Reportase Pertemuan Pelatihan Metodologi Workload Indicators of Staffing Need (WISN)
Selasa, 3 Agustus 2021
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM bekerja sama dengan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olah Raga (Kesjaor), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO Indonesia tengah melakukan kajian terhadap indikator beban kerja kebutuhan nakes dan lingkungan kerja yang aman di faskes penyedia layanan COVID-19. Adapun penilaian beban kerja tersebut menggunakan metode dari WHO yaitu: Workload Indicators of Staffing Need (WISN). Metode ini merupakan instrumen manajemen ketenagakerjaan yang bisa menyediakan cara sistematis untuk dapat membuat keputusan terkait pengaturan sumber daya manusia kesehatan. Sebagai bagian dari pelaksanaan studi ini, dilakukan pelatihan terkait metodologi WISN, yang disampaikan oleh Konsultan WHO, Dr. Mollent Okech. Pelatihan WISN ini diikuti oleh tim peneliti PKMK FK – KMK UGM, Direktorat Kesjaor, BPPSDMK, dan perwakilan dari bagian kepegawaian faskes yang akan menjadi pilot studi ini.
Hari pertama pelatihan dibuka oleh sambutan dari direktur PKMK, Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS yang menyampaikan bahwa di masa pandemi COVID-19, tenaga kesehatan mempunyai beban yang sangat tinggi. Ditambah lagi resiko penularan virus corona yang harus dihadapi sehari – hari, tekanan psikologis dari pekerjaan, banyaknya nakes yang berguguran, berkontribusi besar menyebabkan burn out dari nakes yang akan berpengaruh pada performa kerja. Oleh karena itu, studi terkait WISN dan juga lingkungan kerja yang aman menjadi relevan. Sambutan berikut diberikan oleh dr. Riskiyana S. Putra, M.Kes selaku direktur Kesjaor. Pihaknya menyampaikan bahwa jumlah nakes yang gugur saat ini sudah lebih dari seribu orang, dan lebih dari setengahnya adalah dokter. Rasio antara petugas dan yang dilayani menjadi tidak ideal. Hal ini menjadi beban kerja dari layanan primer sampai ke rujukan. Beban ekosistem masalah bukan hanya ada pada tenaga kesehatan, melainkan juga terkait kebijakan, ekonomi, dan masalah sosial. Riski berpesan untuk melihat perspektif benefits, risk evaluation, through past, presence and future.
Materi hari pertama terkait Overview WISN dan menentukan waktu kerja yang tersedia. Dr. Mollent Okech menyampaikan bahwa WISN dapat membantu kita menentukan cara terbaik untuk mengalokasikan staf baru, dan fungsi – fungsi baru di layanan kesehatan. Kita bisa menentukan siapa yang perlu melakukan fungsi tertentu. WISN dapat membantu menghitung fungsi dan komponen yang tumpang tindih. Dengan WISN kita bisa mendeteksi perubahan yang tidak terlalu sesuai. WISN juga dapat digunakan untuk merencanakan berapa tenaga kerja kesehatan yang kita butuhkan di kemudian hari. WISN juga bisa memeriksa dampak dari beban kerja pada berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi pemberian layanan.
Kelebihan metode WISN antara lain mudah untuk dioperasikan karena aplikasinya sudah tersedia, mudah digunakan, dapat dipahami oleh manajer di fasilitas pelayanan kesehatan. Selama kita tahu berapa waktu nakes bekerja dan hari kerja. Selain kelebihan, sebagaimana metode lainnya, WISN juga memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah WISN ini tergantung pada statistik layanan tahunan. Jika ini tidak ada, kita bisa melihat record yang ada, trend layanan, dan sebagainya. Selanjutnya untuk waktu kerja tersedia (Available Working Time) adalah waktu yang tersedia bagi nakes untuk bekerja selama satu tahun dengan mempertimbangkan waktu mereka tidak masuk atau absen.
Dalam sesi diskusi, dari Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, BPPSDMK, menyatakan bahwa di Indonesia sudah ada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020. Dalam peraturan ini telah diatur bahwa aparatur negara, termasuk tenaga kesehatan memiliki jam kerja yaitu 37.5 jam per minggu, dikurangi dengan waktu istirahat sehingga jam kerja efektif per minggu adalah 26.5 jam. Selain itu, Kementerian Kesehatan sendiri sudah memiliki Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang biasanya dijadikan pedoman dalam perencanaan dan kebutuhan SDM Kesehatan. Selain itu di BPPSDMK sendiri sudah memiliki aplikasi Renbut, yang dalam pembentukannya juga didasarkan dari instrument WISN. Dr. Mollent kemudian menjelaskan bahwa metode WISN bisa dipakai untuk memperbaharui sistem yang sudah ada. Apalagi dengan situasi pandemi saat ini, dimana tugas tenaga kesehatan menjadi tumpang tindih, WISN dapat menangkap keadaan yang terjadi dalam tugas keseharian tenaga kesehatan sehari – hari.
Materi pelatihan WISN dapat diakses di sini.
Reporter: Sandra Frans