Reporter: Putu Eka Andayani
Program Sister Hospital dan Performance Management and Leadership yang terselenggara atas kerjasama Pemerintah Provinsi NTT dengan AIPMNH, sembilan RS besar dan sebelas RSUD di NTT telah berjalan selama kurang lebih tiga tahun. Untuk memantau kemajuan program, monitoring dan evaluasi dilakukan dua kali setiap tahunnya oleh tim Monitoring dan Evaluasi (M&E) yang terdiri dari PKMK FK UGM, Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran (P2K3) FK Undana, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, POGI dan IDAI. Tim ini dianggap cukup independen karena tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan pendampingan sehari-hari di sebelas RSUD di NTT.
RSUD Ruteng adalah salah satu RS di NTT yang dimonitor dan dievaluasi. Dalam program SH-PML ini, RSUD Ruteng bermitra dengan RSCM. Meskipun Program Sister Hospital di NTT sudah dimulai sejak 2011, namun RSUD Ruteng baru terlibat dalam program ini sejak 2012. Meskipun demikian, banyak manfaat yang telah didapat oleh RSUD Ruteng khususnya, dan masyarakat Manggarai pada umumnya dengan adanya program SH-PML ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur RSUD Ruteng, dr. Dupe Nababan dan staf pada saat tim berkunjung ke RS ini.
Kabupaten Manggarai terletak di Pulau Flores bagian barat. Awalnya kabupaten ini memiliki luas ebih dari 20 ribu Km2. Kabupaten ini kemudian mengalami pemekaran dimana daerah yang sebelah barat menjadi Kabupaten Manggarai Barat dengan Ibu Kota Labuan Bajo dan sebelah timur menjadi Kabupaten Manggarai Timur dengan Ibu Kota Borong. Kabupaten induk sendiri menjadi Manggarai Raya dengan Ibu Kota Ruteng, berpenduduk sekitar 500 ribu jiwa dengan luas wilayah yang tersisa sebesar urang lebih 7.000 Km2. Namun demikian, kabupaten beriklim sejuk ini menyimpan potensi pertanian dan pariwisata yang luar biasa, dengan luasnya hamparan sawah bertingkat (terasering) maupun yang berbentuk seperti sarang laba-laba (spider field).
Namun demikian, bandara Frans Sales Lega hanya melayani 1-2 kali penerbangan per hari ke arah Kota Kupang. Jika dibandingkan dengan Labuan Bajo, Ruteng memiliki aksesibilitas yang kecil dari arah luar provinsi. Hal ini sedikit banyak menjadi kendala bagi RSUD Ruteng untuk menarik tenaga kesehatan profesional dari kota-kota besar dari Jawa dan Sulawesi untuk bekerja dan menetap di kota ini. Itulah sebabnya, hasil M&E menunjukkan RS ini masih memiliki kendala dalam berperan sebagai RS PONEK dan rujukan untuk wlayah-wilayah sekitarnya.
Dari aspek pelayanan dan rujukan maternal dan perinatal, beberapa hal di RS ini sudah cukup bagus, antara lain SOP sudah diperbaharui dan dijalankan, kerjasama tim yang baik antara dokter dan perawat, serta peralatan yang cukup terpelihara. Namun demikian, dari aspek pengendalian infeksi, RS ini masih perlu melakukan perbaikan. Salah satu kendalanya adalah karena kurangnya tenaga sehingga pencucian peralatan seperti inkubator tidak bisa dilakukan sesuai jadwal yang seharusnya. Selain itu, kurangnya tenaga dokter jaga juga menjadi masalah serius.
Berbeda dengan M&E di RSUD lain, di RSUD Ruteng, Bupati Manggarai Raya, Bapak Christian Rotok turut hadir dalam acara pemaparan hasil M&E di RSUD Ruteng bersama dengan Ketua DPRD (Kornelis Madur), Kepala Bapeda, dan berbagai perangkat Pemda lainnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan dari hasil M&E agar dapat digunakan untuk membenahi pelayanan kesehatan di RSUD Ruteng. Ini menunjukkan komitmen kepala daerah dan DPRD yang sangat tinggi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan dukungan pada upaya perbaikan RSUD Ruteng.
Dalam hal ketenagakerjaan, Christian mengaku sudah melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di RSUD Ruteng. Salah satu rekomendasi dari tim M&E untuk memenuhi kebutuhan khususnya dokter jaga di layanan PONEK adalah dengan memotivasi para dokter puskesmas agar menimba pengalaman sebagai tenaga medis di RS, serta membuat regulasi yang mendukung agar para dokter puskesmas yang berstatus PNS maupun dokter PTT bisa secara bergiliran bertugas di RS dalam periode tertentu. (pea)