Meningkatkan Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia di Era New Normal
CoP of Health Equity
Sumber : https://stock.adobe.com/
Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Sars-Cov-2 memiliki pola penyebaran yang cepat dan luas. Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan pandemi COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia.1 Populasi yang paling rentan mengalami gejala berat dan bahkan kematian adalah penduduk lanjut usia dan penduduk dengan komorbiditas atau penyakit penyerta.1 Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 14 Agustus 2020, jumlah penduduk berusia 46 – 59 tahun yang meninggal akibat COVID-19 mencapai 39,7%, sedangkan penduduk berusia diatas 60 tahun yang meninggal akibat COVID-19 mencapai 38,2%.2 Kedua kelompok umur ini memiliki angka kematian tertinggi diantara kelompok umur lain dan presentase mortalitas penduduk lansia belum menurun secara signifikan dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Kesehatan dan kualitas hidup penduduk lanjut usia harus diperjuangkan karena mereka adalah kelompok paling rentan dalam pandemi ini, terutama lansia perempuan yang tidak hanya lebih rentan dalam segi kesehatan, namun juga dalam segi penegakkan hak dan martabat.
Ditengah pandemi COVID-19, penduduk lansia, dengan segala keterbatasan mereka, tidak hanya rentan tertular virus COVID-19, tetapi juga berisiko mengalami tindak kekerasan dan gangguan psikologis.1,3 Pandemi ini berdampak besar pada kehidupan sosioekonomi masyarakat. Mayoritas lansia di Indonesia tinggal bersama keluarga dan ditunjang oleh keluarga mereka dalam hal finansial dan perawatan. Beban pengeluaran dan tenaga keluarga untuk menunjang lansia pun tidak kecil. Situasi yang kian tidak membaik meningkatkan kecemasan masyarakat yang akhirnya menimbulkan beberapa tindak kekerasan dan penelantaran lansia. Mayoritas lansia dengan penyakit juga kesulitan mendapatkan layanan kesehatan selama pandemi ini, sedangkan kesehatan mereka cenderung memburuk karena keadaan sosioekonomi dan tekanan psikis yang dialami selama pandemi COVID-19. Adapun penduduk lansia yang tinggal sendiri memiliki kesulitan yang berbeda dalam pandemi ini. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2019, terdapat 9,38 persen lansia yang tinggal sendiri, dimana persentase lansia perempuan yang tinggal sendiri hampir tiga kali lipat dari lansia laki – laki, yaitu 13,39 persen berbanding 4,98 persen. Para lansia yang tinggal sendiri memiliki risiko yang lebih tinggi dan membutuhkan dukungan lebih.4
Dalam rangka memperjuangkan kesehatan dan kualitas hidup mereka, penduduk lansia tidak hanya terhalang oleh keterbatasan fisik dan mental mereka, tetapi juga terhalang oleh stigma negatif yang menyertai mereka. Penduduk lansia seringkali dianggap sebagai kaum yang tidak produktif dan menjadi beban keluarga.5 Masyarakat juga cenderung beranggapan bahwa penduduk lansia yang berpenyakitan itu normal dan memang “sudah waktunya.” Stigma – stigma ini sangat merugikan para lansia yang ingin mencari pengobatan akan kondisi kesehatan mereka. Dari segi pelayanan kesehatan, lansia sering ditempatkan pada prioritas terakhir untuk penanganan.6,7 Bahkan sejak jenjang pendidikan medis, durasi pembelajaran mengenai kesehatan geriatri lebih singkat dibandingkan kesehatan anak – anak dan dewasa.7 Konsekuensi dari kesenjangan – kesenjangan yang dialami kelompok lansia menjadi lebih besar ditengah pandemi COVID-19. Meskipun begitu, Indonesia saat ini belum mempunyai prosedur khusus dalam menghadapi pasien lansia yang terkena COVID-19. Kebijakan – kebijakan multi sektoral yang ada juga kurang berpihak pada penduduk lansia.7
Dari segi ekonomi, pada 2019 terdapat sebanyak 49,39 persen lansia yang masih bekerja.4 Fakta ini membuktikan bahwa stigma negatif mengenai lansia yang tidak produktif dan merupakan beban keluarga itu salah. Dengan strategi pemberdayaan yang sesuai, para lansia dapat tetap aktif, produktif, dan berkontribusi pada masyarakat. Mereka juga akan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka sendiri, sesuai dengan prinsip Active Ageing, yang berarti pengoptimalan peluang kesehatan, partisipasi, dan keamanan demi meningkatkan kualitas hidup seiring bertambahnya usia. Partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi berkelanjutan dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya, spiritual, dan sipil yang melibatkan tidak hanya lansia aktif secara fisik tetapi juga lansia yang sakit atau hidup dengan disabilitas.8
Lansia memiliki potensi, namun potensi itu hanya bisa digali bila kebijakan yang ada berpihak pada mereka. Berbeda dengan generasi muda, mayoritas penduduk lansia kesulitan mengakses informasi dan layanan kesehatan melalui sarana – sarana yang diberlakukan pada era new normal ini. Sebagai contoh, banyak lansia tidak dapat mengakses informasi dan fasilitas kesehatan yang tersedia secara online. Mereka juga memiliki keterbatasan kapasitas untuk menjangkau layanan kesehatan konvensional ataupun melaksanakan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan survei yang dilakukan di 27 negara dalam jurnal yang ditulis oleh Daoust (2020), orang lansia cenderung tidak ingin melakukan isolasi mandiri dan mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan atau mengenakan masker.9 Maka dari itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat yang cukup tinggi untuk menyikapi hal ini karena kesejahteraan lansia memerlukan dukungan dari lingkungan, terutama ditengah pandemi COVID-19 dan new normal yang penuh dengan masalah dan tantangan. Inovasi untuk meningkatkan kesetaraan kesehatan dan kesejahteraan penduduk lansia sangat diperlukan.
Pandemi COVID-19 dan era new normal dapat menjadi momen untuk meningkatkan kesetaraan kesehatan penduduk lansia melalui pendekatan masyarakat dan keterlibatan masyarakat di akar rumput.1 Beberapa program yang dapat digalakkan antara lain promosi Active Ageing dan Gerakan Sayangi Lansia.1, 10, 11 Program – program ini harus diedukasikan kepada seluruh keluarga untuk meningkatkan pemahaman bahwa lansia harus dilindungi dan dimuliakan hak dan martabatnya. Keluarga juga harus paham akan potensi yang dimiliki penduduk lansia, bahwa mereka tidak seharusnya dijadikan penduduk tidak produktif. Penduduk lansia berhak mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi pada keluarga dan masyarakat.
Adapun United Nations Sustainable Development Group merumuskan empat aksi prioritas untuk memitigasi dampak COVID-19 pada lansia, antara lain: 1) Memastikan bahwa keputusan prosedur perawatan yang berat pada lansia dilandasi oleh komitmen terhadap martabat dan hak atas kesehatan, 2) Memperkuat inklusi sosial dan solidaritas dalam physical distancing, dalam arti menyertakan program dukungan sosial, seperti meningkatkan literasi digital para lansia, dan perawatan yang ditargetkan pada lansia selama social distancing, 3) Sepenuhnya mengintegrasikan kepentingan penduduk lansia ke dalam respons sosial-ekonomi dan kemanusiaan terhadap COVID-19, dan 4) Memperluas partisipasi lansia, membagikan praktik baik, serta mengembangkan pengetahuan dan data yang inklusif terhadap penduduk lansia.3 (Giovanna Renee Tan)
Referensi
- Deputi bidang perlindungan hak perempuan kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. (2020). Panduan Perlindungan Lanjut Usia Berperspektif Gender pada Masa Covid-19. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/PANDUAN%20COVID%20LANSIA%20PEREMPUAN%20ttd%20paraf.pdf
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Peta Sebaran Covid-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. https://covid19.go.id/peta-sebaran
- United Nations Sustainable Development Group. (May 2020). Policy Brief : The Impact of Covid-19 on Older Persons. United Nations. https://unsdg.un.org/sites/default/files/2020-05/Policy-Brief-The-Impact-of-COVID-19-on-Older-Persons.pdf
- Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. https://www.bps.go.id/publication/2019/12/20/ab17e75dbe630e05110ae53b/statistik-penduduk-lanjut-usia-2019.html
- (2018). Lansia Masih Alami Stigma Negatif [Internet]. Diakses pada 15 Agustus 2020 dari: https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/10/04/pg2n7w399-lansia-masih-alami-stigma-negatif
- The Atlantic. (Maret 2020). Ageism Is Making the Coronavirus Pandemic Worse [Internet]. Diakses pada 15 Agustus 2020 dari: https://www.theatlantic.com/culture/archive/2020/03/americas-ageism-crisis-is-helping-the-coronavirus/608905/
- The Conversation. (Mei 2020). Risiko kematian lansia dengan COVID-19 tinggi tapi pelayanan kesehatan belum berpihak pada mereka: apa yang harus dilakukan [Internet]. Diakses pada 15 Agustus 2020 dari: https://theconversation.com/risiko-kematian-lansia-dengan-covid-19-tinggi-tapi-pelayanan-kesehatan-belum-berpihak-pada-mereka-apa-yang-harus-dilakukan-138107
- (2002). Active Ageing : A Policy Framework [Internet]. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/67215/WHO_NMH_NPH_02.8.pdf;jsessionid=EE9D015793E4A166464CA8A638BA7CEB?sequence=1
- Daoust J-F. (Jul 2020). Elderly people and responses to COVID-19 in 27 Countries. PLOS ONE. 2020 Jul 2;15(7):e0235590.
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. (June 2020). Berdayakan Lansia di Era New Normal Melalui Gerakan Sayang Lansia. Diakses pada 15 Agustus 2020 dari: https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2737/menteri-pppa-berdayakan-lansia-di-era-new-normal-melalui-gerakan-sayang-lansia
- (June 2020). Healthy and active ageing is more important than ever [Internet]. Diakses pada 15 Agustus 2020 dari: https://nordregio.org/healthy-and-active-ageing-is-more-important-than-ever/