Seminar Nasional tentang SJSN Kesehatan
Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta, 26-27 Juni 2013
Daya tarik utama dalam seminar ini adalah materi dan pembicara yang diundang dalam seminar tersebut. Peserta seminar umumnya berasal dari praktisi kesehatan, manajemen rumah sakit, dinas kesehatan, industri farmasi dan perusahaan asuransi. Semua peserta yang hadir Nampak antusias dengan materi yang disampaikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta pada sesi tanya jawab.
Sisi lain dalam seminar ini, sebagian peserta mengeluhkan adanya pergantian pembicara pada saat seminar. Sebagian pembicara yang telah dinantikan kehadirannya, justru diwakilkan. Hal ini dikarenakan, adanya tugas mendadak yang harus segera diselesaikan. Menurut panitia pelaksana, mereka sudah berusaha agar seluruh pembicara yang telah dituliskan dalam undangan dapat hadir, namun karena satu dan lain hal, sehingga hal tersebut tidak terlaksana.
Seluruh peserta yang hadir berharap, bahwa mereka akan lebih paham tentang pelaksanaan BPJS yang tinggal menghitung hari (kurang dari 180 hari). Sejalan dengan hal tersebut, sebagian pihak merasa pesimis dan menilai bahwa pelaksanaan BPJS dapat membuat masalah baru dibidang kesehatan (bercermin dari program KJS oleh Pemerintah Jakarta). Namun, tidak sedikit dari peserta dan pemateri yang terus menerus mengajak kita semua agar selalu optimis akan keberhasilan program ini.
Dua topik utama yang dibahas dalam seminar 2 (dua) hari ini, yaitu:
- Jaminan Kesehatan menuju Universal Coverage (UC)Esensi jaminan kesehatan nasional (bagian 1 dan 2)
- Strategi pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan JKN
- Badan penyelenggara jaminan social
- Praktek dokter pelayanan primer diera JKN
- Prakter dokter spesialis diera JKN
- Strategi industri farmasi dalam era JKN (bagian 1 dan 2)
- Efisiensi pelayanan obat dalam JKN
- Kesiapan dan strategi rumah sakit menghadapi JKN
- Arah Kebijakan Pemerintah Menghadapi JKN.
- Arah kebijakan pelayanan dasar dalam JKN
- Arah kebijakan pelayanan lanjutan dalam JKN
- Kebijakan pelayanan obat dalam JKN
- INA CBG’s dan penerapan terbaiknya (studi kasus penerapan INA CBG’s dan INA CBG’s sebagai pola pembiayaan terbaik.
Berikut adalah beberapa pertanyaan peserta seminar dan jawaban dari narasumber. Pertanyaan ini ditanyakan pada sesi Jaminan Kesehatan Nasional, dengan nara sumber: dr. Gede Subawa, M.Kes.
- Bpk. Ghazali- Boyolali
- P: SJSN direncanakan sejak tahun 2004, dan seharusnya telah terlaksana pada 2009. Namun, kenyataannya baru akan direalisasikan pada 1 Januari 2014. Mengapa hal ini bias terjadi?
J: Hal ini terkendala oleh beberapa sebab, salah satunya adalah yudisial review yang terus menerus dilakukan dengen ikut mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak terkait. - P: Salah satu program BPJS, bahwa tidak aka nada perbedaan kelas RS. Apakah dapat diberikan gambaran, kira-kira berapa tempat tidur dalam 1 (satu) ruangan?
J: Kelas tersebut akan dibuat sesuai standar-standar khusus, yang nantinya akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI. - P: Klinik praktek dokter, yang menyediakan layanan VIP dan sebagainya, apakah nantinya dapat melayani pasien peserta BPJS dan luar BPJS?
J: Klinik dan RS swasta diperbolehkan melayani pasien yang tidak ingin menggunakan program BPJS. Karena, tidak dapat dipungkiri bahwa sekitar 10-20% masyarakat Indonesia menginginkan layanan lebih dari yang disyaratkan BPJS.
- P: SJSN direncanakan sejak tahun 2004, dan seharusnya telah terlaksana pada 2009. Namun, kenyataannya baru akan direalisasikan pada 1 Januari 2014. Mengapa hal ini bias terjadi?
- Bpk. Joko – Semarang
- P: UU no 40 tahun 2004, selanjutnya disebut badan hokum publik. Mengapa masih terdapat UU yang hamper sama, namun tidak disebut badan hokum publik?
J:Masukan bagi pihak terkait untuk perbaikan - P: PERMENKES no 1 tahun 2012 tentang klinik pratama dan utama. Klinik pratama ditujukan untuk layanan primer, sedangkan klinik utama ditujukan untuk layanan sekunder (setelah layanan primer). Namun, pada kenyataannya: klinik utama melakukan 2 (dua) jenis layanan yaitu layanan primer dan sekunder. Bagaimana nantinya keterkaitan dengan salah satu program BPJS, yaitu layanan berjenjang?
J: Hal ini terjadi karena di klinik utama, selain memiliki dokter spesialis, umumnya juga memiliki dokter umum; sehingga kedua jenis layanan tersebut dapat dilaksanakan. - P: Askes akan berubah jadi BPJS. Bagaimana Askes yang telah berubah menjadi BPJS akan mendapatkan profit?
J: Perubahan Askes menjadi BPJS adalah amanat UU yang harus dilaksanakan, sehingga profit yang diperoleh nantinya akan sebagai sisa hasil usaha. Dana ini, akan digunakan sebagai dana pengembangan program. Sisa hasil usaha, perlu karena:- Sebagai salah satu indicator dalam mengukur kinerja
- Kepastian keberlangsungan program
- Peningkatan kualitas layanan
- P: Biaya kapitasi direncanakan Rp. 15.500,-. Bagaimana perhitungannya?
J: Salah satu pertimbangannya adalah berdasarkan analisis dari program-program kesehatan pemerintah yang telah berjalan. Namun, lebih jelasnya akan dijelaskan oleh Pak Ghazali. - P: Kekhawatiran BPJS akan menjadi “Super Body”?
J: Sebaiknya, kekhawatiran tersebut tidak perlu ada, karena BPJS akan bekerja di bawah regulasi yang jelas sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan BPJS.
- P: UU no 40 tahun 2004, selanjutnya disebut badan hokum publik. Mengapa masih terdapat UU yang hamper sama, namun tidak disebut badan hokum publik?
- Bpk. Hanefi- PKMK FK UGM Yogyakarta
Pernyataan klasik bahwa “orang miskin dilarang sakit”. Kenyataan saat ini, akses ke pelayanan kesehatan dapat dikatakan meningkat, namun apakah dibarengi dengan mutu layanan kesehatan yang diberikan? Sepertinya tidak!
Pertanyaannya:
Mengapa BPJS tidak melakukan analisis mutu layanan kesehatan dulu, dengan demikian akan semakin jelas dimensi mutu yang diharapkan dalam program ini. Logikanya, saat ini merencanakan untuk membeli suatu barang, secara otomatis kita menentukan spesifikasi barang, bahkan melalukan analisa dan estimasi saat barang tersebut dating dan akan digunakan. Bagaimana dengan program BPJS? Jangan sampai perubahan Askes menjadi BPJS hanya perubahan nama saja bukan perubahan Mutu (kenyataan sekarang: terjadi perbedaan layanan kesehatan pasien Askes dengan pasien non Askes).
Jawaban:
Masukan bagi pemerintah bahwa harus menetapkan indicator/ dimensi mutu layanan kesehatan, agar dapat dipestikan bahwa peserta BPJS memperoleh layanan yang bermutu.
Masalah perbedaan layanan pasien Askes dengan non Askes, sebenarnya PT. Askes selalu melakukan survey secara berkala. Survei ini dengan melibatkan 3 (tiga) lembaga sesuai dengan bidang mereka masing-masing. PT. Askes terus menampung berbagai masukan dan terus melakukan upaya perbaikan.