KABUPATEN BLITAR – Fenomena penelantaran atau pembuangan bayi kembali terjadi di Blitar Raya. Modusnya tidak jauh beda. Diduga karena belum siap, orang tua membuang anak kandung sendiri dan pura-pura menemukan bayi. Bersama beberapa organisasi perangkat daerah (OPD), rumah sakit umum daerah (RSUD) Ngudi Waluyo berencana melakukan edukasi kesehatan reproduksi ke sekolah-sekolah.
“Bayi sekarang masih di rumah sakit, kemarin yang ngantar Pak Polisi,” ujar Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, dr Endah Woro Utami, kemarin(2/4).
Tercatat sudah empat hari bayi tersebut dirawat di rumah sakit. Untungnya, bayi tersebut dalam kondisi yang cukup baik saat dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah ini.
Tidak ada perawatan khusus atau penanganan secara instensif, Sebab, dari hasil pemeriksaan tenaga spesialis, bayi tersebut dalam kondisi baik. Hanya menunjukkan tanda kurang minum. “Awalnya memang agak sedikit kuning karena kurang minum. Tapi setelah mendapatkan perawatan berangsung pulih. Nangisnya juga sangat kencang dan minum susunya juga kuat,” jelas Woro.
Ya, Rabu (29/3) malam, seorang warga Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, mengaku menemukan bayi di tepi jalan hutan jati, Dusun Barek, Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, pada pukul 22.30 seusai pulang kerja. Bayi itu ditemukan dalam keadaan dibedong. Di sekitar lokasi tersebut, terdapat susu, pakaian bayi, botol, dan tisu basah. Bayi tersebut sempat dibawa pulang, sebelum akhirnya dikirim ke rumah sakit oleh polisi yang menerima laporan penemuan bayi tersebut.
Kini, bayi berjenis kelamin laki-laki ini sudah bisa dibawa pulang alias dirawat oleh keluarga. Hanya, perlakuannya sedikit berbeda alias tidak seperti pasien pada umumnya. Sebab, bayi tersebut diantarkan oleh aparat penegak hukum dan disinyalir menjadi korban penelantaran. Untuk itu, harus ada jaminan hal tersebut tidak terluang kembali.
Rumah sakit kini juga sudah berkoordinasi dengan beberapa organisasai perangkat daerah (OPD) terkait untuk penanganan bayi ini. Di antarannya, dinas kesehatan; dinas sosial; dan dinas pengendalian penduduk, keluarga berencana, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak. Itu sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk memastikan perlindungan terhadap bayi tersebut.
Hal ini secara otomatis berdampak pada proses perawatan bayi selepas keluar dari rumah sakit. Artinya, pemerintah juga memiliki tanggung jawab anak tersebut tidak lagi menjadi korban penelantaran bayi. “Jadi kalau keluarga nanti mau ambil, harus ada saksi yang memastikan bayi ini dirawat dengan baik,” terangnya.
Woro mengatakan, Bupati Rini Syarifah juga sempat menjenguk bayi tersebut di rumah sakit. Orang nomor satu di Bumi Penataran ini juga membawa seorang tokoh agama yang kemudian mendoakan dan membacakan azan serta iqamah untuk bayi tersebut. “Ibu Bupati juga menyampaikan bahwa anak itu adalah berkah. Harusnya dijaga dengan baik. Karena banyak yang berkeinginan punya anak tapi belum dikarunia anak,” ujarnya menirukan pesan bupati.
Peristiwa pembuangan bayi menjadi persoalan bersama. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mencegah agar peristiwa tersebut tidak lagi terjadi di kemudian hari. Woro mengaku bakal melakukan pendampingan bersama stakeholder terkait. Utamanya, OPD terkait yang memiliki kewenanganan dalam hal tersebut.
Rencannya, kata Woro, pihaknya bersama OPD tersebut bakal melakukan edukasi mengenai pentingnya kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah. Hal itu tidak hanya diberikan kepada siswa, tetapi juga guru. Dengan begitu, para pendidik juga memiliki bekal dan mampu memberikan bimbingan kepada para peserta didiknya.
“Edukasi ini tidak hanya berlaku untuk anak sekolah menengah. Tapi sejak dini juga harus sudah mulai dikenalkan dengan kesehatan reproduksi ini. Mudah-mudahan hal ini bisa mencegah kasus serupa terulang kembali di masa depan,” harap dia. (*/c1/hai)
Sumber: jawapos.com