajikan hasil penelitian dengan judul “Pembiayaan Obat di Rumah Sakit Pemerintah: Studi Kasus di 12 Kabupaten/Kota di Indonesia”. Serupa dengan pemateri sebelumnya, Kurnia berpendapat bahwa pengeluaran obat untuk pelayanan kesehatan mempunyai proporsi yang signifikan (30%). Biaya obat yang ditanggung oleh pasien dalam pelayanan kesehatan juga sangat tinggi dan seringkali menjadi beban terbesar dalam pelayanan kesehatan. Hal ini akan sangat terasa terutama bagi pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pemateri dan tim, mengungkapkan bahwa pola distribusi obat di rumah sakit pemerintah sebesar 53% – 57% digunakan untuk pasien rawat inap, sedangkan 43% – 47% digunakan untuk pasien rawat jalan. Dari penggunaan obat tersebut, obat-obatan analgetik dan antibiotik merupakan jenis obat yang menyerap biaya terbesar dari total pembiayaan obat di rumah sakit pemerintah. Pembiayaan obat di rumah sakit pemerintah sebagian besar berasal dari sektor publik, yaitu sebesar 82% -90%, sedangkan sisanya berasal dari donor.
Download Materi:
Pengaruh Knowledge Aquisition, Strategy, characteristic, Management pada kinerja RS
Reportase Kongres InaHEA
Bandung, 24 – 25 Januari 2014
Sesi Efisiensi RS 2 | Mutu Layanan
Sesi Efisiensi Rumah Sakit – 1
Reporter: Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM,. M.Kes
Analisis Efisiensi pada Selisih Klaim INA-CBGs dengan Pendapatan Rumah Sakit di 4 RS Kelas Studi Kasus Persalinan Sectio Caesaria
Oleh: Bambang Wibowo
Download Materi: Analisis Efisiensi pada Selisih Klaim Ina CBG
Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Wibowo dan Mardiati Nadjib ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Fatmawati dan RSUP Hasan Sadikin. Apakah inefisiensi diakibatkan oleh over-treatment atau RS yang kurang efisien, merupakan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab pada penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan (selisih) antara klaim INA-CBGs dengan pendapatan RS yang terutama dipengaruhi oleh perbedaan pada komponen biaya jasa medis dan farmasi. Dari hasil analisis, diketahui bahwa RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Hasan Sadikit adalah RS yang efisien sedangkan RSUP Fatmawati dan RSUP Dr. Sardjito inefisien.
75% kasus umum di RSUP Fatmawati memiliki severity level 1. Hal ini karena tidak ada RS kelas C atau kelas D di bawahnya. Hal ini tergantung juga pada akses pelayanan. Fatmawati bisa mensubsidi sampai dengan 2 juta rupiah/ kasus, sedangkan Kariadi hanya 190-an ribu/kasus. Proporsi pada jasa medik dan obat yang besar menjadi salah satu penyebab inefisiensi.
Setiap RS melakukan strategi yang berbeda untuk mengendalikan efisiensi biaya. RSUP Fatmawati menerapkan clinical pathway, RSUP Kariadi mengendalikan BHP Medis, RSUP Sardjito menerapkan jasa layanan yang sama untuk seluruh kelas pelayanan dan RSUP Hasan Sadikin menerapkan kebijakan bahwa wajib menggunakan obat generik.
Peneliti menyarankan bahwa pengendalian biaya dilakukan juga pada sisi manajemen. Harga e-catalog sebagian lebih tinggi dari harga di luar, sehingga RS perlu strategi khusus. RS perlu mengimplementasikan sistem remunerasi dan subsidi silang untuk kasus yang memberikan selisih negatif.
Analisis Hubungan antara Lama Garu Rawat dengan Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Sepuluh Penyakit Tertinggi Usia Produktif di Instalasi Rawat Inap RSUD Inche Abdul Moeis Samarinda
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Murti Tugiman dan Awalyya Fasha ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kerugian ekonomi yang ditanggung seseorang akibat menderita suatu penyakit tertentu dari sepuluh penyakit terbanyak pada usia produktif. Populasi penelitiannya adalah seluruh pasien rawat inap usia produktif yang menderita satu atau lebih penyakit terbanyak di RSUD Inchea Abdul Moeis Samarinda, tahun 2011. Hasilnya menunjukkan bahwa biaya langsung yang diperlukan oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan di RS ini lebih dari Rp 74 juta, sedangkan biaya tidak langsungnya lebih dari Rp 10 juta. Besarnya biaya yang hilang akibat sakit lebih dari Rp 5 juta, sedangkan besarnya kerugian ekonomi yang harus ditanggung masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RS ini lebih dari Rp 90 juta. Total hari rawat pasien adalah selama 171 hari. Penelitian ini menyarankan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat dan mengikuti asuransi kesehatan untuk mencegah kerugian ekonomi.
Hubungan antara Kualitas Layanan dan Pembayar pada Kasus Infark Myocard Akut di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2009 – 2012
Oleh: Dr. Lies Dina Liastuty
Download Materi: Hubungan antara Kualitas Layanan dan Pembayar pada Infarkt Miokard Akut
Penelitian yang dilakukan oleh Lies Dina dan Hasbullah Thabrany ini bertujuan untuk dapat memperoleh data karakteristik, mutu layanan dan permasalahan biaya serta klaim terhadap RS oleh para penjamin/pembayar. 43-37% pembayar adalah Askes, jamkesmas hanya 5% yang menggunakan pola INA.CBGs. Namun dari sini, RS rugi sebesar Rp 11M selama 4 tahun. Kemudian, muncul kekhawatiran tindakan bertahap, pembatasan penggunaan obat dan alkes, serta pembatasan jumlah pemasok barang ke RS.
Penelitian ini menunjukkan pasien paling banyak berasal dari Jakarta Barat. Dengan rawat inap dengan tindakan sebagai 55%. Dampak keuangan jauh lebih besar pada pasien dengan STEMI, dengan tagihan rata-rata 43 juta, sedangkan yang non STEMI adalah 26 juta. Dari semua variabel yang diteliti, hanya DPJP yang tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam hal tagihan klaim.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa mutu layanan IMA di RSJPDHK tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Adanya selisih antara klaim yang diajukan oleh RS dengan yang dibayar oleh penjamin berhubungan secara bermakna dengan kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama dirawat dan tingkat keparahan penyakit. Menurut peneliti, dengan hanya dibayar 75% dari tarif, maka biaya yang tertutupi hanya 45%. Jika tariff INA-CBGs dinaikkan 100% pun tidak menyelesaikan masalah.
Dengan diimplementasikannya program JKN, penelitian ini menyarankan untuk dilakukan kajian ulang terhadap tarif INA-CBGs dan perlunya RS untuk tetap menerapkan upaya efisiensi yang tepat guna.
RS menggunakan master data termasuk untuk obat-obatan, sehingga semua orang akan punya akses ke satu pusat dengan data yang sama, baik dokter, perawat maupun manajemen. RS juga telah menyusun clinical pathway untuk kasus AMI. RS juga melakukan efisiensi penggunaan listrik dan investasi terjadap infrastruktur untuk menekan biaya. RS melakukan kntrak harga satuan terhadap oatobatan tertentu yang harga e-catalog-nya lebih mahal.
Strategic Use of Management Accounting Information in Hospital Management
Oleh: Anastasia Susty Ambarriani, PhD
Tujuan utama sebuah organisasi RS adalah patient safety. Namun keselamatan pasien ini dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk bagaimana RS tersebut dikelola. Meskipun sebagian besar RS tidak bertujuan profit, namun pengelolaan keuangan perlu dilakukan dengan baik. Inefisiensi RS dapat meningkatkan biaya yang pada akhirnya akan menjadi hambatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan patient safety, harus ada business safety. Hal ini disajikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anastasia Susty Ambarriani. Lebih lanjut, peneliti menulis bahwa manajer RS yang profesional membutuhkan informasi yang cukup untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini dilakukan pada RS swasta dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah manajer akuntansi dan keuangan RS memiliki cukup pengetahuan akuntansi. Dari penelitian ini diketahui bahwa ternyata manajer akuntansi RS tersebut banyak yang tidak memiliki kompetensi yang cukup sehingga mereka tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Tugas manajer akuntansi biasanya terbatas pada penganggaran dan pelaporan kekuangan, padahal fungsinya lebih luas dari itu, termasuk untuk melakukan kontrol biaya.
Latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, aktualisasi diri, pemahaman dasar tentang konsep akuntansi manajemen merupakan ukuran kompetensi manajer akuntansi keuangan.
Profil manajemen akuntansi dan keuangan RS, diantaranya ada yang lulusan SMA (hampir 3%), namun sebagian besar S1 (67%). Kemudian, yang berlatar belakang pendidikan akuntansi kurang lebih 40%. Skor rata-rata 2,78 (dengan skor maksimal 4) untuk variabel kompetensi.
Ada hubungan antara kompetensi dengan gaya pengendalian manajemen di RS. Artinya, kompetensi akan mempengaruhi gaya pengendalian dalam pengambilan keputusan stratejik.
JKN di RS Swasta, Strategi dan Kesiapan Menghadapi JKN
Oleh: Heri Iswanto
Download Materi: JKN di RS Swasta
Di Indonesia, jumlah RS swasta lebih banyak dibandingkan dengan RS pemerintah. Akhir-akhir ini, RS swasta yang banyak dibangun adalah RS “internasional” dengan biaya investasi empat kali RS biasa. RS swasta umumnya berorientasi profit, sehingga terkonsentrasi di kota-kota besar. Situasi saat ini, RS swasta menghadapi berbagai tantangan berupa: tuntutan untuk selalu meningkatkan mutu layanan (banyak RS swasta yang kemudian merekrut tenaga dokter asing untuk mengisi pelayanan), rendahnya mutu SDM dan SDM yang terkonsentrasi di Jawa, infrastruktur yang tidak dirancang untuk RS. Namun demikian, RS Swasta memiliki Quality of Work Life.
Memberikan pelayanan yang berkuaitas memungkinkan RS untuk melakukan efisiensi dan efektivitas pelayanan. Selain itu juga dengan knowledge management dengan 21 macam tools yang dapat diaplikasikan di RS. Terakhir adalah konsep lean yang dimulai tahun 2005. RS Kemang telah menerapkan lean di seluruh unit RS.
Lean merupakan alat quality control di RS. Prinsip lean adalah mengurangi pemborosan. Kesalahan mencetak dokumen, gerakan/mobilitas pasien/petugas yang tidak efisien, persediaan dan sebagainya merupakan potensi pemborosan yang dapat terjadi di RS. Ada delapan tipe pemborosan yang teridentifikasi dalam konsep lean, dimana RS Kemang berhasil mengurnagi pemborosan sampai dengan 80%. RS ini kuat dengan konsultasi, bisa sampai 20 menit per pasien. Bisa jadi pasien pulang tidak membayar obat karena hal itu bukan tujuan utama.
Contoh yang telah dilakukan: SPO order obat dengan laptop wireless berhasil mengurangi waktu pelayanan obat dari 4 jam menjadi 12 menit. Kejadian infeksi nosocomial turun 4%. Pelaporan dari 35 jam menjadi 12 jam. Waktu tunggu turun 35%. Kesalahan atas kejelasan informasi obat juga menurun.
Peneliti menilai bahwa RS swasta memiliki kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi JKN dibandingkan dengan RS pemerintah. Namun tetap ada masalah dalam implementasi JKN, antara lain kurangnya kapasitas tempat tidur (TT). Bagi RS yang telah siap, masih dibayangi masalah lain yaitu pengendalian mutu dan biaya. Lean adalah strategi yang sangat tepat untuk menghadapi JKN, karena mampu menjaga mutu dan mengendalikan biaya.
Diskusi
Firdaus mempertanyakan mengapa yang dikatakan tidak efisien adalah yang BMHP-nya tinggi? Peneliti menjawab sebetulnya ada kekuatan yang menonjol di masing-masing RS. Di Kariadi ada compendium alat medis yang membuat efisien, RS Fatmawati sangat kuat di CP.
Hafidz mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya:
Helmi (RSAB)
Sampai batas mana yang disebut strategis? Apa bedanya strategis dengan melanggar aturan?
Jawab: strategis_ ketika Direktur RS memiliki pandangan yang visioner mengenai pengembangan, namun bukan berarti bertentangan dengan aturan. Bisa diatasi dengan hospital good governance, sistem pelaporan yang transparan.
Dr. Boy Sabarguna mempertanyakan dua hal, yaitu:
Netty (RSJAB) mempertanyakan berapa besar pengaruh adanya informasi akuntansi untuk pengambilan keputusan?
Peneliti menjawab: ada informasi akuntansi manajemen dan informasi akuntansi keuangan. Informasi akuntansi manajemen yang digunakan oleh manajer RS untuk pengambilan keputusan. Jika informasinya bagus dan valid, maka keputusan yang diambil pun akan baik. Tugas seorang akuntan adalah menghasilkan informasi yang memungkinkan gaya pengendalian yang interaktif dan membuka peluang untuk terjadinya dialog, sistem yang didesain bisa untuk mendeteksi inefisiensi atau aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.
Alexander Doris menyampaikan standarisasi alat diagnostic, sten, benang dan sebagainya direduce, CP distandarisasi sehingga lebih efisien. Efisiensi biaya operasional membuka peluang untuk memiliki dana agar dapat meningkatkan kesejahteraan SDM.
Reportase Kongres InaHEA
Bandung, 24 – 25 Januari 2014
Sesi Efisiensi RS 1 | Sesi Efisiensi RS 2
Mutu Layanan
Reporter: dr. Likke Prawidya Putri, MPH
Pemateri 1. Ni Luh Eka Putri Andayani
Dampak Perubahan Tata Kelola Rumah Sakit Daerah terhadap Efisiensi Kinerja dan Mutu Layanan
Download Materi: Dampak Tata Kelola RS Daerah terhadap Efisiensi kinerja dan Mutu Layanan
Pemateri memaparkan studi kasus mengenai dampak penerapan BLUD terhadap kinerja dan mutu layanan di RS milik pemerintah daerah di provinsi DIY. Perbedaan utama BLUD yaitu kewenangan untuk mengelola sendiri sumber dayanya dengan prinsip efektivitas dan produktivitas, termasuk sumber daya manusia. Studi kasus di tiga RSUD ini menunjukkan bahwa ketiga RS ini tetap memperoleh subsidi dari pemerintah dalam bentuk gaji PNS dan investasi. Seluruh kabupaten yang diteliti telah memiliki peraturan-peraturan sebagai dasar hukum BLUD, hanya saja beberapa aspek perlu dilengkapi lagi. Untuk menjaga mutu kinerja, mereka telah memiliki sistem evaluasi rutin yang diawasi oleh dewan pengawas baik internal maupun eksternal. Dengan adanya BLUD, maka pengelolaan dana di RSUD menjadi lebih baik sehingga RSUD dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan tertentu, misalnya: mencapai kriteria akreditasi yang lebih tinggi, memenuhi kebutuhan tambahan tempat tidur, dan sebagainya. Setelah penerapan BLUD, terjadi peningkatan jumlah kunjungan maupun pendapatan.
Tantangan yang paling penting dalam pengembangan BLUD yaitu seringnya RS menjadi alat politik, yang mengakibatkan RSUD menjadi rentan terhadap pergantian kebijakan daerah. Untuk ke depannya, direktur RSUD sebaiknya memiliki kemampuan komunikasi politik dan advokasi untuk memperjuangkan nilai lebih dan keberlangsungan sistem BLUD untuk RSUD.
Pemateri 2. Kamaluddin Latief
Service quality aspect and patient experience in hospitals undergoing JCI versus KARS accreditation group
Download Materi: Service Quality Aspect and Patient Experiences
Di sesi ini, pemateri memaparkan hasil studi kajian awal yang sedang berlangsung mengenai aspek kualitas data dan kepuasan pasien di rumah sakit yang terlibat dalam akreditasi JCI dan KARS. Sembilan dari 16 RS tipe A milik pemerintah di Indonesia dijadikan lokasi penelitian ini. Kesembilan RS ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 4 RS sedang dalam proses mengajukan JCI, 2 RS telah mendapat KARS di 2012, dan 3 RS tidak sedang proses akreditasi apapun. Tiga puluh rekam medis dari 4 bangsal besar di setiap rumah sakit diambil menjadi sampel untuk melihat kelengkapan pendataan menggunakan instrument dari NICE. Untuk menilai kepuasan pasien, wawancara saat pasien keluar dari RS dilakukan pada 1080 pasien di sembilan RS tersebut.
Hasil penelitian awal ini menunjukkan ada variasi yang signifikan dalam hal kelengkapan data antara ketiga jenis RS tersebut. Sementara kepuasan pasien pun berbeda secara signifikan antara ketiga RS ini. Di penelitian awal ini, JCI memiliki pendataan yang paling baik tetapi memiliki skor kepuasan pasien yang paling kecil dibandingkan dengan jenis RS yang lain.
Pemateri 3. Fitri Nandiaty
Karakteristik Pasien dan Outcome Persalinan di RS Kelas A, Indonesia.
Download Materi: Kataristik Pasien dan Outcome Persalinan di RS kelas A
Pada sesi ini, pemateri menampilkan studi yang serupa dengan pemateri kedua, yaitu studi penilaian awal untuk melihat kualitas pelayanan persalinan normal di RS berdasarkan jenis akreditasinya. Lokasi studi ini di sembilan rumah sakit tipe A milik pemerintah di Indonesia. Sebanyak 30 sampel berupa data rekam medis pasien bersalin diambil dari masing-masing RS.
Hasil studi ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal metode pembayaran, pemeriksaan fisik pasien dan kondisi bayi baru lahir antara tiga kelompok RS yang diteliti.
Tantangan yang utama yaitu tidak terhubungnya rekam medik ibu dan bayi, sehingga menyulitkan analisis outcome dari persalinan normal.
Memasuki sesi diskusi, penanya tertarik dengan tantangan implementasi BLUD di era JKN serta kriteria mutu yang digunakan untuk melihat kinerja RS. Di dalam era JKN ini, sebenarnya BLUD memiliki peluang yang bagus untuk berkembang karena akan semakin banyak masyarakat yang ter-cover jaminan kesehatan. Ke depannya, JKN harus senantiasa diperbaiki sehingga tingkat kepuasan peserta terus meningkat. Untuk kriteria mutu, dalam era BLUD ini RS melaksanakan survei kepuasan pelanggan berdasarkan SPM yang dimiliki, dan standar mutu itulah yang dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja RS.
Untuk penelitian mengenai akreditasi dan kualitas RS, beberapa penanya tertarik dengan metode analisa, kriteria penggolongan RS, serta rekomendasi yang diajukan terkait dengan temuan ini. Tim pemateri menanggapi bahwa salah satu keluaran yang diinginkan dari studi ini yaitu memang untuk mengetahui apakah sistem KARS yang telah disetujui ISQua ini nantinya dapat disejajarkan dengan JCI sehingga ke depannya sistem KARS dapat mengadopsi beberapa elemen tertentu dari JCI.
Sesi Diskusi