Pengobatan Simptomatik untuk Health Inequity :
Meningkatkan Kesadaran akan Bias Implisit pada Pelayanan Kesehatan
Community of Practice for Health Equity
“Health equity” atau pemerataan dalam kesehatan berarti idealnya, setiap orang harus mendapatkan kesempatan yang adil untuk mencapai potensi kesehatan penuh mereka dan tidak seorang pun boleh dibedakan dalam mencapai potensi ini.1 Atas dasar definisi ini, tidak boleh ada pasien yang patut menerima standar perawatan kesehatan yang lebih rendah karena “structural inequality” atau ketidakadilan struktural yang meliputi faktor sosial ekonomi, kelas, tingkat pendidikan, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, dan dimensi-dimensi lain yang melekat pada individu dan kelompok.2
WHO menekankan pentingnya perencanaan kebijakan dan Health in All Policies (HiAP) untuk mencapai kesetaraan kesehatan.3 Namun, membuat kebijakan publik adalah proses yang sangat rumit. Perubahan kebijakan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat, sedangkan iklim sosiopolitik yang kurang inklusif terhadap seluruh strata masyarakat dapat dengan cepat menimbulkan bias implisit yang memengaruhi tidak hanya persepsi umum tetapi juga persepsi profesi tenaga kesehatan.4,5 Bias implisit menjadi masalah dalam sistem pelayanan kesehatan ketika ini mempengaruhi sikap penyedia layanan kesehatan, diagnosis pasien, dan pengobatan yang disediakan untuk pasien.4,5
Bias implisit atau bias yang tidak disadari adalah kecenderungan bawah sadar seseorang untuk mengasosiasikan stereotip atau sikap dengan kategori orang tertentu, dan dapat mengakibatkan tindakan dan keputusan yang bertentangan dengan niat atau nilai eksplisit.4 Bias implisit dalam perawatan kesehatan telah didokumentasikan selama bertahun – tahun, terutama di Amerika Serikat, dimana tingkat diskriminasi rasial tinggi. Namun, bias implisit tidak hanya berkaitan dengan perbedaan ras dan etnis.
Schwartz et al. (2003) mengamati adanya bias implisit terhadap pasien yang obesitas. Pasien obesitas dianggap malas, bodoh, dan tidak berharga. Bias implisit ini memiliki beberapa implikasi terhadap perawatan pasien – pasien tersebut, seperti waktu yang dihabiskan bersama pasien, empati, kualitas interaksi, optimisme tentang prognosis pasien, dan keinginan untuk memberikan dukungan medis yang sesuai. Karena persepsi ini, pasien obesitas menjadi enggan mencari perawatan medis sehingga menyebabkan diagnosis terlambat, dan dengan demikian, meningkatkan risiko penyakit dan biaya perawatan kesehatan.6
Chapman et al. (2001) melaporkan bahwa dokter cenderung untuk mendiagnosis pasien pria dengan PPOK karena persepsi bahwa lebih banyak pria merokok dan terpapar pada bahan – bahan iritan (bahan karena reaksi kimia dapat menyebabkan kerusakan) di tempat kerja dibandingkan wanita. Fenomena ini berlanjut meskipun telah diamati bahwa prevalensi PPOK pada wanita terus meningkat. Sebaliknya, wanita lebih sering didiagnosis dengan asma dibanding pria. Penemuan ini membuktikan adanya bias gender yang mempengaruhi keputusan dokter saat mendiagnosa penyakit pernapasan.7
Uncapher & Areán (2000) menemukan bahwa walaupun para dokter dalam penelitian mereka mendiagnosis depresi dan risiko bunuh diri pada kelompok pasien dewasa dan geriatri, mereka beranggapan bahwa ide bunuh diri pada pasien yang lebih tua itu normal. Mereka enggan memberikan strategi terapi untuk membantu pasien geriatri dan kurang optimis mengenai manfaat terapi atau pengobatan.8
Studi – studi di atas memberi gambaran akan contoh dan pengaruh bias implisit terhadap pasien. Tampak bahwa sebenarnya bias implisit yang dimiliki seorang individu adalah hasil dari stereotip kultural dan struktural yang sudah tertanam sejak kelahiran individu tersebut. Untuk menghapuskan bias implisit, lebih efektif untuk memperbaiki akarnya, yaitu structural inequality atau ketidakadilan struktural. Tetapi, apakah kita layak berdiam diri menunggu perubahan berskala besar itu terjadi?
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah salah satu pendekatan untuk meningkatkan pemerataan kesehatan.9 Namun, saat ini masih ada stigma negatif terhadap sistem JKN dan BPJS, seperti perawatan yang diberikan di bawah standar dan lambat, obat – obatan yang diberikan murah, dan tenaga kesehatan kurang berempati.10,11 Namun, kekurangan dalam pelayanan ini juga disebabkan oleh proporsi yang tidak seimbang antara pasien BPJS dan sumber daya rumah sakit.11 Pada Juli 2020, iuran bulanan BPJS telah dinaikkan sebesar 100%.12 Pengguna BPJS mengharapkan peningkatan kualitas kesehatan yang disediakan, dan sudah sepantasnya peningkatan ini diusahakan. Perlu diingat, meningkatkan kesadaran akan bias implisit terhadap pasien BPJS tidak akan melenyapkan kelemahan struktural ekonomi yang menyebabkan bias implisit tersebut, tetapi ini tetaplah langkah untuk meningkatkan standar pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien.
Jika dianalogikan, apabila health equity adalah “penyakit” yang dapat disembuhkan dengan vaksin, maka kita perlu mengembangkan “vaksinnya”, yaitu Health in All Policies (HiAP). Namun, sementara “vaksin” ini masih dalam pengembangan, tentu “pengobatan simptomatik” harus diberikan, dengan cara mengatasi bias implisit yang, seperti disebutkan di atas, disebabkan oleh ketidakadilan struktural dalam masyarakat. Kesadaran akan bias implisit dalam ruang lingkup medis harus dipromosikan sehingga tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas perawatan yang mereka berikan kepada pasien dari berbagai latar belakang. (Giovanna Renee Tan)
A Symptomatic Treatment of Health Inequity : Raising Awareness on Implicit Bias in Healthcare
Community of Practice for Health Equity
“Health equity” or “equity in health” implies that ideally, everyone should have a fair opportunity to attain their full health potential and that no one should be disadvantaged from achieving this potential.1 Therefore, no patient should expect a lower standard of healthcare due to structural inequity, such as socioeconomic factors, class, education level, race, gender, sexual orientation, and other dimensions of individual and group identity.2
WHO stresses the importance of policy planning and Health in All Policies (HiAP) to achieve health equity.3 However, amending policies is a long-term process. In contrast, a persistently skewed sociopolitical climate quickly produces implicit biases that affect not only general perception but also healthcare providers’ perceptions.4,5 Implicit bias becomes a problem in healthcare when it concerns healthcare providers’ attitudes, judgments on diagnosis, and treatments they make available to the patient.4,5
Implicit bias or unconscious bias is the process of associating stereotypes or attitudes towards categories of people without conscious awareness – which can result in actions and decisions that are at odds with one’s intentions or explicit values.4 Implicit bias in healthcare has been widely documented for years, especially in the United States, where the racial disparity is high. Nevertheless, implicit bias does not only include racial and ethnic differences.
Schwartz et al. (2003) observed the presence of weight bias in medical care settings. Obese patients were perceived as lazy, stupid, and worthless. This implicit bias had several potential implications for the care of obese individuals, such as time spent with patients, empathy, quality of interactions, optimism about improvement, and willingness to provide support. Due to this perception, obese patients may be reluctant to seek health care because of weight bias, which prevents early detection, and, thus, increases the likelihood of medical problems and healthcare costs.6
Chapman et al. (2001) reported that physicians are more likely to diagnose male patients with COPD due to the perception that more men smoke and are exposed to occupational pulmonary irritants compared to women. This phenomenon persists even though women are clearly at increasing risk of developing COPD. By contrast, women present with doctor-diagnosed asthma more often than men. Gender bias could explain such findings among physicians in their diagnosis of different types of respiratory diseases.7
Uncapher & Areán (2000) found that although the physicians in their study recognized depression and suicidal risk in both adults and geriatric, they were more likely to feel that suicidal ideation on the part of the older patient was rational and normal. They were less willing to use therapeutic strategies to help older patients and were less optimistic regarding treatment benefits.8
The studies above are examples of implicit bias towards patients. It is evident that an individual’s implicit biasness is the result of cultural and structural stereotypes that have existed since the individual’s birth. To erase implicit bias, it is more effective to correct its roots, namely, structural inequality. However, is it appropriate for us to remain silent while waiting for such large-scale changes to occur?
The National Health Insurance system is one of the approaches to improve health equity.9 However, the current perception of Indonesia’s national health insurance, JKN and BPJS, are riddled with unfavorable stigma. Amongst the many stigmas of BPJS are the care provided is subpar and slow, the drugs given are cheap, and healthcare providers are less empathetic.10,11 However, this disparity is partly due to the unbalanced proportion between BPJS patients and hospital resources.11 In July 2020, the BPJS monthly premium has been raised by 100%.12 BPJS users expect a raise in health quality provided, and there should be.12 Raising healthcare providers’ awareness of implicit bias towards BPJS patients would not, however, fix the structural inadequacies that caused those implicit biases. Nevertheless, it would be a step to improve the standard of health service and improve patient satisfaction.
To make an analogy, if health equity is a “vaccine-curable-disease,” we need to develop the “vaccine,” which is Health in All Policies. However, while the “vaccine” is still in development, it would make sense to administer “symptomatic treatment,” by addressing implicit biases which, as mentioned above, is caused by the structural inequity in society. Awareness of implicit bias in health care should be promoted so that physicians can improve the quality of care they provide to patients of all backgrounds.
Referensi
- (2017). Health equity. Retrieved from https://www.who.int/topics/health_equity/en/
- Fitzgerald, C., & Hurst, S. (2017). Implicit bias in healthcare professionals: a systematic review. BMC Medical Ethics, 18(1). http://doi.org/10.1186/s12910-017-0179-8
- (2013). Closing The Health Equity Gap : Policy options and opportunities for action. Geneva : WHO.
- Osta, K., and Vasquez, Hugh. Implicit Bias and Structural Inequity. National Equity Project. Retrieved from https://nationalequityproject.org/wp-content/uploads/National-Equity-Project-Implicit-Bias.pdf
- Chapman, E. N., Kaatz, A., & Carnes, M. (2013). Physicians and Implicit Bias: How Doctors May Unwittingly Perpetuate Health Care Disparities. Journal of General Internal Medicine, 28(11), 1504–1510. http://doi.org/10.1007/s11606-013-2441-1
- Schwartz, M. B., Chambliss, H. O., Brownell, K. D., Blair, S. N., & Billington, C. (2003). Weight Bias among Health Professionals Specializing in Obesity. Obesity Research, 11(9), 1033–1039. http://doi.org/10.1038/oby.2003.142
- Chapman, K. R., Tashkin, D. P., & Pye, D. J. (2001). Gender bias in the diagnosis of COPD. Chest, 119(6), 1691–1695. https://doi.org/10.1378/chest.119.6.1691
- Uncapher, H., & Areán, P. A. (2000). Physicians are less willing to treat suicidal ideation in older patients. Journal of the American Geriatrics Society, 48(2), 188–192. https://doi.org/10.1111/j.1532-5415.2000.tb03910.x
- Health Policy Plus. Comprehensive Assessment of Indonesia’s National Health Insurance Scheme. Retrieved from http://www.healthpolicyplus.com/indonesiaJKN.cfm
- Beda Pelayanan Rumah Sakit Antara Peserta BPJS dengan Dana Pribadi. (2019). Retrieved from https://www.merdeka.com/peristiwa/beda-pelayanan-rumah-sakit-antara-peserta-bpjs-dengan-dana-pribadi.html
- co. (2015). 4 Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan . Retrieved from https://nasional.tempo.co/read/690357/4-masalah-paling-dikeluhkan-dalam-pelayanan-bpjs-kesehatan
- BBC News. Iuran BPJS Kesehatan naik 100% mulai 2020: ‘Akan setop bayar kalau kualitas pelayanan begini-begini saja’. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50239942