LAPORAN SEMINAR DAN DISKUSI
TEKNOLOGI TELEMATIKA SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA RUMAH SAKIT DAN MEMPERKUAT PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH SULIT DAN TERPENCIL
Kampus FK UGM Yogyakarta, 17 Juli 2013
Tujuan dilaksanakannya seminar ini adalah membahas potensi dan pengelolaan system IT untuk mengembangkan RS di daerah sulit dan melebarkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Secara khusus, seminar ini membahas: (1) Pengalaman PKMK FK UGM menggunakan teknologi telekomunikasi di Papua dan NTT, (2) Memahami teknologi VSAT dan sistem jaringan PUSDATIN dan TELKOM untuk pengembangan, (3) Sistem teletraining dan telemedicine yang membutuhkan struktur, dana, tenaga ahli, dan kegiatan yang terkoordinasi, serta (4) mengembangkan telehealth dan telemedicine lebih lanjut untuk RS di daerah sulit. Salah satu bagian menarik dalam seminar ini adalah selain pemaparan materi terkait, juga dilakukan diskusi (baik face to face antara peserta seminar dengan pembicara, maupun diskusi peserta dengan pembicara dari NTT dan Papua melalui skype dan telepon).
Pengalaman dan Kebutuhan
Pengalaman FK UGM bekerjasama dengan NTT dan Papua dipaparkan oleh dr. Sitti Noor Zaenab, MKes. Pengalaman dan kendala yang di hadapi selama melaksanakan sistem pembelajaran jarak jauh dengan 11 RS NTT. Banyak suka dan dukanya, salah satu sukanya adalah keunggulan menggunakan teknologi jarak jauh adalah murah dan hemat. Secara umum, telehealth telah berjalan namun masih ada beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain: kapasitas jaringan yang belum memadai, sehingga pada beberapa kegiatan teleconference terpaksa menggunakan jaringan telepon agar komunikasi tetap berjalan. Kendala lainnya adalah kedua belah pihak harus menemukan waktu yang tepat, sehingga perjanjian kegiatan harus dilakukan jauh-jauh hari. Menurut Zaenab, “kata “sabar”, merupakan salah satu kunci agar program ini akan terus berjalan.”
Pada sesi penyusunan manual rujukan dengan menggunakan telemedicine, Ign. Praptorahardjo memaparkan bahwa sistem alert menggunakan sms dan email gateway dapat digunakan untuk menyampaikan pesan misalnya mengingatkan jadwal pembelajaran jarak jauh. Berdasarkan pengalaman dari pemanfaatan sistem alert ini, salah satu dampak yang diperoleh adalah proses pelaporan keadaan KIA menjadi lebih baik.
Dari sisi ekonomi pembelajaran jarak jauh sangat murah dibandingkan dengan pola pembelajaran klasik yang sudah biasa dilakukan. Berdasarkan pengalaman, biaya pembelajaran tatap muka hampir 700 juta (selama 2 minggu), sedangkan dengan metode pembejaran jarak jauh hanya dengan 24 juta (selama 6 minggu). Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran jarak jauh (teleconference) merupakan metode pembelajaran yang sangat baik dan lebih murah.
Selanjutnya, dikatakan juga bahwa beberapa kelemahan yang dihadapi, antara lain perangkat teknologi (SDM dan fasilitas) yang masih terbatas dan belum merata di seluruh daerah terpencil. Pembicara juga menuturkan bahwa, Prof. Laksono sangat berperan dalam memberikan motivasi dan membuka wawasan agar penggunaan fasilitas yang telah diberikan KEMENKES lebih dioptimalkan.
Secara lebih praktis pengalaman dalam menggunakan teknologi telematika ini disampaikan oleh Unice Pricilla S. mengenai Pengalaman FK UGM melakukan teletraining di 4 (empat) kabupaten/ kota di Papua menggunakan VSAT PUSDATIN dan speedy serta oleh Dr. Sutikno, SpOG mengenai Pengalaman RS Harapan Kita dengan RSUD Kefamenanu, Kabupaten Kefamenanu NTT. Kebutuhan tenaga ahli dikarenakan kemampuan kinerja daerah terpencil, sering tidak mencapai target kinerja yang disyaratkan oleh KEMENKES. Dalam kondisi ini telemedicine merupakan sarana alternatif untuk berbagi ilmu saling asah, asih dan asuh pusat dan daerah terpencil. Pada Maret 2013, RSUD Kefamenanu memperoleh bantuan V-Sat dari KEMENKES. Dengan adanya sarana ini, RSUD Kefamenanu dapat melakukan konsultasi medis jarak jauh (telemedicine) dengan RS Harapan Kita, Jakarta. Tim ahli RS Harapan kita menggunakan media video jarak jauh dalam memandu jalannya SC, yang dilakukan di RSUD Kefamenanu. Beberapa menfaat yang diperoleh dengan telemedicine adalah memudahkan beberapa pekerjaan dokter misalnya saat pelaksanaan operasi sesar (SC). Manfaat lain adalah bimbingan teknis, sarana diskusi, bantuan diagnosis, transfer ilmu. Dr. Sutikno SpOG mengatakan bahwa “melalui telemedicine akan tercipta kondisi asah, asih dan asuh antara pusat dan daerah terpencil. Hal ini dapat terjadi asalkan partner kerja memiliki komitmen dan didukung oleh kemampuan personal (mental, pengetahuan anatomi (pengetahuan teknis), dan kemampuan lainnya yang memadai). Pada akhir sesi ditambahkan bahwa dengan kemajuan teknologi, saat ini telemedicine telah dapat dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI.
Dari sudut pandang RSD yang berada di daerah sulit, Drg. Mercy (Direktur RSUD Bajawa, Kab. Ngada, NTT) menyampaikan mengenai Kebutuhan RS di daerah sulit untuk menggunakan telehealth dan telemedicine dari aspek klinis dan nonklinis. Teleconference sebagai pemicu tenaga kesehatan untuk terus belajar (mempersiapkan diri minimal 1 hari sebelumnya untuk teleconference). Dampak lainnya adalah hal ini menjadi salah satu cara untuk menarik minat dokter untuk bertahan lebih lama mengabdi di daerah terpencil. Namun masih ada bambatan yang ditemui dalam menggunakan teknologi ini, yaitu masih lemahnya signal serta kompetensi SDM dalam mengoperasikan peralatan Teleconference yang belum memadai.
Aspek Teknologi
Berbicara teknologi telematika jelas melibatkan topic-topik yang terkait dengan teknologi yang digunakan dan SDM sebagai operator teknologi tersebut. Oleh karena itu, pada sesi selanjutnya, Drg. Vensya memaparkan mengenai Jaringan PUSDATIN KEMENKES dalam membangun budaya keselamatan pasien di RS. Menurutnya, hal penting yang harus menjadi perhatian adalah pemanfaatan dan pengembangan telehealth tidak hanya dibutuhkan hardware dan software namun juga harus didukung oleh brainware penggunanya.
Nasrun Hadi yang menjadi pembicara selanjutnya tidak dapat hadir namun dapat memberikan materinya melalui teleconference. Menurut Nasrun, untuk menggunakan VSAT daerah harus mempersiapkan seluruh perangkat keras dan perangkat lunak, serta beberapa skenario pendukung lain. Misalnya penggunaan fasilitas/jaringan telepon jika proses telehealth dengan menggunakan jaringan internet bermasalah.
Pendapat Nasrun di atas dilengkapi oleh Aryanto Nugroho yang menyajikan secara rinci mengenai Perlengkapan di RS dan pusat pembelajaran yang akan menggunakan telehealth dan telemedicine. Menurut pengalamannya sebagai teknisi dan operator hubungan komunikasi antara Tim UGM dengan pihak lain melalui teleconference, ada beberapa perangkat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Bahkan dia juga menggunakan beberapa perangkat elektronik yang merupakan hasil modifikasi. Perangkat dimaksud, tidak dapat ditemukan di toko-toko elektronik atau hargany aynag terlalu mahal. Modifikasi alat dilakukan untuk tujuan efisiensi biaya. Misalnya modifikasi speaker, membuat biaya jauh lebih hemat dibandingkan dengan membeli speaker jadi. Aryanto, juga memaparkan cara penggunaan skype, sebagai salah satu media pembelajaran jarak jauh.
Pada sesi diskusi trelihat bahwa umumnya peserta menyambut antusias era telehealth ini. Pertimbangan utamanya adalah letak topografi Indonesia yang tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis. Telehealth dapat menjadi salah satu solusi. Seminar ini membuka wawasan, bahwa dengan perkembangan teknologi, “jarak dan waktu” bukan menjadi masalah. Sudah jelas bahwa kedepannya, pengembangan website RS, Perguruan Tinggi dan berbagai instutusi terkait dapat digunakan sebagai platform pengembangan sistem teletraining dan telemedicine.
Disamping berbagai hal-hal positif yang dapat diambil melalui teknologi telemedicine, beberapa hal yang masih menjadi kendala berdasarkan pengalaman beberapa pembicara, antara lain masalah signal telekomunikasi yang masih menjadi kendala utama sebagaimana diutarakan oleh penyaji dan kebutuhan SDM ditiap daerah yang dapat mengoperasikan teknis pelaksanaan telemedicine. Diharapkan KEMENKES, selain memberikan bantuan fasilitas VSAT, juga mempertimbangkan masalah SDM yang akan membantu teknis pelaksanaannya. Ibaratnya, apalah artinya memiliki “jalan tol” dan mobil, namun tidak ada “supir” yang dapat menjalankan mobil tersebut untuk sampai ketujuan. (Bustanul Arifin)
Tulisan Terkait:
Aplikasi Telemedicine di Seluruh Dunia
Telemedicine Indonesia Terhambat Biaya Mahal
Telemedicine: Harapan baru untuk meningkatkan kapasitas RS daerah terpencil