Pembukaan Konferensi Health Promoting Hospital “Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari pembangunan nasional adalah tercapainya hidup sehat dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Healthy hospital adalah RS yang berwawasan lingkungan dan berusaha mewujudkan kenyamanan pasien dan masyarakat sekitarnya”. Demikian kutipan sambutan gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X pada pembukaan Health Promotion Hospital Conference yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 3-5 Agustus 2016. Konferensi ini diikuti oleh peserta dari beberapa negara anggota Global Green and Healthy Hospital (GGHH), antara lain Filipina, Taiwan dan Korea Selatan. Selengkapnya silakan simak di sini. Harapan Hidup Meningkat 5 Tahun Sejak Tahun 2000, Tetapi Masih Tidak Merata (Laporan Monitoring SDG oleh WHO, 2016)
Selama empat hari (12 – 15 April 2016) ARSADA menyelenggarakan musyawarah nasional yang merupakan mekanisme transisi kepemimpinan dan kepengurusan ARSADA. Sebagai tradisi, acara Munas selalu dibarengi dengan aktivitas updating pengetahuan dan informasi terbaru sesuai dengan isu yang berkembang. Munas kali ini mengambil tema “Bila RSD Menjadi UPTD, Dapatkah Mempertahankan dan Meningkatkan Mutu Pelayanan di Era JKN dan MEA?” yang dibuka dengan seminar Pra-Munas pada 12 April dengan tema “Perubahan Organisasi Perangkat Daerah: Gonjang Ganjing Komunitas RSD dan Pengaruhnya pada Mutu Layanan”. Informasi seputar pelaksanaan seminar akan disajikan setiap hari di website ini, di hari berikutnya. Silakan simak laporan selengkapnya. ASM Series Bidang Leadership: Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional Bagaimana Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan menyusun sistem rujukan agar dapat mengalirkan beban penyakit sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing tingkat pelayanan. Apakah konteks geografis dan sebaran institusi pelayanan kesehatan telah dipertimbangkan? Menyadari pentingnya mekanisme rujukan dalam sistem kesehatan di Indonesia serta fakta yang menunjukkan masih banyak isu di lapangan terkait dengan sistem rujukan tersebut, maka Annual Scientific Meeting (ASM) Kelompok Kerja Leadership FK UGM tahun 2016 bermaksud menggali lebih dalam isu sistem rujukan dan menggambarkan situasi di lapangan secara lebih nyata. Melalui kegiatan ini, diharapkan terjadi pembahasan atas berbagai alternatif solusi atas masalah rujukan yang terjadi sehinga dapat direkomendasikan kepada pengambil kebijakan. ASM Pokja Leadership kali ini mengambil tema Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional yang dikemas dalam kegiatan lokakarya satu hari pada Kamis, 24 Maret 2016. Selengkapnya: |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Pengantar Perpres Nomor 77 tahun 2015 |
|
LEAN HOSPITAL – Bagian 2 |
Archive for 2016
KONFERENSI HEALTH PROMOTING HOSPITAL
“Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari pembangunan nasional adalah tercapainya hidup sehat dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Healthy hospital adalah RS yang berwawasan lingkungan dan berusaha mewujudkan kenyamanan pasien dan masyarakat sekitarnya”. Demikian kutipan sambutan gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X pada pembukaan Health Promotion Hospital Conference yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 3-5 Agustus 2016. Konferensi ini diikuti oleh peserta dari beberapa negara anggota Global Green and Healthy Hospital (GGHH), antara lain Filipina, Taiwan dan Korea Selatan.
Selanjutnya, Nila mengatakan bahwa saat ini pembangunan kesehatan diarahkan untuk peningkatan kegiatan promotif dan preventif. Ada tiga pilar yaitu paradigma sehat, penguatan layanan kesehatan (yankes) dan JKN. Menurutnya, climate change membawa banyak tantangan dan masalah baru, antara lain berkurangnya sumber air bersih dan terbatasnya energi bersih. Untuk itu pemerintah melakukan penguatan pelayanan kesehatan melalui regionalisasi pelayanan rujukan untuk menjamin continuum of care. Harapannya ke depan hanya 10-20% masyarakat yang sakit dan ditangani oleh RS, sedangkan yang 80-90% adalah masyarakat yang sehat. Pertanyaan pentingnya adalah: apakah pihak-pihak yang terkait bersedia membuat RS yang green dan promoting health?
Saat membuka konferensi, Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek juga sekaligus meresmikan pembukaan International Cancer Center (ICC) RSUP Dr. Sardjito yang penandatanganan prasastinya disaksikan oleh Wakil Gubernur DIY KGPAA Pakualam X dan Dr. Syafak Mochammad Hanung, Sp.A., MPH.
[restabs alignment=”osc-tabs-left” responsive=”false” tabcolor=”#efefef” tabheadcolor=”#0143b5″ seltabcolor=”#ffffff” seltabheadcolor=”#000000″ tabhovercolor=”#ffffff”] [restab title=”PLENARY I” active=”active”]
Jelas climate change memiliki pengaruh terhadap kesehatan. Sejak awal tahun 1990-an data cuaca menunjukkan adanya peningkatan suhu yang berkali lipat dibanding suhu rata-rata dekade sebelumnya. Penyakit-penyakit yang berkembang di region Asia Tenggara antara tahun 1970-2009 akibat adanya perubahan iklim antara lain: malnutrisi (menyebabkan 69.875 kematian), diare (870.991 kematian), malaria (33.303 kematian), serta panas ekstrim (790.000 kematian). Data ini disampaikan oleh Mr. Sharad Adhikary, MPH, M.Sc (WHO). Dampak dari perubahan iklim adalah kekeringan, berubahnya pola penyakit menular melalui vektor, kematian terkait dengan cuaca panas, banjir, penyakit menulai melalui air, naiknya permukaan laut, migrasi, tekanan psikologis dan sebagainya. Menurut Adhikary, aksi penting yang harus segera dilakukan wajib bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan adaptasi kesehatan terhadap penyakit, early warning system meningkatkan kapasitas komunitas dan sebagainya.
Sementara itu, menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan yang diwakili oleh Dr. drg. Hesty, MKes climate change membawa dampak pada kesehatan, penyakit dapat dicegah (dan dikendalikan) dengan promosi kesehatan RS (PKRS) dan pada RPJMN III (2015 – 2019) fokus pembangunan kesehatan difokuskan pada area promotif dan preventif. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan dua program utama, yaitu program peningkatan akses dan program peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan akses antara lain dengan penguatan sistem rujukan, pengembangan layanan inovasi (misalnya telemedicine) dan mewujudkan kemitraan yang berdaya guna (misalnya melalui Sister Hospital). Program kualitas pelayanan dilakukan antara lain dengan pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar, pemenuhan SDM dan penguatan sistem manajemen kinerja fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).
[/restab] [restab title=”SIMULTANEOUS PARALLEL WORKSHOPS“]
Selain sesi pleno, konferensi hari pertama juga diisi dengan beberapa workshop menarik pada tema terkait dengan climate change. Workshop tersebut antara lain bertema 1) Update on Health Promoting Hospital Management, 2) Patient Safety in Health Promoting Hospital Setting, 3) Lean Management, , 4) Advocacy in HPH Setting dan 5) Global Green Healty Hospital Agenda Goals.
Lean Management adalah tema yang dipilih untuk diikuti oleh tim website ini. Pembicaranya adalah Direktur (DR. dr. Fatema Djan Rachmat, SPb, SpBTKV, MPH) dan Staf Ahli (Nawolo Tri Sampurna, MPd) dari RS Pelni Jakarta, yang telah menerapkan konsep lean ini di berbagai bagian RS. Banyak cerita menarik dalam implementasi lean management, mulai dari mobilisasi staf, penggalangan komitmen, pemahaman hingga pelaksanaan dan evaluasi.
Dengan menerapkan lean management, RS Pelni berhasil menghemat hingga 150.000 menit jam kerja dan Rp 9 miliar budget operasional RS. Penerapan Lean Management dimulai dengan mengidentifikasi berbagai penyebab pemborosan, antara lain:
- Defect (cacat produk) yang menyebabkan produksi harus diulang (misalnya operasi ulang karena ada kesalahan)
- Over production, yaitu RS melakukan sesuatu yang tidak perlu, misalnya mensterilkan kasa terlalu banyak padahal tidak semua terpakai dan pada akhirnya harus disterilkan ulang.
- Waiting, misalnya dokter dan pasien harus menunggu operasi elektif
- Non utilised talent, misalnya dikurangi dengan memberdayakan non perawat sebagai pengantar obat untuk obat-obat sederhana yang tidak membutuhkan bantuan perawat dalam penggunaannya
- Transportation, misalnya dikurangi dengan meletakkan benda-benda diurutkan sesuai dengan urutan pemakaiannya sehingga menghemat gerakan petugas
- Motion, yaitu misalnya dikurangi dengan memberi tanda pada kamar yang sudah dibersihkan dan sudah siap ditempati kembali dimana tanda tersebut dapat dilihat dari arah nurse station untuk mengurangi pergerakan perawat (efektif mengurangi gerakan perawat selama 2 menit per TT yang sudah siap).
- Inventory, dikurangi misalnya dengan mengecilkan ukuran gudang farmasi. Sistem informasi farmasi terhubung dengan sistem informasi pada rekanan sehingga saat stok mencapai batas bawah maka supplier mendapat alarm secara otomatis dan segera mengirimkan stok baru.
- Extra processing, misalnya dikurangi dengan membuat daftar rencana obat dalam 1 tahun dan menggunakan sistem automatic ordering.
Ada banyak pertanyaan dari audiens workshop, hal ini menunjukkan besarnya antusiasme mereka terhadap materi yang disampaikan. Salah satu pertanyaannya adalah bagaimana strategi Direktur RS Pelni untuk menggalang komitmen dokter agar mau berpartisipasi dalam proses perubahan ini. Kuncinya ada pada keterbukaan direktur terhadap berbagai informasi dan kemudian membuktikan apa yang sudah dijanjikan. Melalui langkah ini, direktur membangun trust dari para tenaga medis. Saat ini dokter spesialis di RS Pelni datang pukul 5 pagi setiap hari untuk melakukan visite rawat inap. Pukul 6.30 AC di poliklinik baru mulai dinyalakan dan pk. 7.00 dokter sudah siap di ruang poliklinik untuk melayani pasien rawat jalan. Dengan demikian, semua pasien dapat dilayani tepat waktu, apalagi RS Pelni juga sudah didukung dengan e-MR yang dibangun oleh staf IT RS. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah respect to people (@pea).
[/restab] [restab title=”PLENARY II“]
Pada diskusi panel ke-2 yang dilaksanakan di hari kedua ini, menghadirkan speakers dari Direktorat Pengendalian Polusi dan Kerusakan Lingkungan, KLH (Ir. Sigit Reliantoro, MSc.), Helath Care Without Harm Asia (Mrs. Faye Ferrer dan Mrs. Ramon San Pascual) serta ahli dari Universitas Indonesia (Prof. dr. Ascobat Gani). Sigit mengenalkan PROPER sebagai alat untuk mengimplementasikan green industry. Saat ini sudah lebih dari 2000 perusahaan dari 133 kategori industri yang telah terlibat dalam PROPER. Dari 120 RS yang diratifikasi di tahun 2015, 6% mendapat predikat “hitam”, yaitu belum memenuhi environmental regulation compliance, 55% berada pada kategori “merah” (belum melakukan plan-do-check-action) dan 39% berada pada kategori “blue” (sudah memperlihatkan hasil absolut dari penerapan green hospital).
Faye menceritakan tentang Jejaring Global Green and Healthy Hospital, yaitu RS, sistem kesehatan dan organisasi dari seluruh dunia yang berdedikasi untuk mengurangi ecological footprint dari hasil aktivitas pelayanan kesehatan, sambil mempromosikan kesehatan lingkungan dan masyarakat di lingkungan mereka. Saat ini ada 96 anggota GGHH (termasuk 3 dari Indonesia) yang mewakili 8213 RS dan health centers lainnya. GGHH telah menyusun berbagai macam dokumen guidelines, menyelenggarakan webinar dan mengembangkan form dan checklist untuk membantu RS dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan masing-masing. Rekannya dari GGHH, Ramon San PAscual mengaitkan jejaring ini dengan tujuan pembangunan global yang berkelanjutan (SDGs). Dari 17 goals dalam SDGs tersebut, tujuan no 1, 3, 5, 6, 7, 9, 13 yang terkait langsung dengan GGHH.
Menurut Prof. dr. Ascobat Gani, dana BOK yang akan diperjuangkan untuk mencukup pembiayaan kesehatan di era JKN. Namun masalahnya bukan hanya uang tetapi juga kemampuan SDM dalam menyerap. Misalnya jika pemerintah menganggarkan Rp 5 trilyun, harus ada tenaga promkes, sanitarian, gizi dan sebagainya di puskesmas agar dana tersebut diserap. Nyatanya penyebaran SDM kesehatan untuk puskesmas belum memungkinkan seluruh puskesmas memiliki tenaga-tenaga tersebut. Akhirnya, pemerintah mengambil strategi meningkatkan dana UKM namun tidak bersumber dari BPJS.
[/restab] [restab title=”PLENARY III“]
Koordinator HPH Nasional Indonesia, dr. Suherman, MKM menyampaikan bagaimana HPH dalam menghadapi isu climate change. RS menghabiskan 2 kali lebih banyak energi per meter persegi bangunannya dibandingkan dengan bangunan perkantoran biasa. Dengan dukungan WHO, HPH telah menerbitkan 5 standar untuk mengimplementasikan promosi kesehatan di RS. Standar ini terdiri dari 1) kebijakan manajemen, 2) asesmen pasien, 3) intervensi dan informasi pada pasien, 4) mengkampanyekan lingkungan kerja yang sehat, 5) kontinuitas dan kerjasama. Menurutnya ada lima faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan implementasi HPH di RS, yaitu: leadership, evidence, Love dan koalisi & kolaborasi.
Seorang profesor dari Department of Preventive Medicine, Yonsei University Hospital System, Dong Chun Shin, menyampaikan bahwa saat ini sudah ada 37 RS yang terakreditasi oleh JCI di Korea Selatan. Korsel juga telah memiliki kebijakan mengenai Low Carbon Green Growth Act sejak tahun 2011. Konsep green hospital telah mulai diimplementasikan di 10 RS sejak tahun 2013, dengan tanggung jawab yang ketertarikan yang besar dari kalangan staf pelaksana. Hasilnya terjadi penghematan listrik lebih dari 2000 MWh, air bersih lebih dari 155.000 ton, serta mengurangi lebih dari 5.000 ton CO2 dari gas rumah kaca. Tahun 2015 meskipun lebih sedikit RS yang terlibat namun listrik yang dihemat lebih besar yaitu lebih dari 6.000 MWh dan mengurangi lebih dari 3.000 ton CO2 dari gas rumah kaca.
[/restab] [restab title=”CEO ROUNDTABLE DISCUSSION: GREEN LEADERSHIP “]
A Workshop
Sebagaimana hari pertama, di hari kedua konferensi ini juga terdapat beberapa workshop menarik, diantaranya CEO Roundtable Discussion untuk membahas Green Leadership. Mengapa harus go green, padahal ada banyak sumber daya, kita sudah dalam kondisi tidak comfort (harus ditambah lagi ketidaknyamanannya), ini yang menjadi pemicu pada diskusi green leadership.
Pembicara pertama dr. Miao, Yanqing, dari China National Health Development Research Center yang membahas tentang Leadership in Policy Research. Mao mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Jinping, yaitu “Penghijauan bukan hanya masalah produksi tapi juga lifestyle.” Ini menunjukkan aspek lingkungan sudah menjadi concern bagi top leader di Tiongkok. Namun masih ada banyak masalah dalam sistem pelayanan kesehatan yaitu tingginya biaya non medis, inefisiensi, lack of energy saving, scattered care delivery, serta meningkatnya tegangan antara dokter dengan pasien.
Di Indonesia, penerapan green hospitals sudah diatur dalam Permenkes 269 tahun 2009. Dr. Dr. Youth Savithri, MARS dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan memberi contoh yang diatur adalah persyaratan tata bangunan yang harus ramah lingkungan, misalnya dengan mengatur zonasi (memisahkan zona penularan penyakit dan privasi, diterapkan juga dalam standar akreditasi). Untuk mengaplikasikan green leadership, perlu ada komitmen. Green leadership harus mampu menciptakan lingkungan yang memaksimalkan kesehatan pengguna RS, baik pengguna internal maupun eksternal. Green leadership juga harus mampu memastikan keberlangsungan, efektivitas, efisiensi dan keselamatan lingkungan. Selain itu, green leadership juga harus mampu mengelola sumber daya secara efisien dan efektif, mengadvokasi keberlangsungan konsep green hospital dan menghilangkan barriers serta mensupervisi pelaksanaan green hospital.
Salah satu RS yang sudah melaksanakan Permenkes tersebut adalah RS Persahabatan, Jakarta. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya Permenkes ini antara lain tuntutan masyarakat, kepedulian RS, memanfaatkan lahan RS yang sangat luas dan ingin menjadi RS percontohan bagi RS-RS lain di Indonesia. Strategi yang dikembangkan antara lain mengembangkan budaya green terus menerus dan membentuk tim dan mepertahankan ruang hijau. RSPP saat ini sudah mendapat peringkat HIJAU dari Menteri KLH. Inovasi green yang telah dilakukan misalnya lahan parkir khusus untuk mobil-mobil karyawan yang lolos uji emisi, parkir sepeda, toilet kebuh dan sebagainya.
Hal yang dilakukan pertama kali adalah menyatukan komitmen pimpinan, jika sudah ada maka bisa dijalankan bersama-sama setelah itu dideklarasikan menjadi komitmen bersama. Lalu buat program melalui management policy dan kemudian membentuk tim (task force) untuk:
- Mengurangi produksi sampah yang berdampak pada beban pemindahan sampah
- Dalam RBA tercantum program yang terkait dengan green hospital sampai dengan plan of actionnya.
- Empower the community (termasuk pengunjung RS)
- Kerjasama dengan stakeholder, berpartisipasi dengan network
Program yang dilakukan:
- Penghematan listrik (RS dengan 200 beds, biaya energy 1M per bulan, boros sekali): ukuran pintu dan jendela 1/3 dari luas ruangan
- Penghematan air.
- Pemindahan sampah
- Pengolahan limbah RS
Catatan diskusi:
- Bagaimana implementasi paperless di RS?
Di Tiongkok: perawat dilatih mengenai bagaimana membahas green things pada pasien dan pengunjung, lalu ada honor lebih untuk perawat-perawat ini. Ada kartu di masing-masing jendela, misal “please be quiet”, atau “mohon pelan-pelan”
Di RS Kanker Dharmais: dengan menggunakan IT untuk mengurangi penggunaan kertas, misalnya untuk e-prescribing, e-medical record, e-order untuk pemeriksaan penunjang. Hal yang sulit justru mengubah mindset user. Harus dengan pendekatan persuasive: menyiapkan hardware, mengembangkan jaringan, membangun brainware. Meski belum ada Permenkes-nya tentang e-RM, tapi ada di UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004. Salah satu kewajiban dokter adalah membuat rekam medis tertulis maupun elektronik.
- Bagaimana mengubah mindset?
Konsep modern management adalah pimpinan ada di bawah (services/ melayani), menjadi pemimpin sama dengan menjadi pelayan.
- Musim hujan banyak nyamuk, musim panas suhu sangat tinggi. Bagaimana mengatasi ini dalam konsep green?
Untuk mengurangi evaporasi starteginya adalah turunkan suhu lingkungan dengan tamanisasi, memperbanyak pepohonan, membuat kolam/akuarium.
- Ijin operasional: RS yang masih “merah” segera membuat strategi untuk menilai (self-assessment) mana yang perlu di-improve. Penelitian pada 100 RS di Jawa dan Bali, produksi sampah 2 Kg per TT per hari, cairan 8 liter per TT per hari, limbah padat 376.000 ton per tahun. Ini menyebabkan RS menjadi potensi terbesar untuk mencemari lingkungan. Pintu pemborosan: 1) penggunaan AC harusnya diatur 22-26 derajat untuk ruang-ruang pelayanan dan di atas 26 derajat untuk ruangan manajemen, 2) biopori, mengolah kompos sendiri dapat menghemat Rp 1-1,5 juta per bulan untuk pupuk, 3) penggunaan air untuk instalasi labobratorium dan menggunakan Permenkes No. 56 Tahun 2014 sebagai pedoman untuk menilai efisiensi administrasi maupun pelayanan.
Lebih dari separuh peserta adalah CEO, namun tidak semua CEO telah memasukkan anggaran untuk green hospital (misalnya paperless, biopori dan sebagainya). Demikian juga untuk anggaran tahun depan, masih sedikit yang menganggarkan untuk program green hospital (termasuk mengganti lampu dengan yang lebih hemat energi).
- RSUD Kota Balikpapan saat perencanaannya sudah banyak berkonsultasi dengan Kemkes untuk merancang bangunan yang banyak menggunakan sinar matahari dan aliran udara. Namun lahan sangat sempit (hanya 1,2 Ha, sudah dimanfaatkan keseluruhan).
Pada rancangan permenkes tentang prasyarat teknis bangunan, untuk RS yang baru akan dibangun akan lebih komprehensif dalam menata infrastrukturnya. Wujud fisik dari pekerjaan kontruksi harus dilihat bagaimana keberadaan bangunan itu dalam konteks keamanan, ramah lingkungan. Prasaran RS: utilisasi alat, jaringan, system penataan listrik dan sebagainya apakah sudah ditata panel-panelnya: mana yang bisa on-off otomatis.
Saat ini karena keterbatasan lahan maka RS dibangun ke atas, penting untuk ada healing garden (misal dalam bentuk vertical garden).
- Green hospital ada di agenda RS Jantung Harapan Kita: a) Master plan untuk efisiensi, b) audit energi untuk kemudian mengetahui standarnya seperti apa dan gap-nya berapa besar sehingga bisa merencanakan apa yang perlu dilakukan, c) membudayakan green di internal RS, d) merger secara regional dengan RS Dharmais untuk pengelolaan sampah bersama.
Perlu dilihat zoningnya, mana yang bisa digabung antara RS Kanker Dharmais dan RSAB Harapan Kita.
- RSUD dr. Syaiful Anwar Malang: di struktur RS ada bagian yang semuanya harus menjalankan program green hospital, misalnya IPS Non medis, PKRS, Instalasi Penyehatan Lingkungan, ada pada bidang yang berbeda-beda. Bagaimana mensinergikan tupoksi eselon 3.
Buat task force dan treasures. Langkah yang bisa dilakukan untuk self-assessment: 1) identifikasi dimana terjadi inefisiensi khususnya air dan listrik dan limbah (3 terbesar), 2) analisis penyebab inefisiensi, 3) alternative perbaikan dalam memperbaiki efisiensi. Prisinp: eliminasi, reuse, reduce, recycle.
Perlu ada komitmen dan penguatan taskforce (lintas departmen, tidak lagi membawa bendera masing-masing), gugus kendali mutu. Penanggung jawab: direktur umum, pelaksana: task force.
- Bagaimana meng-create green hospital:
Menjaga natural environmental.
Reduce emission
- Apakah green hospital movement membutuhkan pemimpin ynag bisa mengubah paradigma berpikir:
Sebagian audiens setuju bahwa perlu lomba green hospital (seperti adipura). Ini untuk memotivasi RS-RS agar melaksanakan program green secara lebih mandiri dan lebih massal.
@pea
[/restab] [restab title=”PLENARY IV“]
Saat berbicara tentang peran RS dalam kesehatan masyarakat, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dr. Anung Sugihantono menyampaikan beberapa peluang dan tantangan pelaksanaan HPH di Indonesia antara lain HPH merupakan bagian dari standar akreditasi RS, ada regulasi baru yaitu UU No. 24 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016, level pelaksanaan HPH dan ketersediaan SDM yang kompeten. Untuk itu, Anung merumuskan setidaknya empat hal yang harus dilakukan yaitu: 1) merevisi standar HPH sesuai dengan update terbaru dari WHO, advokasi dan koordinasi dengan para stakeholders, 3) meningkatkan kapasitas leadership untuk melaksanakan HPH klinis dan 4) menguatkan jejaring HPH nasional.
PERSI sebagai organisasi perhimpunan RS tertua dan terbesar di Indonesia, diwakili oleh dr. Lia Gardenia Partakusuma, SpPK (K), MM menyampaikan bahwa PERSI sudah mulai memperkenalkan konsep green hospital (GH) pada RS-RS di Indonesia sejak tahun 2010. Sosialisasi ini dilakukan melalui penerapannya di struktur organisasi RS, edukasi, advokasi dan network. PERSI bahkan telah menerbitkan buku mengenai GH. Tantangan penerapan HPH menurut Lia antara lain ada pada organisasi, kompetensi, komunikasi antar-stakeholders, teknologi informasi dan persepsi umum tentang GH itu sendiri.
Komite Akreditasi RS (KARS) yang diwakili oleh dr. Nurul Ainy Sidik, MARS menjelaskan dimana saja pada standar akreditasi RS Indonesia yang dikembangkan oleh KARS yang memuat hal-hal terkait dengan tujuan untuk menciptakan green hospital. Setidaknya, points ini ada pada standar keamanan fasilitas yang meliputi leadership dan planning, safety dan security, hazardous materials, disaster preparedness, fire safety, medical equipment, utility system dan staff education.
Contoh penerapan dari standar fasilitas tersebut, dan juga standar-standar lainnya di RS disampaikan oleh dr. M. Syafak Hanung, SpA, MPH, Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Untuk fasilitas yang aman misalnya RSUD Dr. Sardjito sudah menerapkan startegi dukungan dari pimpinan untuk menjadi lebih green, mengganti bahan-bahan berbahaya dengan yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, mengelola dan membuang limbah dengan lebih aman, mendaur ulang baik air limbah maupun sampah, serta melakukan penghematan energi.
Sebagai bentuk penyataan komitmen dari seluruh peserta konferensi terhadap RS yang lebih green dan mempromosikan kesehatan lingkungan, di akhir acara sebuah deklarasi dibacakan. Isi lengkap deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:
DEKLARASI HEALTH PROMOTING HOSPITAL – YOGYAKARTA
Kami yang menghadiri Konferensi Nasional Health Promoting Hospital ke-3 sebagai Representatif dari Rumah Sakit Indonesia dan Pelayanan Kesehatan menyatakan bahwa Promosi kesehatan yang berkesinambungan merupakan bagian integral dari mutu layanan rumah sakit (Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dan Peningkatan Mutu Kendali Biaya) dalam rangka mewujudkan :
- Rumah sakit yang lebih sehat,
- Rumah sakit yang lebih aman bagi pasien, petugas dan komunitas,
- Rumah sakit yang lebih ramah lingkungan.
Dalam Konferensi ini , Kami merekomendasikan bahwa :
- Diperlukan revisi standar promosi kesehatan rumah sakit yang mengacu kepada standar Health Promoting Hospital yang diterbitkan WHO tahun 2016 .
- Diperlukan pemerataan kesadaran pimpinan rumah sakit bahwa promosi kesehatan merupakan suatu entitas rumah sakit (leadership in Health promoting hospital) tidak hanya menjadi aktifitas rumah sakit.
- Institusi pendidikan kesehatan harus mulai merancang peminatan clinical health promotion dan community health promotion karena keduanya memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda.
- Para akademisi dan praktisi didorong untuk memberikan bukti ilmiah melalui penelitian penelitian terkait dengan clinical health promotion yang akan memperkaya bukti-bukti ilmiah.
- Diperlukan pemerataan diseminasi informasi untuk peningkatan kapasitas health promotor baik sebagai pengelola maupun sebagai praktisi di seluruh Indonesia
Yogyakarta, 5 Agustus 2016
[/restab]
[/restabs]
RSUD Ahmad Darwis Diminta Buka Layanan Online
Sarilamak – Wakil Bupati (Wabup) Limapuluh Kota, Sumatera Barat, Ferizal Ridwan meminta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Darwis untuk membuka pelayanan dalam jaringan (daring) guna memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat.
“Jika memakai sistem online, masyarakat leluasa mengakses pelayanan apa saja yang ada di rumah sakit ini,” kata dia saat meninjau pembangunan infrastuktur dan sistem pelayanan RSUD Ahmad Darwis di Kecamatan Suliki, Senin.
Ia menambahkan, dengan menerapkan sistem tersebut, masyarakat atau pasien dapat mengetahui perihal kelengkapan fasilitas, jumlah dokter umum dan spesialis, serta jadwal praktiknya.
“Sehingga, para pasien tidak ragu dan nyaman berobat. Ini harusnya menjadi terobosan dan inovasi ke depannya,” ujar dia.
Selain itu, pembaharuan terhadap format pelayanan dengan memakai sistem online juga memudahkan menghubungkan atau koneksi dengan dinas kesehatan dan fasilitas kesehatan lain yang ada di sejumlah kecamatan.
Menurutnya, pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau puskesmas pembantu menjadi tolak ukur keberhasilan suatu daerah dalam menerapkan sistem pelayanan.
Pelayanan masyarakat mesti menjadi perhatian semua satuan kerja perangkat daerah, salah satunya dinas kesehatan.
“Selain pembenahan infrastuktur, peningkatan sumber daya manusia dan penambahan tenaga medis juga diperlukan agar pelayanan terhadap masyarakat makin baik,” sebut dia.
Salah seorang Warga Limapuluh Kota, Masrul meminta pemerintah setempat memaksimalkan pelayanan di rumah sakit daerah sehingga masyarakat tidak perlu berobat ke luar daerah atau rumah sakit swasta.
Menurut dia, jika pemerintah setempat dapat menerapkan pelayanan yang baik, maka masyarakat akan memanfaatkannya, dan dengan sendirinya juga akan menyumbangkan pendapatan bagi daerah.
Ia mengakui, selama ini animo yang berkembang di masyarakat bahwa pelayanan rumah sakit swasta lebih baik dari rumah sakit pemerintah.
“Untuk itu, ke depannya perlu ada perbaikan pelayanan agar animo yang berkembang tersebut dapat dirubah,” lanjut dia. (*)
Sumber: antarasumbar.com
RS. Mitra Manakarra Siapakan Layanan Menengah Kebawah
Rabu, 8 Agustus 2016 Rumah Sakit Mitra Manakarra telah di resmikan. Rumah sakit swasta ini memiliki keunggulan dibandingkan rumah sakit lainnya. Meski begitu RS. Mitra Manakarra juga lebih mengutamakan fasilitas pelayanan menengah kebawah, ini di sampaikan langsung oleh Komisaris Utama PT. Mitra Husada Manakarra DR. H. Suhardi Duka
Pada kesempatanya Suhardi Duka mengatakan, walaupun RS. Mitra Manakarra memiliki pelayanan menengah keatas ini tentunya akan selalu mempengaruhi porsi itu, mungkin karena masalah tarif dan pelayanannya, namun selain itu segmen ekonomi adalah layanan masyarakat, kami juga menyiapkan khusus untuk layanan menegah kebawah karena RS. Mitra memiliki kelas 3 yang di peruntuhkan bagi mereka layanan menegah kebawah.
“kami tidak menerima uang muka saat masuk dan tidak membayar saat keluar demikian juga untuk pegawai golongan I dan II, nanti BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang akan membayarkan mereka, baik menggunakan BPJS mandiri ataupun yang memalui BPJS Pemerintah semua dapat digunakan di RS. Mitra Manakarra” katanya. (HMS. Lisa Sari Dewi.H)
Sumber: mamujukab.go.id
Empat bupati teken prasasti RS Mitra Manakarra
Mamuju – Sebanyak empat bupati yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Barat, teken atau menandatangani prasasti tanda diresmikannya pemanfaatan gedung baru Rumah Sakit (RS) swasta Mitra Manakarra, Mamuju, Senin.
Rumah Sakit (RS) Mitra Manakarra ini beroperasi sejak 9 Juli 2012 lalu dengan kapasitas gedung yang masih terbatas. Keberadaan RS ini terus mengalami perkembangan terutama dari segi fasilitas sehingga dilakukan penambahan gedung baru dibawa kendali dr Nexriana.
Gedung baru ini diresmikan oleh empat bupati dari enam bupati yang ada di Sulawesi Barat, di antaranya Bupati Mamuju Drs H Habsi Wahid, Bupati Mamuju Tengah H. Aras Tammauni, Bupati Mamasa Drs Ramlan Badawi dan Wakil Bupati Majene H. Lukman.
Komisaris Utama PT Mitra Husada Manakarra, DR H Suhardi Duka selaku pimpinan perusahaan yang menaungi RS Mitra Manakarra mengungkapkan, salah satu alasan mendirikan Rumah Sakit tersebut semata-mata untuk meningkatkan derajat kesehatan.
“Baru kali ini, mungkin yang pertama kali kami hadirkan empat Bupati yang sekaligus akan bertanda tangan di dalam prasasti peresmian Rumah Sakit Mitra Manakarra Kabupaten Mamuju, dan ini menjadikan catatan sejarah di daerah ini,” kata SDK sapaan akrab Suhardi Duka.
Sementara itu, Bupati Mamuju Habsi Wahid mewakili keempat bupati menyampaikan, sebagai satu-satunya RS Swasta yang ada di Kabupaten Mamuju dapat dijadikan rujukan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal.
“Peresmian pemanfaatan gedung baru Rumah Sakit Mitra Manakarra kali ini merupakan satu kado yang luar biasa bukan hanya bagi masyarakat Mamuju tetapi untuk seluruh masyarakat di Sulbar,” ucap Habsi Wahid.
Sumber: antaranews.com
Gunungkidul Rencanakan Tambah Rumah Sakit
WONOSARI-Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melalui Dinas Kesehatan Gunungkidul berencana menambah jumlah bangunan rumah sakit.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memaksimalkan dan memenuhi pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama di wilayah-wilayah pelosok yang jauh dari kota.
Kepala Seksi Bina Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Dinkes Gunungkidul, Martha Handoko mengatakan bahwa
saat ini pemerintah daerah sedang menjalankan proses pembangunan rumah sakit di Desa Jetis, Kecamatan Saptosari.
Ia mengatakan pemda berencana membangun tiga rumah sakit daerah, dua diantaranya merupakan peningkatan UPT Puskesmas. Dua wilayah yang masih direncanakan yakni peningkatan UPT Puskesmas Patuk II dan UPT Puskesmas Ponjong II.
Sedangkan pembangunan yang dilakukan di Saptosari masih berjalan hingga saat ini dengan perkiraan menghabiskan biaya hingga Rp100 M
“Kalau yang dua lainnya belum fix,yang di Saptosari sudah pembebasan lahan oleh pemda, sekarang sedang proses mengurus dokumen izinnya,” kata dia.
Martha mengatakan bahwa kapasitas bed (tempat tidur) rumah sakit di Gunungkidul dirasa belum memenuhi kebutuhan masyarakat Gunungkidul. Saat ini hanya tersedia kapasitas sebanyak 355 bed dengan rincian RSUD Wonosari dengan kapasitas sebanyak 177 bed, RS Nur Rohmah 52 bed, Panti Rahayu 50 bed, Pelita Husada 44 bed, dan PKU Muhammadiyah 32 bed.
Hal tersebut jika ditotal hanya bejumlah setengah dari kebutuhan penduduk Gunungkidul yang berjumlah sekitar 749.000 orang. Martha menjelaskan, standar tersebut diperhitungkan dari data statistik dengan perbandingan 1:1.000 penduduk. artinya dari 1.000 penduduk diperkirakan yang mondok atau menjalani rawat inap satu orang. Sehingga sebanyak 749.000 penduduk dibutuhkan minimal 749 bed untuk mencukupinya.
Diakuinya bahwa rumah sakit Gunungkidul belum dapat menampung pasien yang menjalani rawat inap sehingga harus dirujuk ke rumah sakit di Jogja. Ia mengatakan terdapat dua faktor rumah sakit memberikan rujukan kepada pasien, salah satu faktornya yakni dikarenakan kurangnya ketersediaan bed ataupun bangsal di rumah sakit yang ada di Gunungkidul.
Sumber: sragenpos.com
BJ Habibie Resmikan Gedung Baru Rumah Sakit Ginjal
Bandung -Presiden ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie bersama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi meresmikan gedung baru Rumah Sakit Khusus Ginjal (RSKG) Ny. R.A. Habibie di Jalan Tubagus Ismail, Kota Bandung, Senin, 8 Agustus 2016. “Harapan saya agar benar-benar membantu sumber daya manusia Indonesia agar kesehatannya oke sehingga benar-benar bisa bekerja produktif, menjadi unggul, menyumbangkan karya nyata untuk pembangunan bangsanya,” kata Habibie saat ditemui seusai peresmian rumah sakit itu.
Rumah sakit yang dinamai nama ibu kandung BJ Habibie ini sebenarnya sudah berdiri sejak 1988. Selain pelayanan gangguan ginjal termasuk cuci darah, rumah sakit ini juga membuka pendidikan dan pelatihan bersertifikat untuk perawatan dalam menangani pasien gangguan ginjal.
Habibie mengetahui layanan cuci darah untuk pasien gangguan ginjal sangat mahal. Untuk itu, sesuai permintaan dari ibunya, Habibie menjamin RSKG Ny RA Habibie akan memprioritaskan pasien miskin yang membutuhkan pelayanan cuci darah.
Jika pasien tidak mampu membiayai perawatan, bisa mendapat layanan cuma-cuma, sebagimana pesan Ny RA. Habibie kepada adik kandung Habibie. “Kalau memang tidak punya apa-apa dan memang harus diperiksa, tidak ada masalah.”
Habibie menuturkan, RSKG Ny. R.A Habibie dipastikan mampu melayani pasien miskin yang memang membutuhkan pelayanan cuci darah selama hidupnya. Selain mesin cuci darah yang dimiliki cukup banyak dan modern, rumah sakit ini bahkan mampu untuk memproduksi sendiri cairan dialisat (cairan khusus untuk cuci darah) yang harganya cukup mahal di pasaran.
“Yang mahal bukan mesin, tapi cairannya. Mereka sudah menguasai teknologi untuk membuat cairan sendiri,” jelasnya.
Habibie meminta RSKG Ny. R.A Habibie membantu kabupaten atau kota yang membutuhkan bantuan mesin cuci darah. “Saya mengimbau untuk membantu beberapa kabupaten yang secara statistik banyak menderita itu (gagal ginjal).” RSKG akan memberikan mesin dan cairannya secara cuma-cuma, tapi tidak diantar. Rumah sakit itu juga bersedia mendidik tenaga medis dan paramedis.
Direktur Utama RSKG Ny. R.A Habibie Qania Mufliani mengatakan bahwa gedung baru itu bakal difungsikan sebagai rawat inap, ruang bedah, laboratorium dan pendidikan khusus untuk dokter umum dan penyakit dalam. “Gedung lama kami fungsikan khusus untuk cuci darah saja.”
Untuk pelayanan cuci darah gratis, lanjut Qania, warga miskin cukup menunjukkan kartu BPJS. Namun jika belum dijamin asuransi itu, warga miskin bisa meminta rekomendasi khusus dari Dinas Kesehatan pemerintah daerah masing-masing.
Rumah sakit ini memiliki 350 pasien rutin. “Dalam satu hari kami bisa melakukan 100 sampai 120 kali tindakan,” kata Qania.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyambut baik peningkatan fasilitas RSKG Ny. R.A Habibie. Menurut Wali Kota, rumah sakit ini akan melengkapi rumah sakit spesialis di Bandung. Selain rumah sakit khusus untuk pasien ginjal, Bandung juga akan memiliki pusat riset kanker yang mendapat hibah dari Amerika Serikat. “Rumah sakit spesialis akan menjadi visi peningkatan pelayanan kesehatan di Bandung.”
Meski demikian, Ridwan Kamil berharap pelayanan kesehatan tidak hanya diperbanyak tapi kualitas hidup masyarakat juga harus ditingkatkan dan diperbaiki. “Saya ingin mengingatkan warga agar gaya hidupnya jauh dari hal yang membuat penyakit ginjal ini hadir.”
Wali Kota mengatakan bukan hanya fasilitas atau infrastruktur yang perlu ditambah, tapi kualitas orang harus diperbaiki agar hidup sehat. Hal yang dilakukan di antaranya adalah program Senin tanpa nasi untuk mengurangi risiko diabetes. “Diukur hidupnya, jangan segala dimakan.”
PUTRA PRIMA PERDANA
Sumber: tempo.co
Kata Bupati, RSUD Veteran Harusnya Dulu Tidak Dibangun Seperti Itu
Bojonegoro Kota – Pengerjaan bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo tipe B di Jalan veteran hingga kini belum tuntas. Bupati Bojonegoro mengatakan, hal itu wajar karena harusnya dahulu pada tahun 2006-2007 RS tersebut tidak dibangun seperti itu.
Menurutnya jika masyarakat meminta agar RSUD itu di fungsikan, harus lebih bersabar. Sebab, proses tambal sulam RS pada bangunan induk tidaklah mudah.
“Kalau mau difungsikan ya seperti ini resikonya, lama. Dulu harusnya RS itu tidak dibangun seperti itu,” ungkap Kang Yoto
Kang Yoto menambahkan, pembangunan RS sudah dikebut semaksimal mungkin. Tapi tetap saja tidak bisa segera pindah begiru saha, segala sesuatunya belum siap. Seperti halnya sekarang, instalasi pengelolaan air limbah yang tidak standar butuh disiapkan semua.
“Kalau kita fungsikan lalu pengelola limbahnya tidak standar, banyak orang yang mati, bahaya mana?” ujar Suyoto.
Saat ini memang pihak RSUD tengah memperbaiki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Proses perijinan belum bisa keluar juga dikarenakan IPAL yang belum siap.
Katanya proses lama ini merupakan kesalahan masa lalu yang panjang. Mengenai perijinan dan standarisasi bukan merupakan wewenang Pemkab, melainkan pusat.
Ditanya mengenai apakah proses lamanya renovasi merupakan kesalahan dari direktur RSUD, bupati menjawab bahwa sampai saat ini tidak melihat indikasi tersebut. Menurutnya dari kondisi di lapangan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. “Direktur RSUD sudah bekerja sangat luar biasa,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bojonegoro Ir. Andi Tjandra menyebutkan, target penyelesaian renovasi serta bangunan pada bulan Oktober mendatang. Namun untuk penyelesaian masih dibutuhkan waktu hingga tahun 2017 mendatang. “Mungkin Oktober bisa selesai, secara keseluruhan masih tahun depan,” tuturnya. (pin/moha)
Sumber: beritabojonegoro.com
Ruangan RSUD Inhil Penuh, Pasien Keracunan Dirawat Di Aula
RSUD Puri Husada Tembilahan terpaksa merawat pasien keracunan masal di aula rumah sakit karena seluruh ruangan perawatan penuh.
Kondisi ini disesali oleh anggota DPRD Inhil Adryanto karena hal ini pasti berpengaruh terhadap pelayanan kepada pasien keracunan. Menurut Adryanto, hal ini terjadi karena kapasitas ruang perawatan RSUD Pura Husada sangat terbatas hingga tak mampu lagi menampung ledakan pasien.
Terkait kondisi ini DPRD Inhil bersama Pemkab telah mengajukan permohonan bantuan anggaran untuk menambah kapasitas rumah sakit namun hingga kini tidak pernah ditanggapi.
“Kita sudah mengajukan permohonan anggaran ke pemerintah provinsi namun tidak ditanggapi. Kalau begini bagaimana kita bisa memberikan pelayanan yang maksimal ke masyarakat m”, ujar Ardyanto kesal.
Meski terpaksa merawat pasien di aula rumah sakit, dokter Rahmat Susanto yang menangani pasien keracunan ini optimis pelayanan kepada pasien bisa tetap dilaksanakan dengan maksimal.
Hanya saja Dr. Rahmat Susanto mengimbau pihak pemerintah provinsi untuk tidak menutup mata atas keterbatasan yang terjadi di RSUD Puri Husada Inhil.
“Karena bagaimana pun kondisi ini pasti berdampak buruk bagi pelayanan kesehatan di Inhil ,” ujarnya.(***)
Sumber: detakriaunews.com
RS Imanuel undang ahli farmakologi Amerika Serikat
Bandarlampung – Rumah Sakit Imanuel Bandarlampung mengundang ahli farmakologi atau ilmu yang mempelajari pengaruh bahan kimia pada sel hidup atau sebaliknya, dari Amerika Serikat, untuk meningkatkan pemahaman manajemen penggunaan obat di apotek dan RS.
“Hari ini kami datangkan Profesor Roger D Lander Pharm D FASHP FCCP BCACP dari McWhorter School of Pharmacy Samford University untuk membagikan pengalaman kepada apoteker serta dokter di Lampung,” kata Direktur RS Imanuel dr Ruth Mariva SpS saat membuka seminar farmakologi, di Bandarlampung, Sabtu.
Menurut dia, kegiatan itu dilaksanakan sebagai ungkapan terima kasih kepada masyarakat, khususnya apoteker, serta juga dalam rangka memperingati HUT ke-31 RS Imanuel.
“Kedatangan salah seorang ahli farmakologi dari AS ini tentu diharapkan dapat mendorong pelayanan serta penerapan manajemen penggunaan obat atau MPO di apotek dan RS akan semakin baik,” katanya lagi.
Ia berharap, dengan mendatangkan ahli itu para apoteker di Provinsi Lampung akan semakin memahami dan bisa meningkatkan mutu keselamatan pasien.
“Kewajiban sebagai petugas medis, termasuk apoteker, adalah memberikan pelayanan dan perawatan terbaik, serta mampu memberikan obat-obatan yang efeknya paling baik demi kesembuhan pasien yang ditanganinya,” kata dia pula.
Dia menyebutkan RS Imanuel itu telah meraih akreditasi rumah sakit versi 2012 dengan peringkat paripurna.
“Raihan ini tentu tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Sebagai ucapan syukur salah satunya adalah berupaya untuk mempersiapkan segala kebutuhan agar penerapan MPO di Lampung terus meningkat,” katanya lagi.
Ia juga berharap adanya seminar praktik farmasi klinik dan penerapan standar manajemen MPO KARS versi 2012 untuk meningkatkan mutu keselamatan pasien agar dapat terus diterapkan di RS.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Lampung Ardiansyah mengapresiasi RS Imanuel yang telah mendatangkan ahli farmakologi dari Alabama, Amerika Serikat itu.
“Saya sangat senang bisa hadir di sini bersama para apoteker se-Lampung, untuk mengikuti seminar yang disampaikan oleh Prof Roger yang juga akademisi dari McWhorter School of Pharmacy Stamford University,” kata dia pula.
“Saya harap, para apoteker dapat memanfaatkan peristiwa langka ini, sehingga bisa memajukan kemampuannya dalam upaya peningkatan mutu keselamatan pasien,” katanya.
Terlebih lagi, ia melanjutkan, pemateri yang dihadirkan selain profesor dari Amerika Serikat itu, hadir pula Ketua Bidang Pendidikan dan Penelitian Himpunan Seminar Farmasi Rumah Sakit Indonesia (Hisfarsi) Dra Yulia Trisna Apt MPharm.
Ia berharap dengan kehadiran para pembicara yang baik itu, dapat menambah pengalaman untuk memperbaiki mutu keselamatan pasien.
Sumber: antaranews.com