Seminar Pengembangan Dukungan untuk Dokter di Daerah Terpencil
Yogyakarta, 07 April 2014
Seminar Pengembangan Dukungan untuk Dokter di Daerah Terpencil Berdasarkan Pengalaman di Australia, telah diselenggarakan PKMK FK UGM pada Senin (7/4/2014) di Ruang IKD, Lantai 2, Gedung S3 FK UGM. Pembukaan disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD. dengan ucapan selamat datang di Lunch Seminar tentang dokter rural. Seminar ini menghadirkan pembicara Dr. Charles Ervill sebagai Board member Australian College of Rural and Remote Medicine. Selain dapat dihadiri secara langsung, seminar ini juga dapat diikuti secara webinar oleh peserta dari seluruh dunia melalui beberapa website yang dikelola oleh PKMK. Kemudian M. Fadjar Wibowo, S. Ked sebagai moderator mengawali dengan menyampaikan akan ada hal menarik atau fakta yang ditemukan di Australia yang bisa dipraktekkan di Indonesia.
Dr. Charles Ervill merasa terhormat dan senang bisa datang di Indonesia untuk bercerita mengenai pengalamannya. Ia membeberkan hal-hal yang ditemukan di Australia yang memiliki kesamaan dengan Indonesia tentang daerah terpencil. Dr. Charles memulai tentang deskripsi kondisi di Australia dan masalah yang ada di daerah terpencil dan pedalaman. Ia juga membahas kondisi tenaga kesehatan yang melayani di daerah pedalaman Australia, pendidikan kedokteran, petugas kesehatan, mahasiswa kedokteran dan lain-lain.
Penyebaran penduduk di Australia tidak merata. Penduduk terkonsentrasi di sepanjang area timur laut hingga selatan benua ini, sedikit di barat daya dan barat serta sebagain kecil di utara. Bagian tengah benua adalah area kosong dengan sedikit sekali atau tidak ada penduduk, kecuali beberapa titik di Negara Bagian Northern Territory dan South Australia. Sedikit dokter yang bersedia jadi dokter umum, walaupun sebenarnya dokter umum diperlukan di daerah pedalaman. Kesulitan dokter di daerah terpencil karena merasa terisolasi dan jauh dari fasilitas kesehatan yang maju. Ada semacam “The Royal Flying Doctor Services”, atau seperti ambulance udara, yang bisa menjemput pasien di daerah pedalaman yang butuh penanganan emergency pada kasus appendicitis, trauma oleh kecelakaan, namun ini membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak disarankan untuk Indonesia. Selain itu, menurut pengalaman Dr. Charles mengakses pelayanan ini, diperlukan waktu setidaknya 10 jam untuk helikopter ambulance tiba di lokasi untuk mengevakuasi pasien/korban kecelakaan.
Saat ini fasilitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil Australia banyak diisi oleh dokter asing yang berasal dari India, Thailand, Filipina, dan negara-negara lain, namun tidak ada yang berasal dari Indonesia. Dokter yang bekerja di daerah rural harus juga mempelajari dasar-dasar keterampilan sebagai dokter spesialis Obsgyn, Anak dan Kegawatdaruratan. Oleh karenanya, di Australia ada pendidikan tambahan untuk menjadi Generalist-Physician atau Dokter Spesialis Umum. Di Indonesia masih sulit memfasilitasi hal ini karena belum ada kurikulumnya.
Ada cukup banyak negara yang memiliki masalah dengan generalist medizine, anatra lain Singapura, Jepang, Pasifika, Afrika Selatan, Kanada dan New Zealand. Tahun lalu berbagai negara ini berkumpul di Australia untuk menghasilkan consensus mengenai mengenai Rural Generalist Medicine. Konsensus ini menunjukkan komitmen negara-negara yang terlibat dalam meningkatkan kesehatan penduduk di daerah rural melalui pelayanan kesehatan yang aksesibel dan bermutu tinggi.
Pada sesi diskusi yang hangat, dr. Muhammad Rizki dari FK Universitas Mataram menanyakan apakah Fakultas Kedokteran di Australia sudah memasukkan remote area/rural medicine kedalam kurikulum dan apakah dokter yang baru tamat sudah siap untuk melayani didaerah terpencil. Dr. Charles menanggapi bahwa Rural Clinical School diadakan oleh James Cook University, mahasiswa akan tinggal disana selama satu atau dua tahun tahun dan praktek di daerah terpencil serta menjalani semacam Rural Training Program. Melalui webinar peserta dari Kalimantan Timur menanyakan bagaimana cara mencegah retensi dokter. Di Australia dokter mendapat penghasilan yang bagus, meskipun tidak ada perbedaan antara dokter yang bekerja di wilayah perkotaan dengan di daerah remote. Pelibatan sebanyak mungkin orang yang bisa diajak bekerjasama juga dapat menjadi solusi dan yang paling baik adalah mencoba melakukannya.
Pertanyaan lain dari peserta adalah bagaimana dokter di Australia bisa termotivasi untuk melayanai di rural area? Sistem apa yang dibuat untuk merangsang dokter mau melayani di rural area? Dr. Charles menyarankan untuk pertama, pilihlah mahasiswa yang berasal dari “rural background”, dia akan mau kembali ke daerahnya, kedua, exposure during training dan ketiga melakukan seleksi terhadap dokter yang memiliki sense of pelayanan di rural area, walaupun itu sangat sulit.
Prof. Laksono Trisnantoro juga menanyakan bagaimana dengan dokter spesialis di rural area? dr. Evrill menjawab dokter spesialis dan sub spesialis lebih suka di kota, karena pasien lebih banyak disana, daerah rural lebih memerlukan dokter umum, dan dokter umum di Australia harus memiliki setidaknya satu tahun pelatihan untuk satu bagian spesialis seperti anestesi, obsgin, bedah, populasi, dermatology dan lain-lain (setidaknya ada 12 bagian). Pada akhir sesi, Prof. Laksono Trisnantoro menyimpulkan pertama, gambaran situasi Australia dan Indonesia berbeda, dimana Indonesia yang merupakan kepulauan memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Kedua, rural medicine menjadi penting karena dalam era JKN saat ini terdapat diskriminasi, jika jumlah dokter di suatu daerah sedikit maka penyerapan dana BPJS akan sedikit pula karena tagihan berdasarkan klaim. Ketiga, Rural Doctor Issue perlu diketengahkan, agar dana dalam era JKN tidak tersedot ke daerah yang bukan termasuk terpencil. Keempat, pada sektor pendidikan, di Australia pendidikan kedokteran rural sudah pendidikan tersendiri, mungkin ini bisa menjadi referensi. Kelima, dii Australia ada dokter plus, dengan kewenangan tindakan khusus yang mejadi kompetensi spesialis di Indonesia.
Selanjutnya Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan “what next” dari seminar ini :
- Di Australia, Organisasi Profesi Dokter dan Kolegium berbeda, tapi di Indonesia masih menjadi satu. Hal ini harus menjadi perhatian sehingga pengembangan dokter rural dapat diwujudkan.
- Fakultas Kedokteran UGM mendukung rural medicine, dengan CME online (internet) yang sekarang sedang digalakkan, juga dengan web pendidikankedokteran.net
Selanjutnya dr. Asep Purnama, SpPD yang mengikuti webinar dari Maumere, Flores, diberi kesempatan untuk menanggapi tentang hal tersebut. Menurut dr. Asep, pengembangan kompetensi dokter bagi yang bekerja di daerah terpencil memiliki komponen yang sangat mahal pada biaya transportasi. Bila ada pelatihan-pelatihan yang bisa diberikan melalui internet, maka hal ini bisa menekan biaya dan sangat mungkin untuk dikembangkan. Di akhir sesi seminar Prof. Laksono menekankan perlu dibentuk asosiasi dokter rural untuk memperjuangkan ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah sulit, dan harus didukung dengan kegiatan-kegiatan seminar/workshop minimal sebulan sekali dengan media internet. Menurutnya juga pelru ada deklarasi tentang ini dengan mengundang stakeholder terkait termasuk Menteri Kesehatan. (TYR, W, PEA).
Reporter:
Tri Yuni Rahmanto, SE, S.Kep, Ners.
Widarti, SIP
Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM,. M.Kes