Jakarta, PKMK. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) harus menjamin biaya pengobatan pasien penyakit berat. Penyakit yang dimaksud antara lain bedah jantung, hemodialisis, lupus, dan lain-lain. Sebab, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 menyebutkan tentang penjaminan tersebut. Hal ini disampaikan Rof. Hasbullah Thabrany, pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia di Jakarta (30/4/2013).
Thabrany menambahkan, dalam UU SJSN jelas disebutkan bahwa pengobatan penyakit jantung dan hemodialisis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Adapun penyakit lupus tidak disebutkan, namun harus dijamin. Transplantasi organ tubuh pun dijamin jika tersedia donor organ. “Jadi, semua penyakit harus dijamin,” kata Hasbullah. Definisinya, semua penyakit atas dasar indikasi medis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Sejauh dokter mengatakan bahwa pasien akan meninggal kalau tidak diobati, BPJS Kesehatan harus menjamin pengobatannya, ungkap Hasbullah.
Lebih jauh ia berkata, tidak ada masalah bila 1,5 juta penderita lupus dijamin. Biaya besar bukan persoalan karena nantinya ada sekitar 230 juta jiwa yang akan membayar biaya kesehatan secara nasional. Melalui data tersebut, dapat ditafsirkan jumlah 1,5 juta penderita lupus tidak sampai 1 persen dari 230 juta jiwa. “Jika pengobatan penderita lupus ditanggung bersama, maka akan terasa ringan. Lain halnya bila mereka menanggung orang per orang,” jelas dia. Misalnya sampai kini penderita lupus belum mendapat kepastian, itu lebih karena masalah teknis. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 jelas menyebutkan bahwa semua penyakit atas indikasi medis dijamin pengobatannya, kata Hasbullah. Maka, sebagai penyelenggara BPJS Kesehatan, nantinya PT Askes harus menjamin pengobatan penderita lupus. “Tidak perlu ada kekhawatiran bahwa utilisasi sistem jaminan sosial nasional yang terlalu tinggi akan menjebol anggaran negara. Di dunia tidak ada bukti nyata atas hal tersebut. Sistem itu malah melahirkan efisiensi terhadap biaya belanja kesehatan nasional,” kata Hasbullah.