Jakarta, PKMK. Konsep badan hukum khusus RS dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengandung prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik. RS harus dikelola profesional demi sumber dana dan sumber pengelolaan. Kompleksitas pengelolaan RS membuat perlunya badan hukum tersendiri. Jadi, ketentuan badan hukum rumah sakit itu tidak lepas dari keinginan Pemerintah Indonesia untuk adanya prinsip-prinsip pengelolaan yang baik di rumah sakit. “Khususnya asas etika dan profesionalisme,” kata Arsil Rusli, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI, di Jakarta (12/6/2013).
Keterangan Pemerintah Indonesia dalam sidang uji materi terhadap sejumlah pasal/ayat UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, undang-undang tersebut tidak mengklasifikasikan rumah sakit pemerintah dengan swasta. Namun dikelompokkan berdasarkan kelas pelayanan. badan hukum RS dapat memiliki kapasitas yang menyebabkan subyek hukum bergerak otonom.
Dengan bentuk badan hukum khusus, diharapkan bahwa rumah sakit tidak hanya mengejar laba. Tapi juga mengutamakan fungsi sosial. Sedangkan sanksi yang ditujukan kepada rumah sakit tanpa badan hukum tersendiri, bertujuan menjamin kepastian hukum, keselamatan pasien, dan lain-lain. Pasal 7 UU Rumah Sakit yang mewajibkan adanya badan hukum, tidak bertentangan dengan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Dalam masa modern, dunia kedokteran semakin maju. Mengimbangi hal tersebut, RS harus disertai manajemen yang akuntabel.
Sementara, usai sidang di Mahkamah Konstitusi tersebut, Syafiq Mughni, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kesejahteraan dan Kesehatan Masyarakat, menyampaikan RS Muhammadiyah dikelola tanpa badan hukum pun, kini manajemennya sudah bagus dan transparan. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada kebocoran dana seperti yang banyak terjadi di rumah sakit milik pemerintah.