Laporan dari Ho Chi Minh City, Vietnam
Oleh: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD
Laporan 1: Pembukaan
Pada Rabu dan Kamis, 7 – 8 September 2016 telah diselenggarakan Pertemuan Tahunan Hospital Management Asia di Hotel Sheraton, Ho Chi Minh (d/h Saigon) Vietnam. Kegiatan pertemuan ilmiah dan expo manajemen rumah sakit terbesar di Asia ini dihadiri oleh sekitar 1000 peserta dengan 120-an pembicara. Dalam kegiatan ini diselenggarakan pula pemberian Award untuk RS-RS di Asia yang prestasinya menonjol. Dari UGM hadir Prof. Laksono Trisnantoro sebagai salah satu Jury Award dan pembicara mengenai transisi sistem manajemen RS pemerintah di Indonesia.
Kegiatan HMA ini beersifat tahunan dan telah berlangsung lebih dari 15 tahun. Vietnam sudah 3 kali menjadi tuan rumah. Sementara negara tetangga, yaitu Bangkok telah berkali-kali menjadi tuan rumah. Event HMA berikutnya(2017) akan diselenggarakan di Manila. Sementara, Indonesia belum pernah menjadi tuan rumah kegiatan ini. Laporan mengenai isu-isu kunci dapat diikuti melalui website ini.
Pembukaan dilakukan pukul 09.00 waktu setempat oleh Richard Ireland sebagai managing director EO, Clarion Events. kemudian, acara dilanjutkan dengan pidato pembukaan oleh Dirjen Pelayanan Medik Kemenkes Vietnam. Sementara, pembukaan resmi dilakukan oleh Menkes Vietnam.
Prof. Nguyen Thi Kim Tien,
Menteri Kesehatan Vietnam:
Pada intinya Menkes Vietnam menyatakan Vietnam yang mempunyai lebih dari 1000 RS, serta bertekad untuk mengembangkan mutu, efisiensi, dan equity. Vietnam bertekad untuk menjadi pelaku internasional.
Untuk itu perlu didukung oleh berbagai langkah strategis seperti pemasangan telemedicine, hingga perbaikan sistem pembiayaan. Masalah yang ditemui adalah overcrowding, skills para manajer RS yang masih kurang. Sebagian dari mereka adalah dokter spesialis, profesor yang tidak terlatih dalam manajemen rumah sakit, khususnya dalam pembiayaan, IT, serta manajemen fasilitas, termasuk bagaimana cara menggunakan sumber daya yang terbatas. Tantangan yang muncul adalah sulit mengukur produktivitas rumah sakit di Vietnam. Oleh karena itu, pertemuan semacam HMA ini sangat penting untuk mempelajari berbagai ilmu manajemen yang berasal dari luar negeri. Kami berharap setiap tahun The Organizing Committee untuk melakukan proyek spesial antar negara untuk mengukur mutu pelayanan rumah sakit, ungkap Nguyen.
Vietnam akan mengembangkan tempat Pelatihan Manajemen untuk Direktur RS dan Manajer Pelayanan Kesehatan. Vietnam membutuhkan lebih banyak ketrampilan untuk manajemen, terutama dalam keuangan, SDM, sampai manajemen hubungan sosial dengan masyarakat. Menteri Kesehatan Vietnam menyatakan kami berharap ada kerjasama antara Hospital Management Asia dengan Kementerian Kesehatan Vietnam untuk pengembangan ini. Semoga harapan ini dapat tercapai.
Terimakasih atas perhatiannya.
Diskusi; Refleksi untuk Indonesia.
Apakah pernyataan Menkes Vietnam tersebut relevan untuk Indonesia?
Silakan berdiskusi
Dear teman-teman
Diskusi di web ini dihubungkan dengan WAG PERSI. Menarik sekali, teman-teman di PERSI sangat antusias menanggapi. Berikut ini tanggapan yang disusun berdasarkan waktu.
Oh ya cara untuk membaca: Posting yang paling baru ada di paling atas. Semakin ke bawah semakin yang lama. Namun jika ada tanda Reply dan tulisan masuk lebih ke kanan, berarti yang menulis komentar berusaha mereply yang diatasnya. Jadi anda bisa memilih dan menanggapi komentar teman anda dan klik Reply.
Diskusi tanggapan di WAG PERSI dimulai oleh Pak Santosa yang menanggapi sebagai berikut:
Santosa
Sistem remunerasi manajer juga belum memuaskan. Maka mereka lebih banyak menjadi surveyor. Dalam era jkn akan lebih terasa krisis manajer.
Selanjutnya, tanggapan oleh berbagai pihak.
Supriyantoro
Betul pak Laksono, pernah kami diskusikan dg pak Adib sbg ketua Permapkin dan pak Kun. Permapkin bersama persi perlu segera membuat pelatihan pelbagai kompetensi manajer dan melakukan sertifikasi sesuai prosedur dg kompetensi yg berjenjang. UU RS sdh mengamanatkan hal tsb. Perlu juga kerja sama dg institusi pendidikan. Kemenkes cq PPSDM hrs menetapkan lebih dulu SKKNI ( Standar Kompetensi Kerja Nasional) utk manajer kesehatan . dan asosiasi bisa membentuk LDP ( Lembaga Diklat profesi ) serta LSP ( LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI ) dan menunjuk TUK ( tempat uji Kompetensi ) nya. LSP harus terlisensi oleh BNSP. dlm menyusun SKKNI KEMENKES perlu kerja sama dg Kemenaker. bila proses SKKNI lama, bisa gunakan dulu SKKK ( STANDAR KOMPETENSI KERJA KHUSUS ) dulu yg disusun oleh asosiasi.
Suwanta
Pak Laksono, saya setuju dg pernyataan Prof. Kami sendiri sedang sulit mencari calon2 manajer RS yg entrepreneurship dan strong menghadapi situasi kesehatan saat ini di RS. Ditambah lagi dg sulitnya mencari dokter ahli yg dibutuhkan saat ini. Kami hrs menunggu dokter kami yg sdg menyelesaikan pendidikan spesialis. Walaupun bidang kesehatan memiliki peluang sangat besar tp kendala2 saat ini hrs diselesaikan segera. Negara dan asosiasi profesi ataupun perhimpunan hrs membuat langkah2 konkrit. Ketersediaan dokter ahli, manajer yg handal, perbekalan kesehatan yg memadai dan costing yg layak. Walaupun bidang kesehatan memiliki peluang sangat besar tp kendala2 saat ini hrs diselesaikan segera. Negara dan asosiasi profesi ataupun perhimpunan hrs membuat langkah2 konkrit. Ketersediaan dokter ahli, manajer yg handal, perbekalan kesehatan yg memadai dan costing yg layak.
Sumaryono
Prof Laksomo ysh…bgmn kalau kita survey ke RS2 di 3 wilayah Indo ttg hal2 yg telah disampaikan tadi agar ada bhn/ data yg kemudian kita TL dg action2 jk pendek dan menengah. Sy merasakan di lingkungan kami telah ada gap antar generasi pd level top management bahkan middle management…. Nwn. SR.
Abeng
Rs daerah atau d daerah banyak dokter yg sdh s2 manajemen tp nda terpakai… Mungkin karena hubungan dgn kepala daerah…. Juga di RSUP masih ada…
Santosa
Mohon info berapa keluaran MMR MARS diseluruh Indonesia/th?
Abeng
Sekarang pendidikan s2 trend di fk n fkm yang membuka prodi MARS, tapi kualitas siapa yang mengaudit? Dasar, uu dikti, pendidikan s2 dosen hrs s3… Fakta? Siapa yg mengaudit?
Eko
Setuju usulan Pak Sumaryono khususnya di RS Nirlaba banyak owner/ yg mewakili juga kurang paham ttg perumahsakitan
Pak Sumaryono
PakPri, saya sudah diberi tugas oleh Ketum untuk koordinasi IMRS PERSI ke BNSP untuk level dan jenis Sertifikasi di bidang kesehatan/RS. Secara khusus tugas itu untuk menjajagi mandat oleh BNSP di beberapa bidang sertifikasi yang bisa diselenggarakan PERSI dan sdh Badan Hukum. Pengalaman saya di Asosiasi Dana Pensiun Indonesia, telah mendapat lisesi 3 sertifikasi, dengan penguji dan ujian di kantor Asosiasi dan Daerah/Cabang2 di seluruh Indonesia. Memang sangat efektif bila ada ada kerjasama PERSI,PERMAKIN,IKESINDO, untuk sertifikasi Manajer2 di RS. Memang perlu modal cukup lumayan kalau SDM cukup. Demikian tambahan info langkah yg telah disiapkan PERSI…
Santosa
Education Master of Health Administration or Master of Business Administration:
– Job Skills Management, communication, problem-solving, and technical skills;
– Median Salary (2015)* $94,500 (for medical and health services managers)
Job Outlook (2014-2024)* 17% increase (for medical and health services managers)
Source: *U.S. Bureau of Labor Statistics
Data di atas tentang *Medical and Health SDaervice Manager* di RS Amerika Serikat. Kebutuhannya meningkat 17%. Kita harus punya data ttg manajer RS dan proyeksi nya
Sumaryono
Inggih Dr Santoso setuju… @ Dr Abeng kan ada BAN PT / LAMPTKES……?
Sumaryono
Inggih wong saya juga ada di UM yg ckp besar, dan sering, ini tantangan kita apakah setelah akreditasi terus ada perubahan dan value2 terus dijalankan… Kalau tdk ya bangsa lain yg akan ambil peluang, mulai dari diri kita, sekitar kita, dan organisasi pendidikan/ profesi, seterusnya mikir bangsa ini yg memang besar dan plural…he he …garemi laut ya..
Supriyantoro
Monggo pak Mar, bersama sama dibuat LSP . pastikan mana yang merupakan peran PERSI dan mana peran PERMAPKIN serta mana yg sama-sama. kalau IKKESINDO lebih pada yg berprofesi sbg konsultannya.. bukan eksekutif nya.
Silahkan komentar…
Oh ya saya lupa. Diskusi ini akan diresume/disimpulkan pada hari Minggu ini. Hasil Kesimpulan diskusi akan menjadi bahan untuk pertemuan tatap muka berbagai stakeholders yang terkait tantangan Pengembangan Manajer RS di Indonesia. Rencananya kegiatan akan dillakukan pada hari Senin tanggal 26 September 2016 secara terbuka di Jakarta. Dari pertemuan mendatang diharapkan akan ada langkah-langkah operasional jangka pendek dan rencana jangka panjang untuk pengembangan manajer RS Indonesia.
Salam
Pernyataan Menkes Vietnam, sangat relevan juga dengan kondisi Indonesia saat ini.
Tenaga Kesehatan dengan kompetensi manajemen perumahsakitan masih sangat terbatas, bahkan yang ada masih banyak yang bekerja dibidang yang lain khususnya di pemerintahan. di RS Pemerintah terutama milik PEMDA sangat sering ditemui RSD yang yang jajaran manajemennya kurang atau belum mendapat pelatihan manajemen perumahsakitan. karena rotasi pegawai di RSD yang trampil beralih ke jajaran pemerintah daerah lainnya.
Untuk RS Swasta yang menengah dan kecil, kesulitan untuk mendapatkan jajaran manajerial dari tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi perumahsakitan.
Terimakasih pak Widayanto.
Benar pak kita sudah kekurangan tenaga manajer RS yang handal. Mengapa?
1. Sebagian manajer RS pemerintah pindah menjadi birokrat atau berada di regulator.
2. Regenerasi dan konsultan manajemen sangat kurang. Mantan Direktur RS pemerintah atau swasta lebih senang menjadi surveyor akreditasi, bukan pelatih para manajer muda atau konsultan manajemen.
3. Tempat-tempat pendidikan manajemen RS seperti MMR FK UGM terkena kuota menerima mahasiswa. Tidak boleh banyak menerina karena kekurangan dosen. Semantara untuk menjadi dosen tidak mudah. Dengan model ini bisa terjadi gap antara ilmu yang diajarkan di kampus dengan kenyataan di lapangan.
4. Saat ini…jarang ada pelatihan manajemen RS untuk para eksekutif.
dan berbagai faktor lainnya.
Saya melihat sendiri di Saigon: RS-RS Filipina, Singapura, India, bahkan Vietnam telah meregenerasi para manajer RS. Mereka yang presentasi dan menjadi pemenang award…masih muda-muda. Didukung oleh seniornya. Juga pelatihan-pelatihan manajemen RS sangat banyak, dan didukung oleh pemerintah.
Pendapat saya pribadi: Saat ini Indonesia sudah mulai masuk ke krisis manajer RS. Kurang jumlah, sistem regenerasi buruk, dan kepakaran kurang, sementara itu masih belum banyak manajer asing. Di China dan Vietnam, serta Singapore..mereka mengimport tenaga manajer RS dari LN.
Bagaimana pendapat teman-teman PERSI, ARSADA, IKKESINDO, pengelola2 S2 Manajemen RS?
Monggo Pak Pri, pak Kuntjoro, Pak Heru, Pak Daniel, Pak Kusmedi , pak Tonang, dan semua teman yang concern dengan masalah ini untuk membahas di diskusi di web ini
Silahkan reply…
Salam
Saya setuju sekali jika akan dibangun sebuah wahana untuk memberikan kesempatan para manajer senior dan ekspert di bidangnya masing-masing untuk mentransfer ilmu dan pengalamannya kepada para calon-calon manajer RS.
Mungkin tidak harus menunggu adanya kelas formal di kampus dengan ending gelar yang disandang para manajer muda ini. Wahana ini juga dapat diperuntukkan bagi para manajer yang sudah dengan gelar manajemen RS untuk menambah referensi dalam melaksanakan kegiatan manajemen di instansinya masing-masing.
Namun tantangan terbesarnya adalah, apakah para manajer senior mau dan mampu mewariskan ilmu dan pengalaman mereka dalam satu wadah atau satu koordinasi dengan tarif honor yang terjangkau…?
RSUD Provinsi NTB
Permintaan bantuan MEnkes tersebut menjadi peluang buat seluruh perguruan tinggi yang memiliki jurusan Magister Manajemen RS untuk menawarkan Mhs nya terutama yang fresh Graduste, kita tunjukkan kemampuan kita dalam memanaj Hospital di Asia terutama di Vietnam.
Maju terus MMR UGM
Bu Supardi dan bu Tjut
Yang menjadi problem adalah: apakah Indonesia tidak sama masalahnya dengan Vietnam. Untuk 2300an RS di Indonesia apakah kita sudah cukup mempunyai Direktur RS, manajer RS yang baik dan terlatih? Bagaimana situasi etmap pendidikan dan pelatihan manajemen RS…apakah sudah terkelola dengan baik?
Pertanyaan-pertanyaan ini yang menjadi hal kunci karena belum dibahas secara terbuka. Bu Menkes Vietnam hebatnya mengajuiu masalah ini.
Untuk UGM, tentunya tidak patriotik kalau kemudian melakukan kegiatan di Vietnam, bukan di Indonesia yang juga mengalami masalah dalam ketersediaan manajer RS yang handal.
Tks
Ralat salah ketik
Bu Menkes Vietnam hebatnya mengakui….
Pernyataan Menkes Vietnam bagi Rumah sakit di Indonesia merupakan peluang bagi pakar Perumahsakitan di Indonesia utk dapat bekerja sama dgn Vietnam terutama dalam mengembangkan rumah sakit. Indonesia banyak mempunyai SDM yang sudah terlatih di bidang manajemen rumah Sakit.Selama ini, ilmu manajemen rumah sakit kurang bisa diterapkan pada rumah sakit Pemerintah. Karena disatu pihak Pemerintah mengharapkan mutu pelayanan yg bermutu. Tetapi aturan2 yg mengikat dan sistim gaji yg belum baik, membuat para manajemen Rumah Sakit kurang berkembang. Tetapi dengan ada kerja sama dgn Vietnam tersebut para pakar perumahsakit terutama Prof. Laksono dan Team bisa membuatkan modul2 utk pelatihan sekaligus sebagai pengajar dalam pelatihan tersebut. Bisa juga dibuat team lain yg terdiri dari pakar2 Perumahsakitan di Indonesia utk memiberi masukan untuk menangkap peluang yg di tawarkan oleh Menkes Vietnam tersebut.
Di Indonesia sebetulnya para Pakar Perumasakitan sdh banyak ditunjukan dgn sdh banyak tempat pendidikan S2 nya tapi pada saat pelaksanaan nya blm memberikan hasil disebabkan (menurut pendapat pribadi dari pengalaman jadi pelaku lebih 20th) adalah sbb
1.Para pelaku yg bekerja di RS, terutama dokter/dokter spesialis belum begitu memahami bahwa disamping menguasai ilmu klinis ada faktor2 lain yg hrs diperhatikan utk keberhasilan pelayanan medis (DPJP), ini mudah2an akan bisa berobah bila proses akreditasi RS yg sedang berjalan akan terus berjalan dan lama kelamaan teman2 dokter akan makin memahami.
2. Faktor keuangan, dpt kita lihat RS Suwasta banyak yg bagus dgn sistim pendanaan yg bagus penanganannya, RSUD mendapat suport dana yg cukup akan terlihat hasilnya baik bila tdk ada juga faktor x
3. Nah faktor x ini yg perlu dicari, ada yg mengira ngira dgn sebutan dukungan politis atau apalah nama bisa menjadi kendala dari keberhasilan.
4. Mungkin ada fator2 lain bisa didiskusikan lebih lanjut
Dear Pak Zirmacatra dan teman-teman..
DI depan peserta pertemuan bu Menkes Vietnam tadi menyatakan dengan jelas bahwa di Vietnam ada kekurangan manajer dan pimpinan RS yang memahami manajemen. Sebagian besar adalah dokter dan professor yang tidak terlatih dalam manajemen. Keadaan ini relevan dengan siutasi di Indonesia karena:
1. Pendidikan manajemen RS (S2) terbatas sekali jumlah dan dosennya. Tidak mudah mengajarkan manajemen RS dengan terbatasnya dosen, dan tingginya persyaratan pendidikan S2 yang dicanangkan oleh DIkti.
2. Pelatihan-pelatihan manajemen RS, termasuk CEO training tidak banyak dikerjakan.
3. Banyak masalah kinerja RS yang berasal dari faktor X yang tidak mudah ditangani secara manajerial.
dan berbagai hal lainnya.
Bagi saya yang menarik adalah pernyataan bu Menkes Vietnam yang jujur di depan audiens asing juga tentang kondisi manajemen RS di negaranya. Dengan terbuka dia juga meminta bantuan kelompok Hospital Management Asia untuk membentu Vietnam.
Oh ya pada saat seminar, peserta Vietnam banyak sekali dan mereka menggunakan penterjemah dari bahsa Inggris ke Vietnam. Jadi kendala bahasa mereka atasi langsung.
Mohon komentar dari teman-teman tentang pernyataan jujur Menkes Vietnam tersebut dan apakah Indonesia mengalami situasi serupa?
Di China, mereka mengambil jalan praktis dengan mengimpor CEO dari luar negeri. Beberapa jaringan RS besar di China memperkerjakan CEO asing.
Mohon komentar
salam hormat temen-temen
sependapat dengan komentar bapak DR. Zirmacatra dan bapak Prof. Laksono, bahwa di Indonesia ketersediaan lembaga pendidikan manajemen perumahsakitan serta kelulusannya insyaallah tidak kalah kualitasnya dengan mereka. namun kami sebagai praktisi manajemen rumah sakit, kalau diijinkan memberikan saran dan masukan untuk kemajuan industri kesehatan serta dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan bangsa di Indonesia, yaitu :
1. Keberadaan pusat pelayanan kesehatan dari jumlah dan pemerataan lokasinya perlu dievaluasi.
2. Lanjutkan sistem pelayanan dengan konsep hosptal based ( bukan doctor based ), sehingga apabila masyarakat mengalami gangguan kesehatan, maka bisa dengan mudah menuju pusat pelayanan kesehatan tersebut (tidak mencari dokter).
3. Manajemen rumah sakit di Indonesia pada saat ini sedang berjuang untuk standarisasi mutu pelayanannya melalui akreditasi versi JCI.
4. sudah tidak bisa dihindari lagi dan sangat berbeda dengan jaman dulukala, bahwa mendirikan sebuah rumah sakit pada saat ini memerlukan modal yang sangat besar yang ditempatkan sebagai investasi. sehingga rumah sakit saat ini memenuhi kaidah ekonomi sebagai investasi yang kemudian akan menuju sebagai industri kesehatan.
5. Tenaga kesehatan perlu peduli dengan ilmu manajemen khususnya manajemen perumahsakitan
6. Bagaimana dengan ketentuan UU bahwa pimpinan rs harus tenaga kesehatan/dokter ? yang menurut kami lambat laun akan mengganggu pola pikir seorang dokter, dari menolong masyarakat (sesuai sumpahnya) akan berubah dokter akan berpikir bisnis.
mohon saran. terima kasih