Tantangan untuk melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat bisa menjadi trigger yang mengubah jalan hidup seseorang. Seorang ahli bedah, dokter Abdul Razak Bawazier, tentu sudah bisa mapan dalam kehidupan dengan menekuni profesi sebagai dokter spesialis. Tetapi, tantangan untuk berbuat lebih banyak bagi masyarakat, membuat dia membangun jaringan rumah sakit yang tersebar di beberapa kota. Dalam perbincangan dengan wartawan Harian Berita Metro, Silvia Balhmar dan Bambang Andrias, pria usia 67 tahun ini menuturkan perjalanan karirnya. Berikut cuplikannya.
Dokter Abdul Razak Bawazier menekuni studi kedokteran di Universitas Kairo, Mesir. Ia lulus S-1 pada 1975. Kemudian, ia melanjutkan studi program spesialis bedah di universitas yang sama. “Setelah menyelesaikan program spesialis bedah, saya kemudian balik ke Indonesia pada tahun 1984,” ujar ayah 7 anak ini.
Dokter yang akrab dipanggil Pak Azak ini menerima Berita Metro di ruang kerjanya, Dewan Pengawas Rumah Sakit Bedah Surabaya (RSBS), yang beralamat di Jalan Manyar 9, Jumat sore pekan lalu. Sikapnya ramah, sehingga sesibuk apapun dia masih mau menyediakan waktu untuk wawancara.
Walau lulusan luar negeri, Abdul Razak tak bisa langsung praktik profesi dokter sesaat tiba di Surabaya. Sesuai aturan Departemen Kesehatan, ia harus adaptasi selamat satu tahun di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Setelah masa adaptasi usai, ia kemudian bekerja sebagai dokter di RS Al Irsyad Surabaya.
Profesi dokter tergolong pekerjaan mulia di tengah masyarakat. Dokter Abdul Razak pun menjalankan profesi itu dengan menolong banyak pasien memulihkan kondisi tubuh yang sakit. Ia dikenal sebagai dokter yang berjiwa sosial, sering membebaskan biaya pasien tak mampu. Tetapi, ia bukan tipe single fighter yang suka bekerja sendirian. Pria yang hobi sepakbola ini kemudian mendirikan rumah sakit sehingga bukan hanya bisa menolong lebih banyak orang sakit, tetapi juga memberikan kesempatan berkarier bagi rekan sesama profesi, paramedis, serta tenaga kerja lainnya.
“Rumah sakit pertama yang saya dirikan adalah Rumah Sakit Bedah Surabaya (RSBS) yang ada di Manyar ini pada 2010, dan mulai beroperasi Maret 2011, ” katanya.
Setelah menetaskan telur dengan satu rumah sakit, Abdul Razak kemudian mendirikan rumah sakit kedua, ketiga dan seterusnya. Ia selalu membangun RS mulai dari nol. “Saya menghargai proses. Pengalaman membangun mulai dari awal, memahami seluk beluk dan mengatasi kesulitan dengan solusi yang baik, itu hal yang bagi saya sangat berarti,” ujarnya.
Hingga kini, beberapa rumah sakit bedah sudah tersebar di beberapa kota Jawa Timur, Jawa Tengah, bahkan Bali. Anak-anaknya pun, yang juga sejak awal menekuni profesi kedokteran, kemudian memiliki rumah sakit mereka sendiri.
Pengalaman di Bali
Membangun rumah sakit termasuk pekerjaan yang rumit, complicated. Tidak hanya soal peralatan medis modern yang mesti sesuai dengan perkembangan teknologi, menyiapkan sumberdaya manusia yang memiliki mental melayani, tetapi bahkan desain arsitektur bangunan rumah sakit pun harus memperhitungkan banyak faktor. Berbeda dengan membangun mall atau plaza yang disediakan bagi orang sehat, rumah sakit dibangun untuk mereka yang sedang mengalami masalah tubuh mereka dan berkehendak untuk segera pulih.
RSBS dibangun dengan arsitektur modern, dengan plafon yang tinggi. Ini membuat siapapun yang hadir merasakan kesegaran alami, lega dan nyaman. Sehingga orang yang sedang sakit pun menjadi bergairah. “Faktor kenyamanan pasien, secara psikologis sangat besar pengaruhnya untuk mempercepat kesembuhan penyakit. Hal itu sangat kita perhatikan di RSBS ini,” tuturnya.
Bahkan soal warna dominan pun turut diperhitungkan. Berbeda dengan rumah sakit lain yang umumnya menggunakan dasar putih atau warna primer yang bikin silau, atau warna lain yang suram, RSBS justru dominan menggunakan warna orange yang menggairahkan. Psikologisnya, mata pasien dan pengunjung rumah sakit menjadi tak gampang lelah. Mereka menjadi bergairah. “Prinsipnya kita ingin pasien merasa nyaman secara psikis dan fisik sehingga lebih mempercepat proses penyembuhan,” katanya.
Bagi Abdul Razak, seberapa berat pun tantangan membangun rumah sakit, ia enjoy menjalani prosesnya.Tetapi kesulitan yang tidak mengenakkan bisa datang dari pihak eksternal. Hal itu, misalnya dialami suami dari Lies Hartani ini saat mendirikan rumah sakit di Buleleng, Bali.
Ketika proses pembangunan fisik rumah sakit sedang berjalan, Abdul razak dipanggil jaksa dan diperiksa. Saat itu, dia dimintai keterangan macam-macam oleh jaksa. Waktu dan tenaganya banyak terbuang hanya untuk melayani jaksa yang melakukan pemeriksaan ini itu. “Padahal saya berniat baik untuk kesehatan masyarakat di sana, kok, malah dipanggil-panggil untuk diperiksa,” ujarnya.
Buleleng itu kota kecil, tetapi rumah sakit yang dibangun Abdul Razak di kota itu tergolong komplet. Banyak tenaga medis dan paramedis dari Kota Denpasar pun bersedia boyongan ke Buleleng. “RSB di Buleleng itu memiliki fasilitas yang lengkap dan mewah,” katanya.
Dengan segala kesibukan yang begitu padat, apa resep Abdul Razak untuk dirinya sendiri sehingga tetap sehat dan bugar? “Supaya tidak gampang kena penyakit, apalagi penyakit degeneratif karena usia tua, maka kita harus pandai mengatur waktu, menjaga pola makan, istirahat dan olahraga yang cukup. Olahraga terbaik adalah jalan pagi di bawah sinar matahari, dan tidak lupa makan suplemen,” tuturnya berbagi resep sehat dan bugar. (*)
Sumber: beritametro.news