INILAH.COM, Sumedang – Secara fisik, rumah sakit dengan konsep tanpa kelas siap dibangun di Sumedang. Pembangunannya tidak akan mencapai lebih dari dua tahun, jika dimulai dari pengadaan lahan sampai proses akhir pembangunan.
Namun, dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas, baik dari kualitas dan kuantitas, rumah sakit tanpa kelas akan sangat terkendala. Bisa jadi, rumah sakit ini baru akan beroperasi lima tahun lagi.
“Kalau melihat kualitas dan kuantitas SDM di bidang kesehatan, rumah sakit tanpa kelas ini bisa jadi baru akan beroperasi lima tahun lagi,” kata Uyu Wahyudin, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan (SDK), Dinas Kesehatan Sumedang, Selasa (11/6/2014).
Menurut Uyu, urusan kesehatan dalam beberapa tahun ini sangat terkendala dengan SDK. Terbatasnya jumlah tenaga medis dan para medis serta tenaga penunjang medis, membuat pelayanan kesehatan di beberapa tempat pelayanan kesehatan agat terkendala. Apalagi jika rumah sakit tanpa kelas ini akan beroperasi.
Namun, Uyu menjelaskan, pengadaan SDK memang tidak harus dilakukan oleh pemkab secara keseluruhan. Pemkab bisa bekerja sama dengan beberapa sekolah medis baik tingkat sekolah menengah, akademi, atau sekolah tinggi.
“Banyak sekolah pencetak SDK dengan berbagai tingkatan pendidikan, tinggal pemkab mau bekerjasama dengan cara menyerap lulusannya. Statusnya bisa PNS atau tenaga outsource, nanti bisa dibahas lebih lanjut dengan catatan ada keseriusan dari pemkab,” terang Uyu.
Uyu menambahkan, pemkab juga bisa berkoordinasi dengan pemprov dalam penyediaan SDK mengingat rumah sakit tanpa kelas ini akan menjadi rumah sakit yang pertama di Jawa Barat.
“Jawa Barat belum punya, jadi nanti kalau rumah sakit tanpa kelas ini jadi di Sumedang, maka akan sangat bermanfaat bagi warga provinsi. Itu sebabnya pemprov juga sangat mendukung,” kata Uyu.
Rumah sakit tanpa kelas ini membutuhkan lahan seluas 4 hektare. Pemprov sudah mempersilakan penggunaaan lahan miliknya yang berada di Pasir Banteng, Kecamatan Jatinangor. [hus]
Sumber: inilahkoran.com