Selasa, 14 Agustus 2012 | 05:35 WIB
Profesor Doktor Dokter Sardjito, yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata telah dikukuhkan sebagai pahlawan nasional pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, persisnya pada 1959.
Pengukuhan tersebut didasari sertifikat yang ditemukan putranya, Budi, beberapa waktu lalu. “Jadi Profesor Sardjito sudah menjadi pahlawan. Namun Rumah Sakit Sardjito dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada sedang mengusulkan beliau sebagai pahlawan nasional,” kata Kepala Humas dan Hukum RSUP Sardjito Tri Wahyu Yulianto, Senin 13 Agustus 2012.
Sertifikat tersebut ditemukan di dalam semacam tabung kecil untuk menyimpan ijazah kesarjanaan. Posisinya berdampingan dengan keris yang dikoleksi almarhum Sardjito.
Pengajuan usulan Profesor Sardjito menjadi pahlawan nasional dilakukan pada 30 Juli lalu. Hal itu diajukan kepada Kementerian Sosial. Kemudian, pada 31 Juli, Kementerian mengadakan pertemuan dengan tim pengusul yang dipimpin Profesor Sutaryo dari RSUP Sardjito.
Selama masa perjuangan kemerdekaan, Sardjito berperan maksimal membantu proses kemerdekaan sesuai dengan keahliannya di bidang kesehatan masyarakat. Menurut Sutaryo, Sardjito adalah lulusan pertama John Hopkins University, Amerika Serikat, yang mendapat gelar Master of Public Health, pada 1924.
Peran dalam kesehatan masyarakat itu ditunjukkan Sardjito saat bertugas di Sulawesi. Saat itu, masyarakat mengeluhkan saluran air yang sering mampat. Namun, sejak Sardjito menebar bibit ikan tawes di saluran air itu, aliran air lancar lantaran ikan-ikan tawes memakan gulma yang menghambat aliran air. “Hasil-hasil penelitian beliau sangat besar manfaatnya bagi masyarakat dan keilmuan saat ini,” kata Sutaryo.
Hasil penelitian yang dimaksud di antaranya penelitian soal penyakit influenza, basiler disentri, dan lepra. Selain itu, Sardjito meneliti dan menemukan obat batu ginjal tanpa operasi yang terbuat dari daun tempuyung, yang dikenal dengan Calcusol.
Sumber: TEMPO.Co