Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
Hingga saat ini, pengelolaan limbah medis masih sering menjadi permasalahan bagi beberapa rumah sakit. Beberapa masalah yang ditemui dapat berupa perijinan hingga kelalaian pihak manajemen untuk memperhatikan permasalahan dalam pembuangan limbah medis. Dikutip dari antaranews.com, rumah sakit – rumah sakit yang berada di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih mengalami kendala perijinan pembuangan limbah rumah sakit karena hingga saat ini sebagian besar rumah sakit tersebut hanya mengantongi ijin pembuangan limbah sementara yang harus diperpanjang dalam satu tahun dimana hal ini merepotkan rumah sakit. Namun, pemerintah DLH Kabupaten Sleman menyatakan bahwa memang pemberian ijin tetap pembuangan limbah rumah sakit tidak bisa sembarangan diberikan kepada rumah sakit yang ada di Sleman karena letak rumah sakit. Hingga saat ini hanya ada beberapa rumah sakit yang mengantongi ijin tetap pembuangan limbah medis, hal ini dikarenakan letak rumah sakit yang ada di pinggir sungai sehingga mempermudah rumah sakit dalam melakukan upaya pengelolaan limbah medis cair dari rumah sakit.
Dalam upaya peningkatan mutu rumah sakit, pengelolaan limbah rumah sakit adalah hal yang tidak boleh luput dari perhatian pihak manajemen rumah sakit. Menurut Departemen Kesehatan, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk apapun termasuk padat, cair, gel (pasta), maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Limbah B3 diartikan sebagai zat, energi dan/atau komponen apapun yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, mengacu pada kedua definisi tersebut, maka limbah rumah sakit termasuk kedalam Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang harus dikelola secara baik agar tidak merugikan kehidupan makhluk hidup.
Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya dapat dilakukan guna meningkatkan mutu rumah sakit itu sendiri, salah satu upayanya adalah rumah sakit harus memilki fasilitas pengelolaan limbah, sesuai dengan ketentuan Kepmenkes RI Nomor 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yang diantaranya berisi peraturan mengenai fasilitas pengelolaan limbah padat dan cair rumah sakit :
Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatran yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Fasilitas Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.
Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori utama, yaitu limbah umum, limbah patologis, limbah radioaktif, lombah kimiawi, limbah infeksius, benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, dan kontainer dalam tekanan. Diantara jenis – jenis tersebut, limbah infeksius atau limbah biomedis, yang berjumlah rata – rata 1 -15% dari seluruh volume limbah kegiatan pelayanan kesehatan, adalah jenis limbah yang membutuhkan perhatian lebih khusus.
Secara umum jenis pengolahan limbah rumah sakit yang dipakai hingga saat ini oleh berbagi rumah sakit di Indonesia adalah :
- Limbah Umum; sejenis limbah domestik, bahan pengemas, makanan binatang non – infeksius, limbah dari cuci serta materi lain yang tidak membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkingan. Jenis limbah ini tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat disatukan dengan limbah domestik.
- Limbah patologis; terdiri dari jaringan – jaringan tubuh, organ, bagian tubuh, plasenta, bangkai binatang, darah dan cairan tubuh. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan cara sterilisasi, insinerasi, lalu dilanjutkan dengan
- Limbah radioaktif; dapat berbentuk padat, cair maupun gas yang terkontaminasi dengan radionuklisida, dan dihasilkan dari analisis in-vitro terhadap jaringan tubuh dan cairan, atau analisis in-vivo terhadap organ tubuh dalam pelacakan atau lokalisasi tumor, maupun dihasilkan dari produk terapeu Walaupun mengandung bahan radioaktif, namun umumnya kadar yang tergantung termasuk dalam level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel (MBq) sehingga tidak mengandung biaya signifikan apabila dapat dikelola dengan baik. Umumnya penanganan limbah dilakukan di area rumah sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah radioaktif biasa.
- Limbah kimia; dapat berupa padatan, cairan, maupun gas yang mengandung unsur kimiawi seperti :
- Solven semacam toluene, xylene, aceton, dan alkohol lainnya yang dapat diresdistilasi
- Solven organic lainnya yang tidak toksis atau tidak mengeluarkan produk toksik apabila dibakar dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
- Asam – asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan peralatan gelas di laboratorium, atau didaur ulang untuk mendapatkan khromnya
- Baterai – baterai bekas dikumpulkan sesuai jenisnya (merkuri, cadmium, nikel, timbal) untuk didaur ulang
Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan untuk menangani limbah kimia, baik secara on site maupun off site; dimana insenerator tersebut harus dilengkapi dengan saranan pencegah pencemaran udara, sedangkan residunya yang mungkin mengandung logam – logam berbahaya harus dibuang ke landfill yang sesuai.
- Limbah infeksius; mengandung mikroorganisme pathogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia dapat menimbulkan penyakit. Pengolahan limbah ini memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani insenerator.
- Benda – benda tajam; limbah ini harus dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya tertusuk sebelum dibakar dalam insinerator
- Limbah farmasi; obat – obat atau produk farmasi yang sudah dipakai atau sudah lewat masa kadaluawarsanya harus ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi atau di landfilling atau dikembalikan ke pemasok.
- Kontainer – kontainer di bawah tekanan; tabung – tabung yang berisi gas atau aerosol yang mudah meledak harus ditangani dengan cara landfilling atau didaur ulang karena apabila diinsinerasi atau mendapat pengrusakan (tertusuk dan sebagainya) dapat mudah meledak.
Selengkapnya mengenai pengelolaan limbah rumah sakit atau limbah medis dapat dilihat pada Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. (Saraswati S Putri)
Sumber :
- https://www.antaranews.com/berita/1273595/rumah-sakit-di-sleman-kesulitan-urus-izin-pembuangan-limbah
- https://environment-indonesia.com/training/pengelolaan-limbah-b3-rumah-sakit/
- https://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas-2019/SESI%20I/Kelompok%208/1-Kebijakan-Pengelolaan-Limbah-B3.pdf
- http://www.satuharapan.com/read-detail/read/limbah-medis-bagaimana-dikelola