FACT FINDING MISSION: Angka Kematian Bayi Susah Diturunkan.
“Dimana Peran Rumah Sakit Daerah?”
Setelah program Sister Hospital untuk sebelas RSUD di Provinsi NTT berlangsung selama tiga tahun, upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu mulai menunjukkan hasil. Program yang dilahirkan dari Strategi Revolusi KIA oleh Pemerintah Provinsi NTT ini telah berhasil memperbaiki aspek pelayanan di RSUD. Kompetensi tim PONEK ditingkatkan, fasilitas dan manajemen RS dibenahi, RS diakreditasi agar memenuhi standar pelayanan yang disyaratkan, dan advokasi kepada pemerintah daerah dilakukan terus menerus untuk mendukung perbaikan pelayanan ini, khususnya untuk mendanai keberadaan dokter spesialis yang dibutuhkan. Namun meskipun berhasil menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi masih tetap tinggi bahkan cenderung meningkat. Hal ini terungkap saat Semiloka Strategi Penurunan Angka Kematian Bayi, Evaluasi Hasil Monev dan Manual Rujukan Program Sister Hospital di Surabaya, 28-30 Mei 2013 yang lalu.
Hasil audit menunjukkan bahwa penyebab kematian bayi ini adalah asfiksia, infeksi dan BBLR. Hasil penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa kematian paling banyak terjadi pada bayi usia kurang dari 28 hari. Artinya, neonatal masih merupakan masa kritis. Saat bayi dilahirkan di fasilitas kesehatan, kontak dengan petugas dan fasilitas tersebut hanya terjadi sampai dengan 6 jam kemudian. Setelah itu bayi akan berada di rumah bersama keluarga sehingga jika terjadi keadaan gawat akan sulit penanganannya.
Sebenarnya 70% kematian bayi dapat dicegah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh RSUP Dr. Karyadi Semarang, jika sejak masa kehamilan perawatan antenatal care sudah dilakukan dengan benar, maka banyak bayi yang bisa diselamatkan. Masalah lain yang juga dihadapi adalah endemi malaria. Banyak ibu hamilyang juga sekaligus menderita penyakit malaria sehingga perlu penanganan khusus. Oleh karena itu Puskesmas, Posyandu dan seluruh tenaga kesehatan yang ada di masyarakat harus diperkuat. RS perlu memberikan bimbingan teknis dan meng-update manual rujukan. Kemitraan antara RSUD, Pemda Provinsi dan Kabupaten serta perguruan tinggi (Undana) sangat diperlukan untuk bersama-sama menurunkan angka kematian bayi tersebut.
Ada faktor non teknis yang berpengaruh terhadap kematian neonatal, yaitu:
- Harmonisasi antara RS Mitra A dengan RS Mitra B yang seringkali berdampak pada pelayanan
- Kemampuan dalam memelihara sarana dan prasarana yang masih kurang, karena yang diajarkan selama ini adalah penggunaannya saja.
- Keterbatasan sarana dan prasarana: ruang yang terbatas di beberapa RSUD. Pasokan listrik tidak stabil, pasokan air kurang
- Etos kerja SDM, jika tidak diawasio leh RS Mitra A etos kerjanya melemah
- Reward yang menjadi isu sensitif
- Kemampuan manajerial yang masih perlu ditingkatkan dan kesadaran bahwa pemimpin adalah suritauladan bagi stafnya
- Masih ada pengaruh budaya dimana pengambilan keputusan untuk tindakan medis seringkali terlambat karena harus menunggu keputusan dari keluarga besar pasien
Namun diakui juga bahwa selama program SH ini berlangsung, fokus diletakkan pada penanganan ibu. Hal ini karena ibu lebih mudah dipantau terutama jika telah terdeteksi sebagai ibu hamil dengan risiko tinggi.Namun pada bayi, karena kontak dengan rumah sakit hanya terjadi sampai dengan enam jam setelah dilahirkan, maka pada proses perawatan selanjutnya yang dilakukan di rumah tidak terpantau lagi oleh RS.
Strategi yang akan dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi adalah sebagai berikut:
- kampanye untuk cuci tangan. Hal ini untuk menurunkan angka infeksi nosokomial yang menjadi penyebab asfiksia dan sepsis pada bayi baru lahir. Namun perlu dipikirkan aspek non teknisnya; masalah cuci tangan di NTT sering kali bukan masalah perilaku melainkan masalah ketersediaan air.
- menjadikan AMP sebagai prioritas dan rekomendasi dari hasil AMP diusulkan kepada bupati agar menjadi keputusan atau rekomendasi bupati sehingga memiliki kekuatan dan dipatuhi
- terkait dengan peralatan, RSUD membutuhkan ventilator dan CPAP namun kesulitan dalam pengadaannya. Perlu dikaji apakah memungkinkan untuk mengadakan peralatan ini dilakukan dengan metode holding company, dimana Dinkes Provinsi sebagai pusat kegiatan dan melihat pada kebutuhan daerah
- RSUD-RSUD yang masuk dalam program sister hospital ini diupayakan agar memiliki fasilitas perawatan neonatal level IIB. Standar neonatal care level IIB (menurut pediatrics.aappublications.org) yaitu:
- memiliki kemampuan melakukan resusitasi dan menstabilkan bayi premature dan atau sakit sebelum ditransfer ke fasilitas NICU,
- menyediakan perawatan bagi bayi yang lahir pada umur kehamilan 32 minggu dan berat 1500 gram yang memiliki ketidakdewasaan fisiologis seperti apnea prematur, ketidakampuan menjaga suhu tubuh dan ketidakmampuan menyusu, atau yang sakit dengan masalah yang dapat diantisipasi untuk cepat ditangani atau masalah yang tidak diantisipasi sehingga membutuhkan penanganan dokter spesialis
- menyediakan perawatan pemulihan bagi infant setelah keluar dari NICU
- menyediakan alat ventilasi mekanis untuk durasi pendek (24 jam) atau Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
- aspek leadership bukan hanya di rumah sakit daerah melainkan sampai kejajaran pemerintah daerah dan
- terus menerus melakukan upaya penguatan RSUD di NTT melalui mekanisme pelatihan jarak jauh yang lebih intensif untuk memperbaiki aspek non klinis maupun aspek klinis. RSUD Kefamenanu yang telah mendapatkan bantuan VSAT dari Kemenkes akan menjadi pilot project untuk telemedicine.