Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama ARSADA Jawa Tengah dengan PMPK FK UGM. Tujuannya adalah untuk mempelajari pelaksanaan Universal Health Coverage di Thailand yang telah berjalan selama lebih dari 10 tahun dan bagaimana respon RS-RS pemerintah disana terhadap kebijakan ini.
1. Overview terhadap Universal Health Coverage di Thailand
Ms. Netnapis Suchonwanich, Secretary General Assistant, National Health Security Office Thailand
Secara administrative Thailand memiliki 77 Provinsi, 876 kabupaten, 7255 kecamatan dam 68.839 desa dengan total populasi berdasarkan data tahun 2007 sebesar 65 juta jiwa. GNI sebesar USD 4,840. Dengan kondisi ini Thailand juga mengalami masalah dalam distribusi tenaga kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis di daerah pedesaan. Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan sistem berdasarkan prinsip “person follows money” dengan cara meningkatkan alokasi anggaran ke daerah terpencil dan menguranginya di pusat atau kota-kota besar. Dengan prinsip ini pemerintah bisa menyebarkan tenaga dokter hingga ke pelosok dan menguatkan pelayanan primary health care dan memperbaiki sistem rujukan. Pasien yang tercover UHC harus ke layanan kesehatan primer terlebih dahulu, jika tidak mampu ditangani barulah ke layanan kesehatan rujukan. Jika ingin langsung ke layanan RS maka harus membayar sendiri. Namun untuk layanan emergency, pasien boleh mengakses fasilitas manapun tanpa ada batasan geografis maupun waktu.
Awalnya banyak dokter di Thailand menolak untuk ditempatkan di daerah pedesaan, karena telah terbiasa mendapatkan income banyak dari banyaknya pasien yang dilayani di RS-RS di kota. Namun seiring berjalannya waktu dan sistem referal mulai berjalan, maka RS-RS kemudian hanya menangani kasus berat karena yang sederhana telah diatasi di level puskesmas. Quality of life dokter meningkat, pe rpasien dokter bias menghabiskan waktu sampai dengan 20 menit. Selain itu ada additional allowance yang diberikan oleh pemerintah sebesar 10.000 Baht (sekitar USD 300) per bulan kepada dokter yang mau untuk tidak praktek di swasta. Meskipun demikian, saat ini sistem rujukan belum berjalan seperti yang diharapkan.
Salah satu strategi yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kinerja sistem rujukan ini adalah dengan mekanisme asuransi. Thailand memiliki tiga skema utama asuransi kesehatan, yaitu:
– Civil Servant Medical Benefit Scheme (CSMBS) yang di tahun2008 bernilai 5 juta Baht atau sekitar 8%dari total asuransi kesehatan
– Social Security Service (SSS) yang bernilai 9.84 juta Baht di tahun yg sama atau sekitar 15,8% dari total anggaran untuk asuransi kesehatan, dan
– Universal Health Coverage (UHC) yang bernilai 47 juta Baht atau sekitar 7% dari total asuransi kesehatan.
CSMBS adalah asuransi kesehatan bagi PNS beserta istri dan dua orang anak, yang dananya berasal dari pemotongan gaji PNS. Sedangkan SSS adalah asuransi untuk karyawan swasta yang dibayarkan oleh perusahaan tempat karyawan bersangkutan bekerja. UHC yang telah diterapkan sejak tahun 2011 meliputi semua warga negara Thailand yang tidak tercover oleh dua skema lainnya.
Dengan system ini, masyarakat yang terlindungi asuransi akan mendapat manfaat berupa:
- layanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, misalnya layanan keluarga berencana, layanan antenatal hingga post natal termasuk mengikuti perkembangan bayi, vaksinasi, screening untuk risiko tertentu melalui pemeriksaan gula darah serta check up untuk kanker serviks dan payudara, peresepan obat anti viral
- melahirkan sampai dengan dua orang anak, dengan catatan bayi tidak meninggal
- layanan kesehatan gigi antara lain ekstraksi, filling, scaling, acrylic dentures
- diagnosis dan terapi untuk symptom umum seperti demam sampai dengan penyakit kronis yang mahal seperti stroke, kanker, gagal ginjal kronik, operasi katarak, operasi jantung dan lainnya termasuk fisioterapi dan progbosa medis
- pengobatan yang diatur dengan daftar obat nasional
- makanan dan fasilitas standar untuk ruang rawat inap
- layanan rujukan untuk pengobatan lebih lanjut
- layanan pengobatan tradisional thai
- rehabilitasi untuk disabilitas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Data kependudukan telah terintegrasi di Departemen Dalam Negeri dan terkoneksi secara online dengan Departemen Kesehatan sehingga kesalahan dalam mendaftarkan penduduk dalam salah satu skema asuransi dapat terhindarkan hingga angka kesalahan ini (misalnya teregristrasi dua kali) kurang dari 1% dari sebelumnya 12%.
Sistem pendataan untuk mendukung Implementasi Universal Health Coverage: RS Pemerintah sebagai salah satu State Enterprise
Inti dari penerapan UHC ini adalah adanya dukungan IT dan infrastrukturnya yang baik untuk memungkinkan terkumpulnya data secara akurat dan tepat waktu serta me-link-kannya dengan asuransi, bank dan pihak terkait lainnya. Masyarakat dapat mendaftar melalui kiosk secara online maupun melalui call center. Dukungan IT ini juga memungkinkan diterapkannya e-claim, sehingga saat ini tidak ada lagi paper-based claim.
Saat ini cakupan UHC mencapai 99,8%. Dari satu dekade penerapan UHC di Thailand, ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai pembelajaran global, yaitu:
UHC menjadi agenda nasional untuk menurunkan angka kemiskinan
1. UHC membutuhkan komitmen yang kuat dari para politisi, masyarakat sipil dan pemangku pemerintahan.
2.Thailand telah membuktikan bahwa penerapan UHC selama satu decade berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan
3.Tidak harus menjadi negara kaya untuk menerapkan UHC.
4.Ada tiga hal yang terkaitdengan memobilisasi sumber daya tambahan untuk kesehatan, yaitu komitmen politik untuk menggeser investasi dari pelayanan kesehatan sekunder dan tersier di perkotaan ke pelayanan primer di pedesaan, meningkatkan anggaran kesehatan dengan menjaga keamanan dalam negeri dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Resep keberhasilan penerapan UHC
1.Cakupan geografis yang luas, kecukupan tenaga khususnya di layanan kesehatan primer, dukungan pemerintah dan adanya keharusan bagi tenaga kesehatan untuk melayani masyarakat di pedesaan yang diatur sejak 1972.
2.Kapasitas dan pengalaman organisasi yang cukup dalam mengelola system pembiayaan kesehatan.
3.Kapasitas dalam kebijakan kesehatan dan system penelitian dalam menghasilkan pengetahuan dan bukti-bukti ilmiah yang diterjemahkan kedalam kebijakan politik dan reformasi system kesehatan.
Pentingnya sistem yang baik
1. Bagi negara yang sector informalnya sangat besar, pajak umum merupakan sumber pragmatic untuk keuangan UHC dan juga yang sangat progresif dimana orang kaya membayar pajak pendapatan yang proporsinya lebih besar daripada mereka yang lebih miskin.
2.Untuk menhontrol biaya, meningkatkan efisiensi dan memastikan ketersediaan keuangan secara jangka panjang, perlu dipertimbangkan pendekatan fixed budget pada pembayaran provider layanan kesehatan.
3. Harus dipisahkan antara peran pembayar (asuransi kesehatan) dengan penyedia layanan kesehatan untuk menciptakan akuntabilitas dan responsivitas pada penerima manfaat asuransi ini.
4. Paket komprehensif yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, kecelakaan dan gawat darurat, pencegahan dan promosi kesehatan dan layanan berbiaya sangat tinggi tanpa copayment akan mencegah pengeluaran yang katastropik.
Desain system yang baik menghasilkan pencapaian yang baik
1. Universal Coverage Service meningkatkan keadilan dalam berbagai dimensi, antara lain karena penduduk yang kaya membayar pajak pendapatan dalam proporsi yang lebih besar, bukti empiric menunjukkan bahwa penggunaan layanan rawat jalan dan rawat inap yang prop para masyarakat miskin, serta keadilan dalam subsidi pemerintah dimana manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat miskin, bukan oleh yang kaya.
2. Meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan dan menurunkan angka kebutuhan layanan kesehatan yang tidak terpenuhi.
3. Meningkatkan efisiensi, dimana meskipun pengeluaran pemerintah antara tahun 2001-2011 meningkat akibat peningkatan penggunaan sarana kesehtaan, namun dampaknya terhadap pengeluaran kesehatan (persentase GDP) lebih kecil.
2. The National Health Security Office
NHSO adalah organisasi public yang didirikab berdasarkan UU tahun 2002. Lembaga yang disupervisi langsung oleh Depkes (dimana Menteri duduk sebagai Ketua Board) merupakan secretariat bagi National Health Security Board dan Public Health Service Standard and Quality Control Board. Misi dari lembaga ini adalah 1) mempromosikan dan mengembangkan system kesehatan yang baik untuk meningkatkan kenyamanan public dan kepuasan penyedia layanan kesehatan, 2) mendorong agar public dan pemerintah daerah ikut terlibat dalam mengembangkan system kesehatan, 3) mempromosikan proses pembelajaran public dalam hal hak dan kewajibannya, 4) mengelola dana nasional untuk kesehatan dan keselamatan secara berkecukupan dan efisien, serta 5) membangun system manajemen NHSO secara berkelanjutan sebagai bagian dari system pembelajaran organisasi.
Dengan misi ini maka NHSO bertindak sebagai pembangun system yang berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan Thailand. Saat ini NHSO memiliki 13 cabang yang berada di setiap provinsi, salah satunya berkedudukan di Bangkok. NHSO mengelola sebuah call center dimana masyarakat Thailand dari seluruh pelosok bisa mendapatkan masukan terkait dengan haknya pada National Health Security System, mengkomplain layanan kesehatan yang kurang memuaskan dan mendapatkan bantuan jika perlu dirujuk ke RS (lain).
3. Pengalaman RS Menerapkan UHC
- RS Pemerintah
Untuk bisa menerapkan UHC di RS, maka ada beberapa aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya mengenai system rujukan. RS hanya bisa menangani pasien dengan diklaim ke UHC jika pasien yang bersangkutan dirujuk dari primary health care. Tanpa rujukan ini, pasien harus membayar sendiri layanan yang diterimanya di RS. Umumnya yangterjadi di Thailand adalah pasien yang ke RS sudah mulai di-screening, dimana kasus-kasus kompleks saja yang masuk ke RS karena kasus yang lebih sederhana telah diselesaikan di Puskesmas. Hal ini berdampak pada menurunnya beban RS pemerintah dalam hal jumlah pasien, namun meningkatkan beban dalam hal kompleksitas kasus.
Pada awalnya banyak penolakan terhadap hal ini karena mengurangi pendapatan RS, dan juga pendapatan para tenaga professional. Apalagi para dokter di RS Pemerintah tidak bekerja di RS Swasta seperti kebanyakan yang terjadi di Indonesia. Namun setelah berjalan beberapa tahun kemudian didapat hasil bahwa hal ini meningkatkan quality of life para tenaga kesehatan khususnya dokter di RS, dimana dokter dapat berdiskusi cukup panjang dengan pasien mengenai penyakitnya dan memberikan terapi yang tepat dan hati-hati. Apalagi jika dokter yang bersangkutan tidak bekerja di RS lain, maka loyalitas dokter hanya di 1 RS Pemerintah tersebut.
Untuk melayani pasien UC ini RS harus menerapkan pelayanan “tanpa kelas”. Sedangkan untuk pasien dengan CSMBS dan SSS, RS boleh menerapkan kelas dengan fasilitas yang lebih sesuai dengan benefit yang menjadi hak pasien yang bersangkutan. Kelas-kelas pelayanan inilah yang menjadi sumber pendapatan RS untuk pengembangan lebih lanjut.
Untuk memberikan pelayanan di RS, seluruh dokter diberi gaji. Tidak ada jasa pelayanan per pasien atau tindakan seperti yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia dokter mendapatkan insentif atau jasa pelayanan selain gaji tetap. Gaji dokter di RS pemerintah yang tertinggi adalah 30 juta Baht.
2. RS Swasta
Untuk memahami implementasi system UHC ini lebih jauh, dilakukan juga kunjungan ke RS Manwattana (RS Swasta) yang letaknya tidak jauh dari kompleks pemerintahan Thailand di Kota Bangkok. RS ini awalnya memiliki 100 tempat tidur, yang kemudian berkembang menjadi lebih dari 300 TT dengan melayani pasien UHC. Gedung pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk pasien yang tercover UHC dan non-UHC dipisahkan, untuk mengurangi crowded pelayanan di RS. Pelayanan yang disediakan untuk pasien UC meliputi layanan promotif dan preventif, layanan sekunder dan beberapa layanan tersier. Dengan range pelayanan yang cukup lebar, RS ini sering menerima rujukan dari RS pemerintah.
Meja registrasi pasien di poliklinik pasien UC
Dari 300-an TT yang dimiliki, 110 diantaranya adalah untuk pasien UHC dengan komposisi 40 TT untuk pasien wanita, 30 untuk pasien khusus kasus obgyn dan pediatrik, serta 40 lainnya untuk pasien pria. RS Manwattana yang sudah terakreditasi oleh ISO 9002 juga memiliki layanan neonatus dengan 20 incubator, yang saat kunjungan dilakukan layanan ini terisi 13 pasien yang seluruhnya adalah pasien dengan UHC. Selain itu ada 2 cathlab yang bisa digunakan oleh semua pasien. Namun pasien non-UHC dirawat di ruang CCU (single bed, total 13 beds) sedangkan pasien UHC dirawat di ICCU (berkapasitas 15-22 beds).
Inkubator di ruang pelayanan neonatus
Alat Cath-Lab yang digunakan untuk semua segmen pasien
Pembahasan
Dari hasil kunjungan pembelajaran ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi UHC memerlukan political will yang kuat dan didukung oleh data atau hasil penelitian yang relevan dan up to date sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan berbasis bukti. Thailand memerlukan waktu lebih dari 10 tahun untuk menghasilkan sistem seperti saat ini agar bisa mencapai cakupan UHC lebih dari 99%. Dalam kurun waktu tersebut salah satu yang diperkuat adalah sistem informasi untuk mengumpulkan data secara akurat dan tepat, sehingga data ini kemudian menjadi dasar untuk memutuskan besarnya kapitasi untuk pelayanan kesehatan primer di Puskesmas dan RS, serta besarnya biaya perlayanan per kasus di RS. Dengan demikian, provider pelayanan kesehatan pun merasa puas terhadap sistem ini, bukan hanya pemerintah dan masyarakat.
Di Indonesia sistem ini yang belum terbangun dengan baik. Saat bicara mengenai biaya pelayanan di RS Pemerintah, yang dipikirkan adalah „Tarif Perda“, bukan „real cost“. Hal ini tentu sangat berbeda, karena tarif Perda umunya ditetapkan tanpa melalui perhitungan biaya satuan pelayanan di RS. Oleh karena itu sudah saatnya RS-RS pemerintah menghitung biaya satuan pelayanannya, agar benar-benar diketahui berapa biaya yang dihabiskan untuk menangani suatu kasus. Hal memerlukan dukungan IT yang kuat pada Sistem Informasi Manajemen RS agar proses pengumpulan data dapat berjalan dengan lebih cepat dan data yang dihasilkan lebih akurat. Tentu saja juga diperlukan suatu organ yang akan mengumpulkan data tersebut di tiap regional dan di level nasional, sehingga suatu saat Indonesia juga bisa memiliki data base yang baik untuk kepentingan pengambilan keputusan yang lebih luas.
[…] Hospital (RS Pemerintah) serta tim Manajemen Mongkutwattana General Hospital (RS Swasta) mengenai Implementasi Universal Health Coverage di Thailand dan bagaimana dampaknya terhadap RS. Selain itu ada agenda diskusi yang menarik yaitu mengenai privatisasi RS Pemerintah di Jerman yang […]