MEDICAL TOURISM: DIMANA INDONESIA?
1. MEDICAL TOURISM TREND
Seorang wanita Nigeria yang sedang hamil tua baru-baru ini terbang sejauh lebih dari 3.000 mil dari negaranya menuju UK untuk melahirkan. Medicaltourist.com menyebutkan bahwa pasien memaksa diri terbang jauh dan langsung menuju RS untuk menjalani caesar emergency setelah dokter di negara asalnya mendapati dari hasil USG bahwa ada komplikasi dalam kehamilannya. Para dokter yang menyebut pasien mereka „turis medis“ menuntut pelayanan yang membutuhkan sumber daya yang sangat besar di kamar bersalin, meliputi para bidan, dua konsultan urologi, seorang konsultan radiologi, dua orang konsultan obstetrik dan dua orang ahli anestesi. Ibu dan bayi pada minggu yang sama direncanakan sudah bisa keluar dari RS.
Sementara itu Business Week menulis bahwa banyak perusahaan asuransi kesehatan di Amerika merekomendasikan pemegang polisnya untuk menjalani prosedur medis di luar negeri karena biaya di Amerika yang jauh lebih tinggi [Murah, Biaya Pelayanan Kesehatan di Asia dan Afsel] jauh lebih rendah, sementara kualitas pelayanan yang ditawarkan di negara lain (khususnya di Asia) setidaknya memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan asuransi. Orang-orang yang tidak tercover asuransi memilih untuk menjalani perawatan kesehatan di perbatasan Mexico.
Tahun 2010 lalu ada 6 RS di Asia yang masuk sebagai 10 RS terbaik dalam hal medical tourism versi MTQUA (Medical Travel and Tourism Quality Alliance) diantaranya adalah Fortis (formerly Wockhardt) Hospital, Bangalore, India (urutan pertama), Gleneagles Hospital, Singapore (urutan kedua), Prince Court Medical Centre, Kuala Lumpur, Malaysia (urutan ketiga), Bumrungrad International, Bangkok, Thailand (urutan keenam), Bangkok Hospital Medical Center, Bangkok, Thailand (urutan ketujuh) dan Wooridul Spine Hospital, Seoul, Korea (urutan kedelapan). Sedangkan berdasarkan versi Nu Wire Investor, negara tujuan medical tourism yang paling digemari adalah Panama, Brazil, Malaysia, Costa Rica dan India. Negara-negara ini terpilih karena kualitas dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kesehatan selain juga kemampuan berbahasa Inggris sehingga menghilangkan barier komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien.
Setiap ada pemeringkatan RS seperti ini, Indonesia tidak pernah masuk sebagai nominator. Padahal Indonesia, khususnya Bali masih masuk sebagai salah satu tempat tujuan wisata terfavorit dunia (urutan ke 24 menurut versi traveleye.com).
Disisi lain pemerintah Indonesia sendiri sedang gencar-gencarnya mempromosikan wisata alam, wisata budaya, hingga wisata kuliner ke seluruh dunia. Masih lekat dalam ingatan bagaimana gigihnya pemerintah memperjuangkan agar Pulau Komodo masuk dalam 7 keajaiban dunia. Juga sudah banyak upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat pembuatan film dengan latar belakang alam dan budaya Indonesia yang sangat khas. Namun belum ada usaha untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kesehatan. Bahkan orang Indonesia sendiri yang ramai-ramai mencari pengobatan ke luar negeri.
The Jakarta Post mengutip perusahaan konsultan dan bisnis Frost and Sullivan bahwa tahun 2008 ada 288.000 orang Indonesia yang mencari pengobatan di RS-RS di Malaysia. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 221.530 orang (2007) dan 170.414 (2006). Sementara itu menurut Asian Health Care and Hospital Management, tahun 2006 ada hampir 300.000 orang asing yang berobat di RS-RS Malaysia. Artinya, orang Indonesia mengisi lebih dari 50% kapasitas pelayanan pelayanan kesehatan untuk orang asing di Malaysia. Orang Indonesia yang berobat ke Singapura menurut The Jakarta Post mengalami sedikit penurunan dari tahun 2006 ke 2007 meskipun jumlahnya masih sangat banyak, yaitu dari 266.500 (2006) menjadi 200.266 (2007).
2. Murah, Biaya Pelayanan Kesehatan di Asia dan Afsel
3. Potensi Pasar Medical Tourism
4. Yang Mendukung untuk Menjadi Tujuan Medical Tourism
5. Mengapa Indonesia Belum Bisa Menjadi Tujuan Medical Tourism Pilihan?
6. Seberapa Siapkah RS-RS di Indonesia?
Terima Kasih atas artikelnya. Sangat bermanfaat.
[…] perekonomian negara tujuan. Thailand, Singapura, dan Malaysia adalah tiga dari 10 negara tujuan medical tourism terbaik menurut versi MTQUA (Medical Travel and Tourism Quality Alliance). Bahkan Malaysia juga […]
[…] berupaya menggandeng asosiasi yang terkait dengan bidang pariwisata dan turismus untuk mendukung medical tourism di Indonesia. Namun, masih banyak hal yang harus ditata dalam sistem pelayanan kesehatan itu […]
[…] 1. Medical Tourism Trend […]
[…] Pelayanan Kesehatan di Indonesia; sudahkan menjadi alternatif tujuan wisata? Libur panjang baru saja berlalu. Arus mudik dan arus balik dengan segala konsekuensinya sudah menjadi rutinitas tahunan yang dihadapi masyarakat Indonesia. Bukan hanya umat muslim yang merayakan Lebaran di kampung halaman, liburan ini juga dimanfaatkan warga non muslim untuk berwisata. Daerah-daerah tujuan wisata favorit seperti hampir tidak sempat beristirahat karena belum lama berselang merupakan periode libur panjang sekolah. Mobilitas penduduk dalam jumlah besar ini tidak terlepas dari resiko keselamatan maupun kesehatan di perjalanan maupun selama berwisata. Ini menimbulkan kebutuhan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Umumnya RS masih bersifat pasif dalam menghadapi fenomena ini, yaitu menunggu jika ada wisatawan yang mengalami gangguan kesehatan dan membutuhkan layanan. Belum ada upaya proaktif untuk mengembangkan medical tourism yaitu menjadikan pelayanan kesehatan sebagai tujuan utama dan berwisata sebagai aktivitas sekundernya. Hal ini belum banyak digarap di Indonesia, padahal potensinya sangat besar. Sementara negara-negara tetangga sudah lebih dulu secara agresif memasarkan medical tourism. Silahkan ikuti ulasan selengkapnya mengenai topik ini disini. […]