CoP of Health Equity
Pandemi COVID-19 dan Keterbatasan Jumlah Tenaga Kesehatan
Pandemi COVID-19 membuat rumah sakit menghadapi keterbatasan jumlah tenaga medis terkait keahlian penyakit pernafasan. Dalam menghadapi krisis ini, para tenaga kesehatan ada untuk memberikan perawatan. Namun, separuh populasi dunia tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan esensial, apa yang terjadi ketika tidak ada cukup dokter, perawat, dan staf pendukung? Salah satu poin dalam SDG adalah cakupan kesehatan universal pada 2030, namun apakah ini dapat terwujud dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan dan pendukung?
Data ILOSTAT menunjukkan bahwa kapasitas setiap negara bervariasi untuk merekrut dan mempertahankan tenaga kesehatan dan pendukungnya termasuk pekerja sosial kesehatan. Distribusi yang tidak merata ini memperburuk ketimpangan dalam akses ke layanan kesehatan. Data ketenagakerjaan kesehatan (berdasarkan kategori ISIC rev.4 Q. kesehatan manusia dan kegiatan kerja sosial) menunjukkan bahwa negara – negara berpenghasilan tinggi memiliki tenaga kesehatan paling terampil dan distribusi relatif besar terhadap populasi. Norwegia mempekerjakan 1.049 orang per 10.000 penduduk. Denmark, Jepang, Belanda, dan Swiss mengikuti, semuanya dengan lebih dari 800 orang per 10.000 penduduk. Menyusul AS (682) dan Inggris (664) yang masing – masing memiliki rasio tertinggi ke – 10 dan ke – 13. Faktanya, negara – negara berpenghasilan tinggi secara kolektif memiliki hampir 12 kali lebih banyak orang yang bekerja di sektor kesehatan dibandingkan negara – negara berpenghasilan rendah.
Sementara itu di negara berpenghasilan rendah, sebagian besar penduduk tidak memiliki akses ke layanan kesehatan karena kurangnya tenaga kesehatan, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Ketika WHO menyatakan wabah COVID-19 sebagai darurat kesehatan global, kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan penyebaran virus ke negara – negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah. Di Afrika, rata – rata jumlah tenaga di sektor kesehatan per 10.000 orang adalah 57 bahkan banyak negara miskin di kawasan ini memiliki rasio lebih sedikit. Di Indonesia yang termasuk LMIC, rata – rata jumlah tenaga yang bekerja di sektor kesehatan sejumlah 67 orang per 10.000 penduduk. Ketika pandemi COVID-19 terjadi, data ILOSTAT menunjukkan bahwa banyak negara telah menghadapi kekurangan tenaga kesehatan, seringkali karena jam kerja yang panjang, upah rendah, serta risiko keselamatan dan kesehatan kerja.
Hingga saat ini, Indonesia dengan kasus COVID-19 terkonfirmasi per 4 Mei 2020 sebanyak 11.192 telah melatih dokter dan perawat non paru untuk menutupi kekurangan staf medis yang menangani pasien COVID-19, salah satunya seperti yang dilakukan di Sumatera Utara. Dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 123, satgas COVID-19 telah melatih 60 dokter dan perawat pada fase pertama dan akan lebih banyak dokter dan perawat dilatih. Untuk pemilihan dokter dan perawat yang akan menerima pelatihan, tim tanggap darurat merujuk pada rekomendasi yang diberikan oleh beberapa asosiasi dokter dan perawat. Kegiatan ini akan terus berlanjut karena adanya kekurangan tenaga medis untuk COVID-19 di Sumatera Utara. Spesialis paru yang berjumlah 23 orang di RS Rujukan COVID-19 tentunya tidak akan mencukupi. Para dokter dan perawat yang terlatih juga akan diberikan buku pegangan COVID-19 dengan harapan mereka akan segera siap mengantisipasi meningkatnya jumlah pasien COVID-19.
Sementara itu, di Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya memiliki empat tenaga ahli paru untuk menangani pasien COVID-19 di 23 kabupaten dan kota. Keempat dokter, yang saat ini tinggal di Kupang, dipersiapkan untuk mengobati pasien COVID-19 di seluruh wilayah NTT dengan dukungan pemerintah daerah yang telah menyewa pesawat terbang untuk membantu mengangkut para dokter ke seluruh wilayah NTT. Selain itu pemerintah NTT juga melengkapi tenaga medis dengan APD terstandar.
Memiliki jumlah tenaga kesehatan yang memadai akan sangat penting untuk memenangkan pertempuran melawan COVID-19. Namun hal tersebut bukanlah satu – satunya masalah. Akses ke peralatan perlindungan diri, protokol keselamatan dan kesehatan kerja, istirahat yang cukup dan periode pemulihan, serta kondisi kerja lainnya akan menentukan seberapa efektif petugas kesehatan dapat merawat pasien. (Elisabeth Listyani)
Sumber :
https://ilostat.ilo.org/2020/04/03/covid-19-are-there-enough-health-workers/.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/web/content/113/informasi-sdmk-rs-covid-19.