Rumah Sakit Umum Daerah Fakfak, Papua Barat, sudah hampir dua bulan mengalami krisis oksigen dan obat-obatan. Selain itu, sejumlah pasien miskin yang berobat di rumah sakit tersebut, terancam tidak bisa melanjutkan pengobatannya, karena dana Jamkesmas dan Jamkesda dari pemda setempat belum juga dicairkan.
Hal ini terungkap dalam inspeksi mendadak (sidak) anggota Komisi I dan III DPRD Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Dalam sidak itu ditemukan banyak kekurangan peralatan medis yang dimiliki rumah sakit terbesar di kota Fakfak tersebut. Bahkan untuk menolong para pasien, petugas medis terpaksa menggunakan sarung tangan, dan jarum suntik bekas, namun lebih dulu peralatan medis itu disterilkan.k, Papua Barat, sudah hampir dua bulan mengalami krisis oksigen dan obat-obatan. Selain itu, sejumlah pasien miskin yang berobat di rumah sakit tersebut, terancam tidak bisa melanjutkan pengobatannya, karena dana Jamkesmas dan Jamkesda dari pemda setempat belum juga dicairkan.
“Kita mau gimana lagi, kondisi serba keterbatasan, sehingga dengan terpaksa kami harus membantu persalinan dengan menggunakan sarung tangan bekas yang telah distreilkan,” kata Mandasari, salah satu bidan di RSUD Fakfak.
Sementara itu, Dr. Jan Pieter Kambu, yang merupakan dokter ahli kebidanan di rumah sakit itu mengatakan sangat prihatin dengan masalah krisis perlengkapan medis yang telah terjadi hampir dua bulan ini. Bahkan menurut dokter spesialis asal Papua ini, kekurangan oksigen yang dialami pihak rumah sakit, membuat pelayanan operasi pasien tidak dapat dilakukan, sehingga keadaan ini dapat berakibat terhadap keselamatan pasien.
Keterbatasan peralatan medis, terutama oksigen ini, membuat salah satu pasien rawat inap, Abdul Muin yang menderita infeksi paru dan lambung, terancam keselamatannya. Pasalnya oksigen yang dipergunakan untuk menolong pasien tersebut tinggal satu, dan kalau tabung oksigen tersebut habis, pihak rumah sakit sendiri belum memiliki alternatif untuk mencari oksigen tambahan.
Sumber: KOMPAS.Com