Hasil Pembelajaran Minggu I
Kegiatan pada minggu pertama diisi dengan orientasi peserta terhadap Nossal Institute, para pengelola dan program-programnya, mengidentifikasi harapan pada program ALA Fellowship ini dan me-review literatur. Dari hasil identifikasi harapan didapat bahwa kelompok KARS, PERSI dan RS berharap dapat belajar mengenai bagaimana indikator klinik dibangun, siapa yang menentukan, bagaimana validasi data dan monitoringnya, serta bagaimana menjaga peningkatan kualitas pelayanan. Kelompok Kemenkes, Dinkes dan UGM ingin berharap dapat belajar tentang bagaimana mengembangkan juknis untuk dewan pengawas RS di level nasional maupun dewan pengawas RS, mengembangkan guideline bagi Kemenkes untuk melakukan review akademis dalam menghasilkan kebijakan khususnya yang terkait dengan RS, membangun struktur dan proses untuk mendukung dan mensupervisi RS paska akreditasi, serta membuat proposal untuk mendukung pendanaan dari pusat kepada Dinas Kesehatan Provinsi melalui dana Dekon sebagai salah satu bentuk penguatan provinsi dalam proses paska akreditasi RS.
Gambar 1. Para peserta menjalani orientasi di Kantor Nossal Institut
Untuk harapan-harapan ini, Nossal Institut memberikan berbagai sumber pembelajaran secara mandiri di internet berupa links ke berbagai situs yang memuat informasi yang dibutuhkan. Selain itu, Nossal juga mendatangkan berbagai narasumber yang akan mengisi sesi pada minggu kedua dan ketiga.
Pada aktivitas me-review literatur, para peserta dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: Kelompok PERSI & RS, Kelompok KARS, Kelompok Dinas Kesehatan (& Badan Mutu) serta Kelompok Kementrian Kesehatan. Tiap kelompok diminta untuk membaca artikel hasil penelitian yang telah ditentukan, melakukan telaah terhadap artikel tersebut dan mempresentasikan points pembelajaran yang didapat.
Gambar 2. Diskusi kelompok untuk mengidentifikasi ekspektasi pembelajaran dan mereview literatur
Kelompok PERSI dan RS mereview paper berjudul „Selecting Indicators for Patient Safety at Health System Level in OECD Countries“ yang ditulis oleh John Millar dan Soeren Mattke. Kelompok ini membandingkan antara indikator klinis yang digunakan oleh OECD Countries dengan yang digunakan di Indonesia, pemilihan kriterianya, penggunaannya untuk perumusan kebijakan. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa ada kemiripan proses yang digunakan dalam menilai, menyeleksi dan memilih/menentukan indikator klinis yang akan digunakan untuk penilaian akreditasi di Indonesia dengan di OECD Countries di level nasional. Namun jenis indikator yang dipilih atau dijadikan sebagai antara Indonesia dengan negara-negara kelompok OECD.
Kelompok KARS me-review dua artikel masing-masing berjudul „Impact of accreditation on the Quality of Healthcare Services: a Systematic Review of the Literature“ dan „The attitude of health care profesionals towards accreditation: A systematic review of the literature“. Dari kedua artikel tersebut, pembelajaran yang diperoleh adalah peran Kemenkes dan Dinkes Provinsi yang harus bersifat mendorong RS agar terakreditasi, peran PERSI untuk memonitoring secara periodik paska akreditasi, peran para peneliti untuk meneliti tentang dampak akreditasi terhadap mutu pelayanan di RS dan strategi yang perlu dibangun oleh KARS untuk memelihara peningkatan mutu pelayanan RS di Indonesia. Selain itu juga ada point yang menekankan bahwa perlu ada sosialisasi yang lebih baik mengenai standar akreditasi pada para profesional bidang kesehatan serta kerjasama dan koordinasi yang baik antar-organisasi profesi untuk meningkatkan peran masing-masing dalam proses akreditasi RS.
Gambar 3. Diskusi kelompok untuk mengidentifikasi ekspektasi pembelajaran dan mereview literatur
Kelompok Dinas Kesehatan me-review literatur berjudul „Linking organizational structure to the external environment: experiences from hospital reform in transition economies“. Dari artikel ini pembelajaran yang didapat terkait dengan sistem akreditasi adalah bahwa analisis makro untuk perubahan kebijakan sangat bisa diimplementasikan, perlu adanya reformasi penganggaran (di Indonesia), SDM harus dikelola secara lebih baik dan perlunya rencana stratejik yang melibatkan instansi lintas sektoral.
Kelompok Kemenkes me-review artikel berjudul „Improving provider skills, Strategies for assisting health workers to modify and improve skills: Developing quality health care – a process of change”. Pembelajaran yang didapat antara lain bahwa mutu pelayanan adalah “melakukan hal yang benar terhadap orang (pasien) yang benar pada saat yang tepat dengan biaya terendah”. Untuk mencapai mutu, ada dua hal yang dapat dilakukan yaitu Quality Assurance atau Quality Improvement, dimana kedua hal ini memiliki karakteristik yang berbeda. Namun manapun pendekatan yang digunakan, keduanya melibatkan adanya perilaku yang menjadi budaya para tenaga kesehatan di RS. Oleh karenanya artikel ini menyarankan adanya strategi untuk mengubah perilaku dan bagaimana lingkungan di RS diciptakan agar budaya mutu bisa berkembang dengan baik.
Gambar 4. Peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompok
Hari terakhir minggu ini cukup menarik karena ditutup dengan materi yang terkait dengan hak-hak orang dengan disabilitas. Di Australia ada NGO yang khusus bergerak untuk memperjuangkan hak orang dengan disabilitas melalui berbagai program, mulai dari mempromosikan bahwa segala aspek pembangunan harus direncanakan dan dikembangkan dari perspektif semua orang termasuk orang dengan disabilitas, hingga meningkatkan kemampuan orang-orang dengan disabilitas agar kualitas hidupnya menjadi lebih baik. Para peserta juga mendapat kesempatan untuk berdiskusi dengan kelompok Pertuni yang juga sedang menjalankan program yang lain bersama Nossal Institut.
Dikaitkan dengan program akreditasi RS, materi ini sangat tepat mengingat masih banyak RS (di Indonesia) yang dibangun dengan konsep yang kurang memperdulikan kebutuhan orang dengan disabilitas. Misalnya secara fisik tidak ada ramp yang memudahkan orang dengan kursi roda untuk menuju ke ruangan yang lebih tinggi, informasi dan berbagai fasilitas yang tidak user friendly terhadap orang yang tidak memiliki penglihatan, dan sebagainya, hingga petugas kesehatan yang kurang familier dengan tindak lanjut yang dapat diberikan kepada para penyandang disabilitas.
[…] Kegiatan pada minggu pertama diisi dengan orientasi peserta terhadap Nossal Institute, para pengelola dan program-programnya, mengidentifikasi harapan pada program ALA Fellowship ini dan me-review literatur. Dari hasil identifikasi harapan didapat bahwa kelompok KARS, PERSI dan RS berharap dapat belajar mengenai bagaimana indikator klinik dibangun, siapa yang menentukan, bagaimana validasi data dan monitoringnya, serta bagaimana menjaga peningkatan kualitas pelayanan. Selanjutnya… […]