Kendari, Setelah aktivitas pelayanan, poliklinik dan ruang perawatan RSUD Sultra dipindahkan ke RSU Bahteramas, muncul beragam wacana mengenai alih fungsi eks gedung. Para penentu kebijakan di Sultra mulai berargumen dengan “kepentingan” masing-masing. Sebagai eksekutif, Pemprov Sultra dengan dalih optimalisasi pemanfaatan aset daerah bersikukuh agar pengelolaan gedung yang terbengkalai diserahkan saja ke pihak ketiga melalui kebijakan ruislag (tukar guling) atau istilah lain, BOT.
Disatu sisi kebijakan ini bertolak belakang dengan wacana Komisi IV DPRD Sultra yang ingin menjadikan eks gedung RSUD lama sebagai rumah sakit rujukan kelas III. Untuk mewujudkan hal itu, Komisi IV beberapa waktu lalu telah “berguru” ke provinsi tetangga Sulawesi Selatan terkait mekanisme prosedur pelaksanaannya. Meski mendapat penolakan dari sebagian besar anggota DPRD namun anggota dewan dari partai pemerintah tetap setuju dengan kebijakan ruislag itu. Alasan yang dijadikan senjata bagi kelompok yang setuju ruislag, bahwa telah ada RS Bahteramas yang lebih lengkap dan bertaraf internasional apalagi sentra layanan baru itu juga melayani pasien Jamkesmas, Bahteramas, Askes dan kartu pengobatan lainnya.
Sehingga keberadaan RS rujukan kelas III terkesan mubasir. Legislator PAN, Nasrawaty Djufri mengatakan pengoperasian RS rujukan kelas III selain membebani APBD juga tak akan berjalan efisien. Permasalahannya, untuk membuka RS baru butuh anggaran yang tidak sedikit dalam menyediakan fasilitas dan alat-alat medis pengobatan. Namun jika RS itu tetap menggunakan fasilitas medis yang tersedia di RSU Bahteramas maka kinerja pelayanan pun tetap tak akan maksimal, sebab dibatasi oleh jarak. Biaya operasional juga akan bertambah.
“Intinya, selain membuang anggaran rencana tersebut akan berimplikasi pada kebijakan yang telah ada. Misalkan, bila RSUD rujukan kelas III didirikan, bagaimana dengan RSU yang telah ada dan lebih representatif dan lengkap peralatan medisnya,” ulang Anggota Komisi IV itu, menegaskan. Sebelumnya, pada berbagai kesempatan Pemprov selalu membeberkan rencana ruislag itu bahkan telah ada komunikasi dengan beberapa investor yang mengarah ke proses pengalihan. Gubernur Sultra, H. Nur Alam saat membuka rapat koordinasi PKK provinsi mengatakan, aset daerah yang terabaiakan adalah bekas RSUD Sultra akan dijadikan hotel dan kompleks KONI nantinya diubah sebagai kawasan perumahan yang didalamnya tersedia fasilitas rekreasi, sarana olah raga dan pusat perbelanjaan.
Penjelasan itu menguatkan statemen Kepala Bappeda Sultra, Nasir Andi Baso, sebelumnya yang mengatakan sudah ada investor asing maupun domestik yang berminat mengelola sejumlah aset terbengkalai itu, termasuk eks RSUD Sultra. “Selain sebagai bentuk optimalisasi pemanfaatan aset, rencana ini merupakan bagian dari grand design Kota Kendari ke depan,” versinya. Sementara itu di gedung wakil rakyat, beberapa anggota dewan tetap menyuarakan nada penolakan atas gagasan tersebut. Ketua dan Sekretaris Komisi IV, Abu Bakar Lagu bersama Ryha Madi, Ketua Komisi III, La Nika dan Slamet Raidi Tombili serta anggota dewan lainnya menolak keras rencana ruislag eks gedung RSUD.
Saat ditemui kemarin, Anggota Komisi IV DPRD Sultra, dr. La Ode Muhammad Izat Manarfa kembali menyampaikan hal senada. Menurutnya, alangkah baiknya wacana meruislag RSUD Sultra dikaji ulang, apakah kebijakan itu sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Sultra saat ini atau hanya karena ada kepentingan tertentu. “Kehadiran RS rujukan kelas III masih diperlukan, apalagi ruang perawatan pasien level itu di RSU Bahteramas masih sangat terbatas. Khusus ruang perawatan kelas I dan II memang sudah cukup, sehingga untuk menampung pasien pihak RSU Bahteramas menempatkan ruang-ruang yang belum terpakai dijadikan ruang perawatan. Itu akan menimbulkan kesan kumuh padahal RSU Bahteramas yang telah berlabel internasional,” datarnya. RS rujukan kelas III juga bisa dijadikan RS Pendidikan sebagai sarana praktik bagi mahasiswa kedokteran Unhalu. Langkah itu sekaligus menindaklanjuti bentuk kerjasama antara manajemen Rumah Sakit dengan Universitas Haluoleo yang belum terlihat jelas.
“Namun bukan berarti pasien dijadikan bahan percobaan. Maksudnya, mahasiswa kedokteran dapat belajar dengan mendampingi dokter-dokter yang bertugas ketika menangani pasien dan meneruskan tugas penanganan yang dilakukan dokter senior. Seperti bagaimana dokter merawat dan membalut luka pasien, bagaimana melakukan penanganan penyakit tertentu dan lain sebagainya. Di situ mereka bisa terjun langsung dalam membantu tugas dokter sebab selama ini belum ada ruang atau fasilitas bagi mahasiswa melakukan praktik yang kebanyakan hanya teori. Sama seperti mahasiswa keperawatan dan kebidanan yang praktei di RS lainnya termasuk RSU Bahteramas,” terang mantan Kadis Kesehatan Sultra itu.
Sumber: sultrakini.com