manajemenrumahsakit.net – Medan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menegaskan tidak boleh ada pemotongan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di rumah sakit maupun Puskesmas. Yuddy menegaskan pemotongan klaim BPJS termasuk tindak pidana korupsi dan harus dijerat hukuman. |
“Jika ada yang melakukan pemotongan, laporkan ke polisi. Itu korupsi namanya, korupsikan pidana, pidana itu ya berhadapan dengan hukum,” tegas Yuddy menjawab wartawan terkait adanya indikasi pemotongan BPJS Kesehatan di beberapa Puskesmas di kabupaten di Indonesia, saat berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan, Minggu (28/12).
Dia menjelaskan BPJS Kesehatan merupakan fasilitas kesehatan masyarakat yang dibantu pemerintah. Walaupun masyarakat juga turut membayar iuran per bulannya dengan kategori tiga jenis, yakni iuran Rp50 ribu, Rp40 ribu dan Rp30 ribu dan selebihnya dijamin pemerintah. “Jadi rumah sakit rujukan atau fasilitas-fasilitas kesehatan yang menjadi rujukan untuk pasien BPJS Kesehatan itu klaimnya langsung ke pemerintah. Tidak boleh melakukan pemotongan biaya-biaya apapun atau anggaran-anggaran lainnya dari BPJS. Andai ada yang terbukti melakukan pemotongan, pihak yang dirugikan harus melapor. Pembayarannyakan dari Departemen Kesehatan melalui pemerintah daerah kabupaten/kota atau provinsi. Karena rumah sakit adanya di kabupaten/kota,” tegas Yuddy. Dia menambahkan alasan tidak boleh melakukan pemotongan terhadap anggaran kesehatan yang diberikan oleh pemerintah untuk rumah sakit dikarenakan rumah sakit sudah melaksanakan tugasnya. Mereka perlu mengcover biaya operasionalnya. Jika dipotong lagi bagaimana mereka meningkatkan pelayanan. Itu sama halnya dengan melakukan gratifikasi atau tindak pidana korupsi. “Misalnya tagihan satu rumah sakit ke Kota Medan, sebut saja Rp20 miliar. Lalu pemerintah kota minta jatah 10 persen dari rumah sakit, itu korupsi namanya. Jika rumah sakit merasa dirugikan oleh pemerintah kota, itu harus dilaporkan ke polisi. Tidak peduli apakah itu rumah sakit pemerintah atau swasta, laporkan pada polisi,” ujarnya. Terkait kunjungannya ke RSUP H Adam Malik Medan, Yuddy mengaku hanya untuk memastikan bagaimana pelayanan pihak rumah sakit. Meski hari libur namun pelayanan publik harus tetap buka. Dan publik harus tetap mendapat pelayanan yang baik, dokter harus ada, sarana dan prasarana terbuka, proses pelayanan mesti responsif. “Saya ingin memastikan apakah prosedur berjalan dengan seharusnya. Kelihatannya cukup baik, semoga bukan karena saya mau datang. Namun sehari-harinya RSUP H Adam Malik memang baik,” ungkapnya. Yuddy meminta agar manajemen rumah sakit memelihara kebersihan dan keindahan. “Jangan sampai pasien itu melihat atap yang bocor, jangan melihat lampu yang mati, perlihatkanlah sesuatu yang menyenangkan agar orang termotivasi untuk sembuh. Jadi diperbaikilah,” pungkasnya. Dia juga meminta agar para petugas menyambut pasien yang datang dengan senyum, layani dengan cepat, perlakukan penuh kasih sayang agar termotivasi untuk sembuh. “Jika dua hal itu ada, kebersihan dan pelayanan sudah baik, otomatis pasien 50 persen sembuh. Fungsi rumah sakit itu kan untuk menyehatkan orang yang sakit,” urainya. Dalam kunjungan itu, Menpan meninjau loket pendaftaran pasien Instalasi Gawat Darurat RSUP H Adam Malik. Bahkan, dia sempat menjajal kartu askes yang dibawanya mendaftar seolah pasien yang ingin berobat. Dia diterima petugas IGD Adam Malik. Selanjutnya, Menteri yang turut didampingi Deputy Bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN RB Mirawati Sudjono, Kapolda Sumut itu masuki ke ruang IGD dan melihat pelayanannya. Ia juga melontarkan beberapa pertanyaan-pertanyaan terkait pelayanan kepada para petugas. (cw 02) Sumber: medanbisnisdaily.com |
30 Dec2014
Memotong BPJS Kesehatan Harus Dijerat Hukum
Subscribe
Login
0 Comments