Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2019
Mantapkan Kolaborasi Pusat dan Daerah dalam Penguatan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan Semesta
Banten, 10 – 14 Februari 2019
“Meningkatkan investasi pembangunan sumber daya manusia Indonesia sebagai fokus prioritas berikutnya, setelah infrastruktur.”
Dok. Kemenkes RI via flickr Sehat Negeriku
Rakerkesnas Kemenkes 2019 yang telah diselenggarakan di ICE BSD, Tangerang, Banten lebih banyak menyorot pada kolaborasi pusat dan daerah untuk Indonesia sehat. Melalui cakupan kesehatan semesta diharapkan terdapat penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial yang berkualitas, pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan, dan penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan esensial pada pelayanan kesehatan primer. Berbagai capaian pengaruh pembangunan kesehatan, capaian dan permasalahan upaya pembangunan kesehatan, serta capaian upaya pendukung dibahas pada pertemuan tersebut.
Kemenkes melaksanakan upaya akselerasi penurunan AKI dan AKN dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan persalinan di rumah sakit mengacu pada PONEK, menjalankan kebijakan bahwa persalinan harus di fasyankes, akreditasi semua fasyankes untuk menilai kepatuhan regulasi tentang yankes ibu hamil, persalinan, dan perawatan bayi baru lahir. Rekomendasi untuk sistem rujukan adalah meningkatkan kualitas fasilitas, peralatan, SOP di fasyankes sesuai dengan prinsip continuum of care dan penataan faskes yang melaksanakan ANC, persalinan, dan tindakan operasi. Sedangkan upaya intervensi PTM selain dengan melakukan upaya promotif, preventif, diagnosis, serta akses pelayanan sekunder dan tersier. Saat ini terdapat 9,909 puskesmas dimana 7,518 puskesmas sudah terakreditasi untuk layanan primer. Layanan sekunder dan tersier disediakan oleh 2,813 rumah sakit dimana 1,970 rumah sakit sudah terakreditasi nasional dan 28 rumah sakit terakreditasi JCI.
Pemerataan akses dan kualitas sarana, pra sarana, dan alkes (SPA) membutuhkan harmonisasi anggaran. Selain dukungan Kemenkes terhadap SPA puskesmas DTPK melalui DAK afirmasi pada 270 puskesmas daerah tertinggal, Kemenkes juga meningkatkan kapasitas perawatan intensif di rumah sakit melalui DAK 2016 – 2019 yang saat ini terdapat 7,994 TT ICU, 1,812 TT PICU, 5,735 TT NICU, dan 1,284 TT ICCU. Distribusi pelayanan radioterapi juga semakin bertambah dimana terdapat 42 pusat radioterapi dengan dukungan total peralatan 56 unit (Linac 38 unit dan Co-60 18 unit) yang tersebar di 16 provinsi. Kemenkes berencana akan menambah 7 unit peralatan pada 2019 untuk meningkatkan rasio standar terhadap penduduk. Sarana rujukan pelayanan cathlab dalam penguatan layanan rujukan rujukan tersier PTM jantung menunjukkan bahwa terdapat 199 cathlab di 171 rumah sakit dengan dukungan 1,050 dokter spesialis jantung dan direncanakan terdapat penambahan 17 unit pada 2019. Peningkatan SPA pada layanan unggulan PTM di rumah sakit UPT vertikal juga dilakukan seperti di RSCM yang menyediakan layanan tomotherapy, RS Pusat Jantung Harapan Kita menyediakan layanan leadless peacemaker, dan RS Kanker Dharmais menyediakan cyclotron dan PET CT untuk alat pencitraan penyebaran kanker.
Pembangunan rumah sakit pratama untuk akses DPTK juga mendapat perhatian dari pemerintah dimana pada 2018 telah dibangun 10 rumah sakit pratama melalui DAK afirmasi 2018. Selain itu 3 rumah sakit UPT vertikal di Kawasan Indonesia Timur sebagai pusat rujukan tersier dan menyelenggarakan layanan unggulan kasus PTM dan KIA juga dibangun di Kupang, Ambon, dan Wamena. Telemedicine terintegrasi semakin diperkuat di 42 rumah sakit dan sistem rujukan terintegrasi (SISRUTE) juga telah dilakukan di 1,294 rumah sakit umum, 207 rumah sakit khusus, 675 puskesmas, 8 balai kesehatan, dan 13 klinik.
Pemenuhan kebutuhan SDMK dalam cakupan pelayanan kesehatan semesta juga mendapat perhatian dimana kondisi SDMK di puskesmas masih terdapat kekurangan 31,867 nakes dan belum sesuai dengan rasio standar Permenkes 75 / 2014. Demikian pula masih terdapat kekurangan jumlah tenaga kesehatan di rumah sakit sebanyak 158,468 nakes. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa determinan seperti rasio dan beban kerja, kondisi geografis, ketersediaan tenaga kesehatan vs keadilan, jarak dan waktu tempuh ke FKTP, jam operasional, dan regulasi (otonomi / desentralisasi). Hal tersebut memerlukan penguatan strategi pemenuhan dan peningkatan SDMK dengan pola inkubator bagi perawat dan caregiver, fellowship bagi tenaga kesehatan, dan standar kompetensi teknis bagi pengelola dinas kesehatan dan rumah sakit.
Penguatan logistik obat menunjukkan capaian ketersediaan obat di puskesmas mencapai 92.47% (2018) meningkat dari 79.38% (2015) dan kesesuaian penggunaan obat di rumah sakit terhadap fornas sebesar 84.62% (2018). Pertumbuhan industri alat kesehatan masih perlu diperhatikan dalam pemenuhan standar minimal rumah sakit sesuai dengan Permenkes 56 / 2014. Pemenuhan kebutuhan alat kesehatan pada 2018 di RS Kelas A sebesar 50.82%, RS Kelas B sebesar 54.18%, RS Kelas C sebesar 61.2%, dan RS Kelas D sebesar 69.44%. Strategi penguatan logistik obat dan alat kesehatan dilakukan dengan menjamin ketersediaan mutu obat dan alkes, memberi pelayanan kefarmasian sesuai standar, dan berpartisipasi aktif dalam program promotif preventif.
Implementasi SPM bidang kesehatan berusaha untuk memenuhi mutu pelayanan dasar kesehatan sesuai dengan standar jumlah dan kualitas layanan dan SDM kesehatan. Dalam hal ini peran pemerintah pusat penyiapan kebijakan / pedoman, mendukung peningkatan sarana dan prasarana melalui sarana fisik dan obat, memenuhi kebutuhan dokter spesialis dan nakes DTPK, membantu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan melalui dana dekon, meningkatkan peran lintas sektor, serta koordinasi dan bimbingan rakernas, binwil terpadu, dan lain-lain. Sedangkan peran daerah adalah menyusun rencana aksi SPM, melakukan koordinasi dengan kementerian / lembaga non kementerian untuk sosialisasi Standar Teknis dan Penerapan SPM di daerah, sosialisasi kepada masyarakat, menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait penerapan SPM.
Implementasi sistem pengendalian internal dalam pengelolaan keuangan pusat dan daerah bidang kesehatan menunjukkan bahwa hasil pengawasan DAK masih belum mencapai target seperti adanya keterlambatan pencairan dana, realisasi keuangan daerah rendah, hasil pengadaan belum dimanfaatkan, pelaporan realisasi fisik pada ASPAK belum tertib, maupun realisasi pekerjaan tidak sesuai target. Peran APIP yang optimal (consulting dan assurance) serta SPIP yang efektif pada seluruh tahapan proses pengelolaan keuangan pusat / daerah akan membawah kepada good governance dan clean government.
Kesimpulan dari Rakerkesnas 2019 adalah upaya intensif mempercepat penurunan stunting, AKI dan AKN, penguatan kolaborasi pusat dan daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, germas dengan melibatkan lintas sektor dan masyarakat, pembangunan SDM menjadi fokus prioritas berikutnya, dan isu-isu lain yang perlu dicermati seperti limbah medis, akreditasi, pengendalian kanker, digital platform, kesiapan penanganan bencana, kesehatan tradional, dan resistensi antimikroba. Kemudian tindak lanjut dari Rakerkesnas 2019 adalah menyusun dan melaksanakan rencana aksi daerah untuk pencegahan dan pengendalian PTM, penurunan AKI dan AKN dalam peningkatan kapasitas dan mutu pelayanan, pemenuhan SDM, obat, vaksin, dan alat kesehatan, melanjutkan upaya penurunan stunting, pengendalian TB, dan peningkatan cakupan imunisasi, dan mencapai semua target SPM Kesehatan.
Bahan Rakerkesnas 2019 secara lengkap dapat di klik pada tautan berikut ini :
http://www.depkes.go.id/article/view/19021100002/Bahan-Pra-Rakerkesnas-2019.html.