Oleh: Barkah Wahyu Prasetyo, SE., Ak., CA
Penyakit kusta disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae, penyakit ini sudah ditemui sejak lama dalam sejarah kehidupan manusia. Transkrip pertama yang mencantumkan penyakit sejenis kusta berumur 600 tahun SM ditemukan di Mesir. Penyakit kusta dapat menular melalui sentuhan secara berulang-ulang dari penderita ke orang lain dan dapat juga melalui pernafasan. Inkubasi kuman pada penderita kusta rata-rata bisa mencapai 5 tahun. Setelah lima tahun, tanda-tanda penderita kusta akan mulai muncul dengan adanya bercak putih, merah, kesemutan pada bagian anggota tubuh hingga tak berfungsi semestinya. Penanganan yang tidak tepat pada penderita kusta dapat memperburuk kondisi penderita, kerusakan dapat terjadi pada jaringan kulit, saraf anggota gerak dan mata.
Berdasarkan data tahun 2013, Indonesia merupakan negara ketiga dengan penderita kusta terbanyak setelah Brazil dan India. Stigma negatif terhadap penyakit kusta menyebabkan penanganan pasien kusta seringkali terlambat, karena malu apabila diketahui khalayak bahwa pasien menderita penyakit kusta. Keterlambatan penanganan inilah yang bisa mengakibatkan penderita kusta mengalami kecacatan permanen. Dampak dari kecacatan permanen makin menyebabkan tekanan psikologis terhadap penderita penyakit kusta, dan menambah rumit penanggulangan penyakit ini.
Adanya rumah sakit khusus penderita kusta di Indonesia merupakan salah satu langkah penanggulangan permasalahan penyakit kusta di Indonesia. Tantangan rumah sakit khusus untuk penderita kusta saat ini terkait jumlah pasien. Apabila dikhususkan untuk penderita kusta saja, maka rumah sakit ini akan mengalami idle capacity yang relatif banyak. Akan tetapi, pelayanan khusus kusta memang jangan sampai dianaktirikan karena secara kunjungan akan lebih sedikit dibanding melayani pasien penyakit non kusta.
Data dari website sirs.yankes.kemkes.go.id, saat ini ada 11 rumah sakit khusus kusta yang tersebar di seluruh Indonesia. Tiga diantaranya berstatus kelas A dan merupakan rumah sakit di bawah kementrian kesehatan. Sementara rumah sakit lainnya (2 buah) berstatus kelas C yang dimiliki pemerintah provinsi dan organsisasi katolik, sementara sisanya sebanyak 6 rumah sakit belum ditetapkan kelasnya.
Tabel Daftar Rumah Sakit Khusus Kusta di Indonesia
NO | Propinsi | Nama RS | Kelas RS | Penyelenggara | Tempat Tidur |
1 | Sumatera Utara | RS Umum Kusta Lau Simomo | Belum ditetapkan | Pemprov | 60 |
2 | Sumatera Utara | RS Kusta Pulau Sicanang | Belum ditetapkan | Pemprov | 50 |
3 | Sumatera Selatan | RS Kusta Dr. Rivai Abdullah | A | Kemkes | 184 |
4 | Jawa Timur | RS Kusta Nganget | Belum ditetapkan | BUMN | 177 |
5 | Jawa Timur | RS Kusta Kediri | C | Pemprov | 54 |
6 | Banten | RS Kusta Dr. Sitanala | A | Kemkes | 185 |
7 | NTT | RS Kusta dan Cacat Umum Bunda Pembantu Abadi | Belum ditetapkan | Organisasi Sosial | 60 |
8 | NTT | RS Kusta Lembata | C | Organisasi Katholik | 50 |
9 | Sulawesi Selatan | RS Kusta Dr. Tadjuddin Chalid, MPH | A | Kemkes | 169 |
10 | Papua | RS Kusta Merauke | Belum ditetapkan | Pemkab | 4 |
11 | Kalimantan Barat | RS Kusta Singkawang | Belum dItetapkan | Organisasi Sosial | 100 |
Sumber: sirs.yankes.kemkes.go.id
Dari data tren persebaran rumah sakit khusus kusta tidak merata dan kurang sesuai dengan kebutuhan pasien. Dari data tabel dan grafik di atas, penderita kusta terbanyak ada di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi Selatan. Sementara, rumah sakit khusus dengan tipe A hanya ada di Banten, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Sehingga daerah yang memiliki pasien kusta terbanyak yakni jawa timur hanya dilayani oleh dua rumah sakit khusus dengan kelas C dan belum ditetapkan kelasnya. Efektivitas penanganan pasien sulit dilakukan karena bentuk wilayah Indonesia yang berpulau-pulau.
Saat ini, geliat rumah sakit terutama rumah sakit pemerintah sangat terasa dengan adanya otonomi kewenangan dan fleksibilitas pengelolaan keuangan rumah sakit dengan adanya Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Layanan Layanan Umum Daerah (BLUD). Melalui pola BLU dan BLUD ini rumah sakit dituntut untuk mampu mengembangkan diri dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Selain itu, didukung dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih mendorong rumah sakit pemerintah bersemangat untuk mengembangkan pelayanan semaksimal mungkin sehingga mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam rangka mendukung efektivitas penanganan pasien kusta, ada baiknya rumah sakit umum yang di wilayahnya memiliki pasien kusta mengembangkan pelayanan khusus pasien kusta. Hal ini sebaiknya didukung pula dengan pengembangan rumah sakit khusus kusta dengan tipe A, untuk menjadi pusat riset penanggulangan penyakit kusta tersebut. Ilmu dan riset yang dihasilkan harapannya mampu mendukung dalam melayani pasien, baik di rumah sakit itu sendiri maupun di rumah sakit lainnya. Sehingga rumah sakit khusus kusta tipe A dapat menjadi pusat rujukan tidak hanya rujukan pasien akan tetapi juga rujukan pembelajaran bagi tenaga medis di rumah sakit lainnya terutama rumah sakit umum tipe di bawahnya. Untuk menjalankan ini, maka rumah sakit khusus kusta tipe A tidak dituntut untuk menghasilkan pendapatan dari operasional, namun hal ini perlu dukungan pembiayaan dari pemerintah.
Referensi:
http://sirs.yankes.kemkes.go.id/rsonline/report/pencarian
Infodatin Kusta 2015