RMOL. Buruh mendesak pemerintah mencabut Permenkes No 69/2013 karena merugikan peserta BPJS Kesehatan. Pengaturan tarif dalam Permenkes tersebut membuat banyak peserta BPJS Kesehatan ditolak berobat, mengalami pembatasan obat dan pelayanan minim oleh rumah sakit/klinik.
“Cabut Permenkes No 69/2013 dan ganti dengan Permenkes baru,” pinta Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangannya kepada redaksi sesaat tadi (Minggu, 9/3).
Dijelaskan Said Iqbal, Permenkes No 69/2013 mengakibatkan RS/klinik merasa dirugikan karena tarif yang dibayarkan pemerintah dan BPJS sangat murah. Akibatnya RS/klinik menyiasatinya dengan membatasi pelayanan terhadap pasien BPJS atau menolak pasien baru yang sudah melampaui batas biaya kapitasi yang diberikan BPJS ke RS/klinik,”
Karena itu, Permenkes tersebut harus diganti dengan Permenkes baru dimana mengatur tarif yang wajar dari hasil kesepakatan dengan Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi RS/klinik, dan stakeholder lainnya. Termasuk mewajibkan RS/Klinik swasta wajib menjadi provider BPJS.
Said Iqbal yang juga Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) juga meminta pemerintah mengganti sistim pelayanan INA CBGs dengan sistim fee for service. Sistim paket pelayanan INA CBGs yang mengatur batas waktu rawat inap dan paket obat yang diberikan terhadap satu jenis penyakit tertentu, mengakibatkan pemberian obat oleh RS/klinik kepada pasien BPJS dibatasi, bahkan untuk penyakit kronis sekalipun.
Dia juga meminta dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Kemenkeu disalurkan langsung ke kas BPJS Kesehatan, bukan ke Kemenkes. Model penyaluran ini menyebakan BPJS Kesehatan selalu telat membayar dan menunggak ke RS/klinik sehingga banyak RS/klinik yang menghentikan pelayanannya atau menolak memberi pelayanan bagi pasien BPJS.
“Dana PBI langsung disalurkan ke BPJS Kesehatan agar tidak ada lagi telat bayar ke RS/klinik,” demikian Said.[dem]
Sumber: rmol.co