Beberapa waktu lalu website ARSADA Pusat merilis sebuah file presentasi mengenai Penerapan Pembiayaan Kapitasi dan INA-CBG’s di Fasilitas Kesehatan. Presentasi ini disampaikan oleh PERSI yang diwakili oleh DR. Dr. Sutoto, MKes, Dr. Heru Aryadi, MPH dan Dr. Daniel Budi Wibowo, MKes, sebagai representasi dari fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang, dalam bernegosiasi dengan BPJS, faskes diwakili oleh asosiasi faskes.
Presentasi ini disampaikan kepada BPJS dan stakeholders (termasuk Kementerian Kesehatan) sebagai bentuk evaluasi PERSI terhadap pelaksanaan JKN yang telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Ada sembilan area yang dievaluasi, yaitu meliputi Regulasi, BPJS itu sendiri, Sosialisasi, Kepesertaan, Aplikasi Sistem Informasi, Pelayanan Peserta, Sistem Rujukan, Tarif dan regionalisasi tarif, serta hukum dan etika profesi.
Jika melihat hasil evaluasi tersebut, seluruhnya berupa masalah yang terjadi dalam pelaksanaan JKN. Secara umum, masalah yang paling sering terjadi yaitu terkait prosedur dan informasi, akibat kurangnya petunjuk pelaksanaan (juklak)/manual pelaksanaan (manlak) dan kurangnya sosialisasi pada seluruh pihak terkait. Selain itu, ada kesan bahwa implementasi JKN ini merugikan RS karena di samping prosedurnya yang lebih rumit, tarifnya juga rendah karena menggunakan batas bawah. Ini dapat mendorong terjadinya fraud, demi untuk mencukupi kebutuhan operasional pelayanan. Banyak RS swasta yang akhirnya mundur sebagai jejaring BPJS karena alasan keuangan, seperti diberitakan di berbagai media massa. Di sisi lain, akibat ketidakjelasan informasi, masyarakat merasa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit/PPK lebih buruk dari sebelum berlakunya JKN, sehingga sangat banyak komplain ditujukan ke rumah sakit.
Hal ini berbeda sekali dengan yang terjadi di Amerika yang juga sedang mengalami proses perubahan pembiayaan kesehatan dengan program yang dikenal sebagai Obama care. Menurut artikel yang dirilis oleh Becker’s Hospital Review akhir Januari lalu, masih banyak sekali masyarakat Amerika yang tidak paham mengenai dan tidak ter-cover oleh asuransi kesehatan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Kaiser Family Foundation di Negara Bagian Nevada dan Maryland menemuan bahwa meskipun motivasi untuk mengikuti program asuransi tinggi, namun masyarakat disana masih belum paham mengenai pilihan apa saja yang tersedia bagi mereka.
Peneliti di Kaiser Family Foundation menemukan bahwa masyarakat mempercayai PPK dan menjadikannya sebagai sumber informasi untuk mempelajari tentang pelayanan kesehatan yang tersedia bagi mereka. Di sisi lain, Asosiasi RS Amerika mencatat bahwa tahun 2012 RS komunitas memiliki piutang tak tertagih sebesar USD 45,9 juta (6,1% dari total pendapatan RS) akibat dari pelayanan yang tidak terbayarkan. Oleh karena itu, KFF dalam laporan hasil penelitiannya menyarankan RS untuk secara proaktif melakukan edukasi dan outreach ke masyarakat agar mereka lebih paham mengenai asurnasi dan mendaftar menjadi anggota. Ini akan sangat mengurangi risiko tidak terbayarnya biaya pelayanan kesehatan di RS oleh pasien-pasien yang tidak ter-cover asuransi. Jadi di Amerika, program asuransi ini justru menjadi harapan untuk membantu menyelamatkan keuangan RS dari risiko piutang tak tertagih. (pea)