INILAH.COM, Bandung – Seribu pintu, begitu Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Bayu Wahyudi menggambarkan banyaknya akses menuju RSHS Bandung.
Pasien, keluarga pasien, bahkan orang-orang tak bertanggungjawab seperti calo bisa masuk dari pintu mana pun menuju RSHS. Bahkan, warga Jalan Sederhana (pinggir RSHS) pun menggunakan pintu tersebut ketika akan naik angkot ke Pasteur.
“Ke depan, tak boleh seperti itu. Pintu masuk dan keluar harus tertata optimal. Kita akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan,” ujar Bayu di ruang kerjanya, Selasa (18/3/2014).
Begitupun orang yang masuk. Selama ini, siapa pun bisa masuk dengan bebasnya ke RSHS. Ke depan, akan semakin diperketat, termasuk LSM-LSM. Sebab, dari hasil analisa RSHS, calo yang pernah berhasil ditangkap mengatasnamakan LSM.
LSM ini mengajarkan pasien menggunakan umum. Setelah proses berlangsung, baru mengurus Jamkesda. Atau ada pula pasien yang harus membayar Rp12 juta, namun tiba-tiba ada orang yang bisa mengurus itu hanya dengan uang Rp4 juta. Pasien tentunya senang. Rupanya, uang Rp4 juta tersebut digunakan untuk mendapatkan surat-surat seperti Jamkesda.
“Kalau surat-surat sudah lengkap, rumah sakit tidak bisa menolak. Administrasi bukan urusan kita. Kalau Pemkot/Pemkab benar-benar baik, datalah dengan benar, mana yang benar-benar membutuhkan bantuan,” imbuhnya.
Bayu beralasan, tak sedikit masyarakat Indonesia yang mampu, begitu sakit tiba-tiba miskin. Mereka bisa mengadakan hajatan tiga hari tanpa henti, tapi begitu sakit mereka membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM).
“Inilah kenyataan sehari-hari, masyarakat kita sakit. Padahal Al Quran sudah jelas mengatakan jangan mengambil hak orang miskin,” terangnya.
RSHS terus berupaya menghilangkan praktik percaloan. Caranya, dengan menyosialisasikan pada seluruh pengunjung RSHS lewat spanduk, poster, bertuliskan hindari calo. RSHS pun memundurkan pembukaan loket.
Jika dulu orang bisa mengambil nomor antrean dari subuh, sekarang dimulai dari pukul 07.00 WIB, agar calo tidak bisa menjual nomor antrean pada pasien.
Namun, aku Bayu, segala kesempatan selalu dijadikan kesempatan oleh orang-orang tak bertanggungjawab. Dulu pernah diberlakukan sistem keterbukaan. Nama pasien ada di ruang apa. Itu pun dijadikan penipuan. Oknum ini menelepon bahwa si A atau B mengalami kecelakaan lalu minta sejumlah uang dan lainnya.
“Bahkan ada orang yang mengaku sebagai saya, menelpon seorang pengusaha. Pengusaha tersebut datang kesini, katanya disuruh saya. Padahal seumur-umur saya tidak pernah janjian ketemu dengan seorang pengusaha. Saya langsung bilang ke pengusaha itu, bapak sebaiknya lapor polisi,” katanya.
Meski berbagai upaya hasilnya belum maksimal, Bayu dan seluruh stafnya tidak akan menyerah. Ke depan, dia akan membuat aturan lebih ketat lagi. Seluruh LSM maupun tamu harus seizin Humas RSHS. Selain itu, pihaknya akan memasang CCTV di setiap sudut ruangan, termasuk di pendaftaran pasien BPJS PBI. Dengan cara ini, segala praktik percaloan akan mudah terungkap.
Misalnya, hari ini dia mengambil antrean untuk keponakannya. Besoknya, dia mengantar pamannya. Tiga hari kemudian, dia mengantar isterinya. “Kan tidak mungkin terus-terusan. Orang itu bisa ditangkap,” ucapnya.
Bahkan dia akan memberikan reward bagi siapapun yang mau melaporkan praktik percaloan di RSHS. Dia pun tak segan-segan akan menindak tegas pegawainya yang terlibat dalam percaloan.
Untuk pegawai, akan terkena sanksi disiplin sedang hingga berat, ada pembinaan, mutasi, dan lainnya. Kalau pegawai itu memiliki jabatan, akan dicopot dari jabatannya. Semua sanksi itu, disosialisasikan pada seluruh pegawai.
“Kita pernah menindak tegas pegawai RSHS yang niatnya membantu keponakannya dengan memalsukan kuitansi,” tegasnya.