Studi Kelayakan (Feasibility Study) sebagai Pilar Utama Investasi Berkelanjutan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Oleh: Fajrul Falah (Peneliti dan Konsultan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan & Founder Healthline Indonesia)
Kebutuhan akan Studi Kelayakan (FS) yang komprehensif merupakan prasyarat mutlak dalam pendirian awal maupun pengembangan layanan di setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), baik itu klinik, Puskesmas, maupun rumah sakit. Dalam konteks sistem kesehatan yang kompleks dan padat modal seperti di Indonesia, FS berfungsi sebagai instrumen mitigasi risiko utama. FS memastikan bahwa setiap keputusan investasi didasarkan pada analisis mendalam, bukan spekulasi, sehingga sumber daya dialokasikan secara efisien, memenuhi kebutuhan populasi, dan mendukung keberlanjutan finansial (1). FS tidak hanya penting untuk investor swasta yang mencari Return on Investment (ROI), tetapi juga krusial bagi Fasyankes publik seperti Puskesmas dan rumah sakit daerah, karena FS menjamin akuntabilitas publik dan optimalisasi anggaran negara untuk pelayanan yang merata dan berkualitas. Analisis ini mencakup studi pasar untuk mengukur permintaan riil, studi teknis untuk memastikan kepatuhan regulasi dan ketersediaan infrastruktur (termasuk kesiapan teknologi medis dan SDM), serta proyeksi finansial yang menguji kelayakan jangka panjang di bawah skema pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pengembangan layanan baru, misalnya pembukaan layanan cathlab untuk penyakit jantung atau klinik spesialisasi, tanpa FS berisiko tinggi menghadapi ketidakseimbangan antara pasokan (kapasitas faskes) dan permintaan (morbiditas lokal), yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan operasional dan pemborosan investasi. Oleh karena itu, FS adalah langkah wajib untuk menyelaraskan ambisi pengembangan Fasyankes dengan realitas epidemiologis, sosio-ekonomi, dan regulasi yang berlaku.
Untuk memastikan kekokohan metodologis, Fasyankes di Indonesia perlu melakukan benchmarking terhadap praktik Studi Kelayakan di negara-negara lain, khususnya yang memiliki sistem kesehatan maju dan pasar yang kompetitif. Model di Amerika Serikat atau Inggris, misalnya, seringkali menekankan analisis risiko yang sangat terperinci, terutama dalam proyeksi keuangan dan lingkungan regulasi yang berubah (3). Di negara-negara tersebut, FS wajib mencakup model simulasi keuangan yang sensitif terhadap perubahan tarif, inflasi, dan fluktuasi volume pasien, yang jauh melampaui perhitungan break-even point sederhana. Lebih dari itu, organisasi global seperti World Health Organization (WHO) telah menyediakan kerangka kerja perencanaan fasilitas yang menekankan pentingnya studi demografi, pola penyakit, dan analisis kesetaraan (equity analysis) dalam menentukan lokasi dan jenis layanan yang dibutuhkan (2). Benchmarking ini mengajarkan bahwa FS yang efektif harus memiliki empat komponen kunci: (a) Analisis Pasar dan Demografi untuk memvalidasi permintaan; (b) Analisis Teknis dan Lokasi untuk menilai kepatuhan dan efisiensi infrastruktur; (c) Analisis Keuangan untuk memproyeksikan profitabilitas atau keberlanjutan anggaran; dan (d) Analisis Regulasi atau Hukum untuk menilai risiko perizinan dan tata kelola. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa kesuksesan investasi kesehatan publik dan swasta sangat ditentukan oleh integrasi holistik keempat pilar analisis ini, menjadikannya standar minimal yang harus diadopsi oleh Fasyankes di Indonesia.

Gambar 1. 4 Komponen Kunci Kajian Kelayakan Faskes
Mengingat konteks unik sistem JKN di Indonesia, diperlukan model FS terapan yang disesuaikan dan diwajibkan untuk seluruh Fasyankes, dari tingkat primer hingga tersier. Model FS di Indonesia harus mengintegrasikan best practices global dengan tantangan lokal. Secara spesifik, model ini harus menambahkan komponen Analisis Keberlanjutan JKN sebagai pilar kelima, terutama bagi rumah sakit yang mayoritas pasiennya adalah peserta JKN. Pilar ini mengharuskan FS memproyeksikan pendapatan berdasarkan tarif iDRG yang berlaku dan bukan tarif umum, serta menganalisis dampak dari kebijakan terbaru seperti implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) terhadap Capital Expenditure (CapEx) dan Operational Expenditure (OpEx) (4). Untuk Fasyankes primer seperti Puskesmas dan Klinik, FS harus diperkuat dengan Analisis Dampak Sosial dan Pemerataan untuk memastikan investasi layanan berfokus pada mitigasi disparitas kesehatan, terutama di daerah tertinggal (5). Model FS yang ideal di Indonesia harus diwujudkan dalam dokumen perencanaan bisnis yang terstruktur, mencakup studi makro (kebijakan Kemenkes/BPJS) dan studi mikro (efisiensi internal faskes), yang dapat digunakan tidak hanya untuk menarik investasi swasta, tetapi juga sebagai dasar pengajuan anggaran publik ke pemerintah daerah, memastikan setiap Rupiah yang diinvestasikan menghasilkan dampak kesehatan yang maksimal dan berkelanjutan.
Sebagai penutup, FS harus dipandang bukan hanya sebagai kewajiban administratif, tetapi sebagai fondasi manajemen strategis Fasyankes yang menjamin quality, equity, dan sustainability sistem kesehatan. Adopsi model FS yang matang, yang dipertajam oleh benchmarking global dan penyesuaian terhadap dinamika JKN/KRIS di Indonesia, akan membedakan Fasyankes yang berkembang pesat dengan yang rentan terhadap risiko finansial dan operasional. Implementasi yang sukses membutuhkan dukungan regulasi yang jelas dari Kementerian Kesehatan, seperti penetapan format standar FS, serta peningkatan kapasitas SDM Fasyankes dalam melakukan analisis pasar, proyeksi keuangan, dan penilaian risiko secara independen (5). Dengan menjadikan FS sebagai langkah awal yang tidak terpisahkan dari siklus investasi dan pengembangan, Indonesia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya nasional yang terbatas, meminimalisir kegagalan investasi, dan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh penduduk.
Sumber:
- Rahayu D, Sari Y. Analisis Studi Kelayakan Investasi Rumah Sakit Swasta di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2023;26(1):15-25.
- World Health Organization. Health Facility Planning and Design Guidelines. Geneva: WHO Press; 2021.
- Smith A, Jones B. Financial Feasibility Analysis for Healthcare Capital Projects in Developed Economies. Health Finance Review. 2022;18(3):210-225.
- Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI; 2024.
Purnomo S, Hartono A. Integrasi Aspek Sosial dan Keuangan dalam Feasibility Study Pengembangan Puskesmas di Daerah Tertinggal. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2023;11(2):90-101.







