Reportase
Atribut Kepemimpinan Sebagai Dasar Sinergi
Antara Pemimpin Klinik dengan Direktur RS Pendidikan dan Rujukan
Yogyakarta, 13 Oktober 2017
Seminar lanjutan tentang atribut kepemimpinan sebagai dasar sinergi antara pemimpin klinik dengan direktur rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan kembali digelar pada 13 Oktober 2017 di ruang senat utara FK UGM. Pertemuan ketiga ini bertujuan untuk mendengar pandangan dari asosiasi rumah sakit yang diwakili oleh drg. Edi Sumarwanto, MM, MHKes. selaku Wasekjen PERSI. Kegiatan ini diselenggarakan melalui webinar dan diikuti secara online oleh direksi rumah sakit pendidikan dan rujukan nasional, pemimpin klinis, ARSADA, staf dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, dan peserta terkait.
Pada sesi pertama, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Departemen HPM FK UGM menekankan bahwa keberadaan dua jenis kepemimpinan di rumah sakit, dalam hal ini direksi dan pemimpin klinis perlu disinergikan agar kinerja pelayanan kesehatan semakin memuaskan sekaligus mencegah terjadinya kegagalan pencapaian indikator yang diharapkan dari setiap rumah sakit. Situasi nyata di lapangan menemukan adanya direksi yang kurang termotivasi untuk mengembangkan rumah sakitnya sendiri dan dokter spesialis yang lebih memilih pelayanan sekunder melatarbelakangi pentingnya sinergisasi diantara keduanya untuk dilakukan.
Secara teoritis, terdapat empat elemen kunci kemampuan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin meliputi menetapkan visi, memobilisasi komitmen individu, memicu kemampuan organisasi dan mempunyai karakter pribadi yang baik. Namun, sungguh sangat disayangkan saat melihat hasil survei self assessment dari PKMK FK UGM yang memperlihatkan bahwa masih lemahnya kemampuan direksi dalam menggerakkan komitmen orang lain. Potret tersebut sebagai bukti konkrit bahwa kriteria kepemimpinan direksi memang perlu untuk diukur agar proses pemilihan direksi mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki karena akan menentukan perubahan ke depannya.
drg. Edi Sumarwanto, MM, MHKes memandang bahwa direksi dan pimpinan klinis memang harus mempunyai atribut kepemimpinan untuk mendukung upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit pendidikan dan rujukan. Edi menyampaikan terdapat berbagai kompetensi yang harus dimiliki. Kemampuan menjadi provokator sehingga dapat merealisasikan cita-cita luhur. Kemampuan menjadi mediator untuk mengatasi timbulnya konflik. Dalam merumuskan kompetensi, bukan hanya dari aspek manajemen saja melainkan juga sisi ilmu sosial dan psikologi yang menjadi bekal bagi direksi dan pemimpin klinis dalam menjalankan peran leadership.
Di rumah sakit daerah umumnya terdiri dari dua kelompok, yaitu dokter dari akademisi (fakultas) dan dokter pemerintah daerah (dokter pendidik klinis). Memang tidak mudah untuk menggabungkan keduanya. Oleh karena itu, komitmen yang kuat dari direksi mendukung sinergitas antara kedua kepemimpinan tersebut. dr. Umar Wahid, Sp.P. sebagai perwakilan ARSADA, menambahkan bahwa kemampuan komunikasi menjadi poin yang juga tidak kalah penting karena pola komunikasi diantara berbagai profesi itu berbeda, misalnya komunikasi antara spesialis atau dari atasan ke bawahan. Kemudian seorang pemimpin juga harus dapat mengayomi semua staf yang bekerja di rumah sakit.
Dalam menjalankan tugasnya, tidak dipungkiri bahwa dokter tidak bekerja sendiri namun juga bersama berbagai profesi lainnya seperti bidan, perawat dan sebagainya. Oleh karena itu, pasti membutuhkan keterampilan menjalin kerja sama dengan profesi lainnya. Pada saat ini, di dalam proses pendidikan dokter telah ditambahkan aspek pendidikan interprofesional atau lintas profesi yang diharapkan untuk meningkatkan keterampilan kerja sama dokter untuk diaplikasikan pada saat bekerja di rumah sakit.
Heru R. Aryadi juga dari perwakilan ARSADA menegaskan bahwa sebelum berpikir lebih jauh tentang atribut kepemimpinan, penting juga untuk membahas tentang kriteria direksi yang kompeten karena berperan penting sebagai pintu gerbang sebelum proses penilaian. Seperti meninjau legalitas ijazah, apakah berasal dari lulusan manajemen rumah sakit atau tidak. Pengalaman bekerja yang dimiliki, minimal pernah menjadi kepala bidang atau wakil direktur sehingga telah mempunyai gambaran dalam mengelola rumah sakit. Selanjutnya, aktif dalam kegiatan seminar dan diskusi ilmiah untuk meningkatkan update isu-isu terkini.
Leadership sering sekali dikatakan sebagai bagian dari seni sehingga tidak bisa diukur. Anggapan tersebut berdampak terhadap pemilihan direksi rumah sakit yang sering kali menjadi pilihan politis terutama karena kedekatan dengan pimpinan daerah. Berdasarkan peraturan, yaitu PP No 18 Tahun 2016 telah menyebutkan secara jelas bahwa rumah sakit sebagai unit fungsional dan dipimpin oleh direktur dengan latar belakang tenaga medis yang merangkap tugas tambahan, kemungkinan dapat menimbulkan masalah di daerah. Mengingat tidak semua daerah didukung dengan sumber daya manusia seperti dokter spesialis yang mencukupi.
Pada intinya, ada kesepakatan bahwa atribut kepemimpinan ini perlu untuk dikuantifikasi dan didetilkan dengan beberapa kriteria yang sifatnya universal dan spesifik pada direksi maupun pemimpin klinis. Rekomendasi kriteria kepemimpinan dari berbagai pihak seperti asosiasi rumah sakit memanga sangat diharapkan, nanti nya akan diformulasikan dalam bentuk naskah akadamik untuk kemudian diserahkan kepada Kementerian Kesehatan sebagai acuan dalam pemilihan direksi rumah sakit.
Reporter : Dian Mawarni