MAKASSAR, FAJAR — Kasus malpraktik medis masih kerap terjadi di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Malpraktik ini terjadi lantaran perilaku dokter yang kerap mengabaikan prosedur penanganan medis.
Beberapa waktu lalu, seorang dokter di Jawa Barat divonis bersalah oleh pengadilan negeri setempat karena melakukan malpraktik medis. Dia dinyatakan terbukti menginstruksikan kepada perawat untuk menyuntikkan obat KCL intravena kepada pasien anak.
“Obat itu disuntikkan di depan orang tua anak. Anak yang sakit, tiba-tiba gemetaran lalu meninggal di depan kedua orang tuanya,” ungkap Dr. dr. Sutoto M.Kes, yang menjadi pembicara dalam seminar dirangkaikan pelantikan pengurus forum komunikasi komite medik di hotel Clarion, Sabtu 21 September.
Tidak hanya itu, lanjut Sutoto, seorang dokter ahli juga pernah disomasi lantaran membicarakan penyakit yang diderita pasiennya di dalam lift dengan rekan se profesinya. Dalam lift tersebut, ternyata ada keluarga pasien yang mendengar. Kebetulan keluarga pasien itu berprofesi sebagai pengacara.
“Ini juga bentuk pelanggaran. Dokter seharusnya tidak boleh membeberkan rahasia medis di tempat umum,” jelas dia.
Dia menambahkan, banyak prosedur medis yang kerap kali diabaikan oleh dokter. Biasanya. Prosedur medis ini berujung pada tindakan malpraktik. Ujung-ujungnya, rumah sakit menjadi korbannya. Berbagai stigma negatif tentang pelayanan rumah sakit membuat pasien menolak berobat di rumah sakit bersangkutan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sulsel, Prof dr Abdul Kadir. Dia mengatakan, perilaku dokter yang tidak baik menjadi salah satu pemicu terjadinya malpraktik medis. Bahkan, sebanyak 90 persen kasus malpraktik terjadi karena miss komunikasi antara dokter dan pasien.
“Jangankan berkomunikasi. Menyapa pasien pun sudah tidak bisa karena terlalu banyak yang ditangani. Padahal, dokter seharusnya sudah bisa memberikan edukasi kepada pasiennya,” jelas dia.
Dia menambahkan, jika terjadi kesalahan prosedur, maka akan menimbulkan beberapa efek terhadap rumah sakit tempat dokter bekerja. Salah satunya adalah tuntutan hukum dan kepercayaan masyarakat akan menurun.
“Sekarang di Rumah Sakit, LSM dan pengacara sudah standby di depan kamar jenazah. Mereka siap melayangkan tuntutan hukum kalau ada kesalahan prosedur,” jelas dia.(eka/kas)
Beberapa waktu lalu, seorang dokter di Jawa Barat divonis bersalah oleh pengadilan negeri setempat karena melakukan malpraktik medis. Dia dinyatakan terbukti menginstruksikan kepada perawat untuk menyuntikkan obat KCL intravena kepada pasien anak.
“Obat itu disuntikkan di depan orang tua anak. Anak yang sakit, tiba-tiba gemetaran lalu meninggal di depan kedua orang tuanya,” ungkap Dr. dr. Sutoto M.Kes, yang menjadi pembicara dalam seminar dirangkaikan pelantikan pengurus forum komunikasi komite medik di hotel Clarion, Sabtu 21 September.
Tidak hanya itu, lanjut Sutoto, seorang dokter ahli juga pernah disomasi lantaran membicarakan penyakit yang diderita pasiennya di dalam lift dengan rekan se profesinya. Dalam lift tersebut, ternyata ada keluarga pasien yang mendengar. Kebetulan keluarga pasien itu berprofesi sebagai pengacara.
“Ini juga bentuk pelanggaran. Dokter seharusnya tidak boleh membeberkan rahasia medis di tempat umum,” jelas dia.
Dia menambahkan, banyak prosedur medis yang kerap kali diabaikan oleh dokter. Biasanya. Prosedur medis ini berujung pada tindakan malpraktik. Ujung-ujungnya, rumah sakit menjadi korbannya. Berbagai stigma negatif tentang pelayanan rumah sakit membuat pasien menolak berobat di rumah sakit bersangkutan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sulsel, Prof dr Abdul Kadir. Dia mengatakan, perilaku dokter yang tidak baik menjadi salah satu pemicu terjadinya malpraktik medis. Bahkan, sebanyak 90 persen kasus malpraktik terjadi karena miss komunikasi antara dokter dan pasien.
“Jangankan berkomunikasi. Menyapa pasien pun sudah tidak bisa karena terlalu banyak yang ditangani. Padahal, dokter seharusnya sudah bisa memberikan edukasi kepada pasiennya,” jelas dia.
Dia menambahkan, jika terjadi kesalahan prosedur, maka akan menimbulkan beberapa efek terhadap rumah sakit tempat dokter bekerja. Salah satunya adalah tuntutan hukum dan kepercayaan masyarakat akan menurun.
“Sekarang di Rumah Sakit, LSM dan pengacara sudah standby di depan kamar jenazah. Mereka siap melayangkan tuntutan hukum kalau ada kesalahan prosedur,” jelas dia.(eka/kas)
Sumber: fajar.co.id