Tak banyak yang mengetahui, bila ada Rumah Sakit di Indonesia yang telah lama berdiri selama ratusan tahun.
Umumnya, sejumlah rumah sakit ini dibangun pada zaman Belanda. Tak heran, ada beberapa bangunan rumah sakit yang terlihat klasik dan berciri khas ala bangunan negeri kincir angin tersebut.
Berikut ini, kami berhasil mengumpulkan 4 rumah sakit tertua di Indonesia yang masih beroperasi hingga kini, yaitu:
1. RS Dustira
Inilah rumah sakit tertua di Indonesia, Rumah Sakit Dustira yang telah berdiri sejak 1887. Rumah sakit yang terletak di jalan Dustira, Cimahi Jawa Barat ini dulunya diperuntukkan untuk merawat tentara-tentara Belanda yang bertugas di daerah Cimahi dan sekitarnya.
Dikutip dari berbagai sumber, pada masa penjajahan Hindia-Belanda, rumah sakit ini bernama Militare Hospital dengan luas tanah 14 hektar. Rumah sakit ini juga menjadi rujukan bagi tawanan tentara Belanda dan perawatan tentara Jepang pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Namun pada tahun 1945-1947, bangunan ini kembali dikuasai oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA).
Pada 1949, Militare Hospital diserahkan oleh militer Belanda kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Letkol Dokter Kornel Singawinata. Sejak saat itu rumah sakit ini berganti naman menjadi Rumah Sakit Territorium III dengan Letkol Dokter Kornel Singawinata sebagai kepala rumah sakit yang pertama.
Tetapi pada tanggal 19 Mei 1956 pada saat perayaan Hari Ulang Tahun Territorium III/Siliwangi yang ke-10, Panglima Territorium III/Siliwangi, Kolonel Kawilarang, menetapkan nama rumah sakit ini dengan nama Rumah sakit Dustira.
Menurut dia, ini adalah wujud penghargaan terhadap jasa-jasa Mayor dr. Dustira Prawiraamidjaya sebagai pejuang di medan perang dan memberikan pertolongan para korban peperangan terutama untuk wilayah Padalarang. Tetapi pada perkembangan selanjutnya Rumah Sakit Dustira, bukan saja menerima pasien dari kalangan militer tapi juga masyarakat umum.
2. RS PGI Cikini
Rumah sakit tertua kedua di Indonesia ini telah dibangun pada 15 Maret 1895. Terletak di jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, bangunan ini dulunya adalah rumah pelukis kenamaan Raden Saleh.
Saat itu, misionaris Belanda Dominee Cornelis de Graaf dan isterinya, Ny. Adriana J de Graaf-Kooman mendirikan Vereeniging Voor Ziekenverpleging In Indie atau perkumpulan orang sakit di Indonesia.
“Balai pengobatan dibuka di Gang Pool (dekat Istana Negara) pada 1 September 1895, sebagai wadah pelayanan kesehatan. Dominee de Graaf dan isterinya mencari dana untuk mengawali pekerjaan pelayanan ini memperoleh sumbangan senilai 100.000 gulden dari Ratu Emma (Ratu Belanda saat itu). Dari sumbangan ini maka dibelilah Istana Pelukis Raden Saleh pada Juni 1897 dan kegiatan pelayanan kesehatan dialihkan ke gedung ini,” seperti Liputan6.com kutip dari situs RS PGI Cikini, Jumat (24/7/2015).
Pada 12 Januari 1898, pelayanan pun ditingkatkan menjadi Rumah Sakit dan diresmikan sebagai Rumah Sakit Diakones yang pertama di Indonesia. Mengingat sebagian besar sumbangan yang diterima berasal dari Ratu Emma, maka diberi nama dengan Koningin Emma Ziekenhuis (Rumah Sakit Ratu Emma).
Pada waktu pendudukan Jepang (1942-1945 ), Rumah Sakit Tjikini dijadikan rumah sakit untuk Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Hingga akhir 1948 RS Cikini dikembalikan pengelolaannya kepada pihak swasta dipimpin oleh R.F. Bozkelman.
Pada 1957, pengelolaan rumah sakit ini diserahkan kepada DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) dengan Prof. Dr. Joedono sebagai pimpinan sementara. Selanjutnya diangkat dr. H. Sinaga, sebagai direktur pribumi pertama RS Tjikini.
Yayasan Stichting Medische Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini kemudian diubah namanya menjadi Yayasan Rumah Sakit DGI Tjikini pada 31 Maret 1989. Ssehubungan dengan perubahan nama DGI menjadi PGI, dan adanya ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, maka nama Yayasan RS DGI Tjikini disempurnakan menjadi Yayasan Kesehatan PGI Cikini .
Kini, RS PGI Cikini dilengkapi dengan taman yang luas, yang pernah juga berfungsi sebagai Kebun Botani serta Kebun Binatang yang areanya mencapai lokasi Kampus IKJ, TIM serta SMP I Cikini (saat ini). Sampai saat ini, lokasi taman yang masih berada di Rumah Sakit tetap tertata dengan rapih sehingga RS PGI Cikini mendapat sebutan A Garden Hospital with Loving Touch.
3. RS Dr Soetomo
Sejarah RSUD Dr. Soetomo Surabaya diawali dengan berdirinya Rumah Sakit Simpang dan Rumah Sakit AL Central Burgerijike Ziekenhuis (CBZ).
Rumah Sakit Simpang terletak di Jalan Pemuda 33 merupakan rumah sakit pendidikan bagi Fakultas Kedokteran UNAIR yang didirikan tahun 1923. Sedangkan Rumah Sakit AL Central Burgerijike Ziekenhuis (CBZ) yang terletak di Desa Karang Menjangan merupakan rumah sakit yang dibangun oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1937. Pada tahun 1943 pada masa penjajahan Jepang, pembangunan rumah sakit dilanjutkan oleh Jepang. Setelah selesai kemudian didirikan Rumah Sakit AL.
Pada 1 September 1948 oleh Pemerintah Belanda Rumah Sakit Simpang diubah menjadi Roemah Sakit Oemoem Soerabaja. Namun, pada 1950 Roemah Sakit Oemoem Soerabaja di bawah Departemen Kesehatan RI, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat.
Pada 1964 Rumah Umum Pusat Surabaya diubah namanya menjadi RSUD Dr. Soetomo sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, tanggal 20 Mei 1964 No. 26769/KAB/76. Dan pada 1965 RSUD Dr. Soetomo ditetapkan menjadi Rumah Sakit kelas A, sebagai rumah sakit pelayanan, pendidikan, penelitian dan pusat rujukan tertinggi untuk Wilayah Indonesia Timur.
4. RS Immanuel Bandung
Sayangnya tak banyak referensi mengenai rumah sakit ini. Dalam situs RS Immanuel sendiri, disebutkan, bangunan ini dulunya adalah Balai Pengobatan.
Bertempat di Pasirkaliki, Bandung, pendeta Alkema mengubah tempat kereta kudanya menjadi tempat pengobatan pada 1900. 10 tahun kemudian, dia diganti oleh Pendeta Yohanes Iken yang berupaya mendirikan Zending Hospital Immanuel di Jalan Kebonjati.
Selanjutnya, pada 1922, Immanuel pindah ke Situsaeur untuk pengembangan lebih lanjut. Tepatnya,
1 Juli 1949 kepemilikan diserahkan kepada Gereja Kristen Pasundan dan beroperasi di bawah pengelolaan Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan (BRS-GKP).
Dari 1965 hingga sekarang, RS Immanuel dipergunakan oleh Universitas Kristen Maranatha sebagai Rumah Sakit Pendidikan.
5. RS Cipto Mangunkusumo
Sebagai pusat rujukan nasional di era Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr Ciptomangunkusumo, tidak terlepas dari sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Situs RSCM mencatat, sejarah bermula ketika pada 1896, Dr H.Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.
Kemudian pada 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada 19 November 1919 didirikanlah CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.
Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). Tiga tahun kemudian, CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON), dipimpin oleh Prof Dr Asikin Widjaya-Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof.Tamija.
Tahun 1950 RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Dan pada 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof Dr Satrio meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM.
Sumber: liputan6.com
Jogja banyak yang tua juga….