Laporan Field Visit
RS Akademik Unhas
Pelayanan Berkelas untuk Proses Pendidikan Berkualitas
Putu Eka Andayani[1]
manajemenrumahsakit.net, Makassar — RSA Unhas memiliki filosofi yang berbeda dengan RS pendidikan di Indonesia pada umumnya. Jika RS pendidikan biasanya punya misi utama pelayanan dan kemudian digunakan untuk pendidikan. Misi utama RSA Unhas adalah pendidikan, namun pendidikan tidak akan berjalan jika tidak ada pelayanan. Misi kedua adalah bukan mencari uang melainkan mencari pasien/kasus sebanyak mungkin. Dari kasus yang beragam akan melahirkan proses pendidikan yang lebih baik. “RS ini akan dapat melahirkan tenaga kesehatan yang profesional, bukan hanya yang berhubungan langsung dengan pelayanan di RS melainkan juga tenaga lain seperti hukum kesehatan, akuntansi RS, sistem informasi dan sebagainya”, demikian dijelaskan oleh DR. Sjahrir A. Pasinringi, MS, Kepala Direktorat Administrasi Umum, SDM dan Keuangan, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 20 November lalu.
Lebih lanjut Sjahrir menjelaskan bahwa mata, trauma, infertilitas, medicine bee-practice dan beberapa pelayanan lain menjadi produk unggulan di RSA Unhas. Bahkan dalam waktu dekat RS ini akan membuka layanan terapi kanker yang canggih dengan telah tersedianya peralatan radioterapi – antara lain CT Fluoroscopy 128 slices, Linac – dan kemoterapi. Kecanggihan pelayanan ini sejalan dengan strategi RSA Unhas yang ingin menjadi RS pendidikan untuk menghasilkan dokter spesialistik dan sub-spesialistik.
Layanan penunjang lainnya yang juga telah dilengkapi dengan peralatan canggih adalah laboratorium. Saat ini Instalasi Laboratorium melayani rata-rata 1000 pemeriksaan atau sekitar 500 pasien setiap bulannya. Residen Patologi Klinik bisa melakukan penelitian dengan memanfaatkan peralatan di Laboratorium RS ini. Selain itu, mahasiswa dari akademi analis juga kerap magang disini.
Keberagaman jenis pelayanan sangat terlihat di Poliklinik RSA Unhas. Setiap harinya poliklinik ini dibuka sampai pukul. 14.00 WITA. Hal yang unik dari pelayanan rawat jalan ini adalah adanya Klinik Komplimentari yang memanfaatkan khasiat lebah madu. Klinik ini merupakan hasil kolaborasi penelitian dan teknik medik yang dikembangkan oleh para dosen FK dan FKM Unhas.
Setelah beroperasi selama tiga tahun, masih ada bagian-bagian bangunan RS belum selesai dibangun, sehingga beberapa pelayanan masih menempati ruang sementara, misalnya UGD. Untungnya hal tersebut tidak sampai mengganggu alur pelayanan secara keseluruhan. Rawat inap yang berkapasitas total 203 TT, terdiri dari kelas III, II, I, VIP dan Super VIP. Perbedaannya hanya terletak pada jumlah tempat tidur per kamar dan beberapa perlengkapan untuk kenyamanan pasien. Seluruhnya sudah beroperasi namun belum melayani pasien Jamkesmas karena belum ada kerjasama. Ini berdampak pada masih rendahnya BOR di ruang perawatan Kelas III.
Dalam hal pengelolaan obat, RSA Unhas memiliki ruang terpisah untuk obat-obatan pasien ASKES dan Umum. Pengelolaan obat dilakukan oleh total sembilan orang apoteker yang tersebar di berbagai unit pelayanan dan di struktural. Tiap apoteker dibantu oleh dua asisten, sesuai dengan standar pelayanan RS Kelas B pendidikan. Dengan kebijakan mengambil margin obat terendah, pendapatan farmasi menyumbang sekitar 30% dari pendapatan total RS.
Tenaga perawat yang bekerja di RSA Unhas umumnya adalah tenaga kontrak yang direkrut oleh RS sendiri. Dalam hal ini, Sjahrir mengaku diberi keleluasaan oleh pihak Rektorat untuk menambah jumlah dan jenis tenaga sesuai dengan kebutuhannya. Ada lebih dari 100 orang perawat dari total 450-an tenaga kontrak yang bekerja di RS ini.
Dengan jenis pelayanan dan fasilitas seperti itu, Sjahrir yakin tahun ini pendapatan RS akan meningkat dibanding sebelumnya. “Tahun ini insya Allah pendapatan kami akan mencapai Rp. 38 M”, katanya. Ia tidak menampik bahwa pencapaian RSA ini berkat dukungan dari para tenaga medis dan juga rektorat. “Rektor Unhas kan dokter”, katanya sambil tersenyum.
Pengembangan dan pengelolaan RS ini bukannya tanpa hambatan. Menurut Sjahrir, ketidakjelasan status adalah masalah utama. Sebagaimana RS lain yang berada di bawah universitas, RSA Unhas juga “galau” karena tidak mungkin dibawah BLU (universitas) ada BLU (RS Akademik). “Tapi sudah ada solusinya, yaitu ada pengecualian untuk pengelolaan keuangan RS Akademik”, katanya optimis.
Sebagai RS yang berkomitmen pada proses pendidikan, RSA Unhas terbilang “ramah” bagi mahasiswa. Ini ditunjukkan dengan adanya space yang nyaman bagi mahasiswa untuk berdiskusi di berbagai tempat, ruang kelas, bahkan auditorium untuk seminar berkapasitas lebih dari 200 orang. Selain itu, kantin RS menjual makanan dengan harga lebih murah, karena beberapa jenis biaya disubsidi oleh universitas, misalnya biaya listrik dan air. Lokasi RS yang berada di dalam areal kampus dan bersebelahan dengan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo membuatnya dapat dicapai dalam waktu singkat oleh mahasiswa maupun dosen Unhas.
Saat ditanya mengenai kunci keberhasilan, Sjahrir hal itu itu tidak terlepas dari sifat orang Bugis. Menurutnya, orang Bugis jika diberi tanggung jawab akan dilakukan dengan sebaik-baiknya. “Kami menerapkan kebijakan bahwa mulai dari Direktur Utama sampai dengan level Kepala Bidang hanya mendapatkan gaji pokok dan tunjangan yang besarnya kurang lebih sama dengan PNS. Tidak ada tambahan (jasa, red) apa-apa lagi. Karena menurut kami, saat ini kita masih dalam fase bekerja keras”, tambahnya.
[1] Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM, manajemenrumahsakit.net
Ada slot kosong di kantinya gk?