Reportase
ASM Series Bidang Leadership:
Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional
Mencari Akar Masalah Sistem Rujukan di Era JKN
Telah berlangsung workshop “Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional” di ruang Senat FK UGM, Kamis 24 Maret 2016. Kegiatan diselenggarakan sebagai rangkaian acara ulang tahun FK UGM oleh Pokja Leadership. Pembukaan Annual Scientific Meeting series dibuka oleh ketua board Pusat kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc,PhD. Beliau mengungkapkan bahwa ASM berfungsi untuk melihat adanya tantangan atau permasalahan kemudian mencari strategi untuk mencari solusi melalui penelitian sehingga pertemuan ASM selanjutnya ada perubahan-perubahan. Tahun ini merupakantahun pertama membahas mengenai rujukan.
Proses rujukan sangat terkait dengan pembiayaan. Dalam era JKN, rujukan berbasis kelas akan memungkinkan timbulnya masalah dalam proses pemindahan pasien antar fasilitas kesehatan. Faktanya, distribusi fasilitas kesehatan dan sumber daya belum merata di wilayah Indonesia. Isu kunci di era JKN, sebagian besar pertumbuhan rumah sakit sangat pesat di regional satu, sementara di regional lima sangat rendah seperti daerah NTT. Konsentrasi RS dan spesialis ada di Jawa, dan Jogja termasuk yang berkapita tinggi.
Kegiatan ini menampilkan pakar-pakar yang ahli dari rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, akademisi, Dinas Kesehatan, Kementrian kesehatan, dan BPJS Kesehatan. Pertemuan ini merupakan langkah awal PKMK FK UGM untuk mencari akar masalah rujukan dalam era JKN sehingga dapat dihasilkan solusi terbaik.
[restabs alignment=”osc-tabs-left” responsive=”false” tabcolor=”#efefef” tabheadcolor=”#0143b5″ seltabcolor=”#ffffff” seltabheadcolor=”#000000″ tabhovercolor=”#ffffff”]
[restab title=”Sesi I A” active=”active”]
Studi Kasus RSUP Dr Sardjito: Dinamika Jumlah Pasien dan Tipe Kasus di era JKN
Sistem JKN dan remunerasi menjadi faktor kuat berubahnya RS dalam era JKN, tegas dr. Rukmono Siswishanto, MKes., Sp.OG(K), Direktur Pelayanan Medis RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Pola perubahan berdampak pada peserta. Data dari RS Sardjito bahwa sebesar 46% pasien severity level satu dirawat tahun 2015, pola ini kemungkinan disebabkan oleh masalah koding, rujukan, dan preferensi. Pola rujukan berdampak namun tidak berpengaruh pada severity.
Ada perubahan tindakan maupun penyakit yang terjadi di RSUP Sardjito sebagai dampak era JKN. misalnya, Obsgyn sudah tidak masuk 16 besar di rumah sakit Sardjito. Namun kasus Obsgyn di IGD tinggi. Agar tetap survive dalam era JKN, RS Sardjito mengembangkan arah pelayanan klinis melalui tiga cara yaitu: 1) mengembangkan pelayanan klinis rutin, 2) mengembangkan pelayanan rintisan seperti cangkok hati, cangkok sumsum tulang belakang, cangkok ginjal, CABG, lab dan aplikasi stem cell, dan 3) mengembangkan pusat unggulan seperti Onkologi, Kardiologi, Neurointensive, dan Vaskuler.
Strategi serta Kontribusi Rumah Sakit Swasta dalam Penguatan Sistem Rujukan
Era JKN menyebabkan peningkatan jumlah pasien kelas 3 di rumah sakit swasta. dr. Grace Frelita Indrajaja, M.M (Siloam Group Hospital) mengungkapkan RS Siloam tidak untung namun survive. Menurut pengalaman RS Siloam, saat ini sebanyak 21 RS Siloam telah beroperasi. Jumlah RS Siloam yang banyak menyebabkan ibaratnya ada penurunan harga dalam membeli barang.
Rencananya, RS Siloam juga akan menepatkan diri di pasar fasilitas kesehatan level primer. Hal ini dilakukan untuk memudahkan rujukan, selain itu RS Siloam juga memanfaatkan telemedicine untuk memenuhi kebutuhan customer yang ada di daerah sulit.
Kendala yang dihadapi RS Siloam pada era JKN antara lain:
- Segi SDM
Pola pikir atau mindset dokter bahwa “banyak pekerjaan jasa sedikit”. Ada paksaan dari Siloam harus mau menangani pasien BPJS jika mau bekerja di Siloam.
- Jumlah dokter
Terutama di luar pulau Jawa, mencari dokter umum dan spesialis susah. Untuk layanan BPJS yang baik pelayanan dokter harus fulltime. Ada beasiswa dari Siloam untuk program spesialis, namun dari universitas tidak mau menerima dengan alasan swasta belum jadi prioritas.
- Segi tipe kelas
95% RS Siloam dari 21 RS tipe B dan C. Jika dilakukan rujukan ke RS tipe A selalu ada alasan tidak ada kamar
- RS swasta susah mendapat obat yang ada di formularium nasional.
Tentunya dengan banyaknya masalah yang dihadapi RS Siloam sebagai RS Swasta, diharapkan RS Siloam dapat survive dan berperan aktif untuk memperkuat sistem rujukan pada era JKN.
Peran, Fungsi serta Kontribusi Dokter Layanan Primer dalam Sistem
Banyak yang harus dibenahi dalam sistem di pelayanan primer, salah satunya adalah kompetensi dokter. Kompetensi dokter menyebabkan meningkatnya angka rujukan. Tingginya angka rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut juga tentunya karena sumber daya yang tidak tersedia maupun fraud yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP).
Prof. dr. Hari Kusnanto, MSc. DRPH mengungkapkan “Akar fraud provider karena BPJS yang fraud”. Fraud dapat dilakukan oleh pasien, BPJS Kesehatan, perusahaan obat dan alat kesehatan, dan fasilitas kesehatan. Fraud merupakan kegiatan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara berlaku curang. Fakta yang saat ini terjadi di lapangan ialah adanya persaingan ladang uang antar klinisi inilah yang menyebabkan fraud dan kurangnya kerjasama antara sesama klinisi.
[/restab]
[restab title=”Sesi I B“]
Sebagai rangkaian dari Seminar “Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional” pada 24 Maret 2016 di Ruang Senat FK UGM, diselenggarakan sesi khusus terkait dengan peran perhimpunan spesialis dalam penguatan sistem rujukan di era JKN. Sesi ini dimoderatori oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS. Sesi ini menghadirkan dua pembahas, yaitu dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG. (POGI) dan dr. Santoso Suroso, Sp.A(K). (IDAI). Sesi ini didasari fakta bahwa permasalahan ketersediaan dan distribusi SDM masih menjadi permasalahan dalam mengembangkan sistem rujukan. Selain itu, data menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara RS pemerintah dan spesialis.
Mengawali sesi, Dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG. menyatakan bahwa POGI terus berupaya untuk berperan aktif dalam penguatan sistem rujukan di Indonesia. Saat ini di Indonesia terdapat 3500 dokter spesialis dan 1000 PPDS obsgin, dengan setiap tahunnya meluluskan 200-250 dokter obsgin. Data tersebut menunjukkan bahwa permasalahan pada saat ini bukan pada ketersediaan dokter obsgin, namun lebih ke arah ketidakmerataan distribusi. Ketidak merataan distribusi secara langsung dapat mempengaruhi ketidakmerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Dr. Santoso Suroso, Sp.A(K). dari IDAI. Santoso memaparkan bahwa saat ini terdapat 144 rumah sakit tipe B yang belum memenuhi standar kebutuhan dokter spesialis. Di Indonesia sendiri saat ini terdapat 3700 dokter anak di Indonesia, dimana 1000 diantaranya bekerja di Jabodetabek. Ketidakmerataan ini dapat memberikan dampak negatif bagi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pemerintah Indonesia telah menyadari urgensi terhadap permasalahan distribusi tenaga dokter spesialis di Indonesia, dan ditindaklanjuti dengan perumusan Peraturan Presiden dalam penempatan dokter spesialis baru pada rumah sakit yang kekurangan tenaga dokter spesialis. Peraturan Presiden tersebut mewajibkan dokter spesialis baru untuk bekerja selama satu tahun di rumah sakit yang membutuhkan keberadaan dokter spesialis. Kebijakan ini, menurut kedua pembahas, perlu didukung secara bersama oleh personal dokter, rumah sakit, asosiasi profesi, hingga pemangku kebijakan baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Diskusi ini juga memfasilitasi penyikapan isu terkait banyaknya dokter subspesialis yang cenderung lebih sering mengerjakan kasus-kasus non-subspesialistik di rumah sakit tipe B/C. Narasumber menanggapi bahwa pada saat ini subspesialis masih belum mempunyai pengesahan kompetensi pada masing-masing konsil, sehingga pembagian kompetensi antara dokter spesialis dan subspesialis masih belum terbatasi dengan jelas.
Moderator menutup sesi ini dengan menarik kesimpulan bahwa dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, dokter spesialis di Indonesia sudah memenuhi prinsip ketersediaan, namun masih belum memenuhi terkait distribusi. Lahirnya Peraturan Presiden akan menjadi batu loncatan dalam meratakan distribusi dokter spesialis di Indonesia. Selain itu, terkait dengan pelayanan subspesialistik, moderator mendorong adanya kebijakan khusus terkait kompensasi dokter subspesialistik agar dapat terfokus melayani pasien pada rumah sakit tipe A.
[/restab]
[restab title=”Sesi II“]
“Visi Sistem Rujukan di Indonesia”
Pada sesi ke 2 workshop “Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional” di ruang Senat FK UGM, menghadirkan ketua Board Pusat kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc,PhD sebagai pembicara terkait visi sistem rujukan untuk dapat menjelaskan arah perkembangan sistem rujukan nasional yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Penjelasan dimulai dengan terlebiih dahulu merangsang adrenalin dari pelaku pelayaan kesehatan, mengenai bagaimana respon stakeholder menanggapi sistem rujukan nasional yang ada. Siapa yang akan menjadi pemimpin, apa fungsi Kemenkes dan apa kebijakannya. Dijelaskan oleh Prof Laksono bahwa yang saat ini terlihat adalah visi tentang Rumah Sakit rujukan gereget atau semangatnya sebagai rujukan nasional belum terlihat, sehingga perlu ada semacam dorongan dan semangat menjadi RS rujukan, dan yang terpenting tidak hanya berbicara mengenai kita sebagai pelaku, namun juga bicara tim sehingga secara menyeluruh dapat terbangun pola rujukan nasional yang baik.
Pentingnya leadership dalam rujukan nasional. Hal ini sangat erat kaitannya karena leadership diperoleh dari bakat dan training dan ada pula yang bisa didapatkan karena bakat training dan kesempatan. Kemudian, untuk menjadi rujukan yang baik adalah pelaksananya klinisi dan pendukungnya adalah direksi. Namun perlu diketahui apakah direksi yang ada mampu membawa perubahan karena ada direksi yang paham betul mengenai apa yang akan dilakukan namun adapula yang tidak paham sehingga perlu diberikan training untuk menjadi rujukan nasional. Mengenai visi Kementrian Kesehatan terkait rujukan, perlu ada maping mengenai rujukan nasional karena belum ada kriteria rujukan nasional yang benar sesuai dengan SK rujukan yang suda ada.
Pembicara 2 : Dr.dr Youth Savitri, MARS
Konsep Sistem Rujukan Nasional Di Indonesia Pelaksanaannya, Serta Tantangan yang Dihadapi
Program kementerian kesehatan selalu berkaitan dengan nawacita yang dibuat oleh Presiden RI. Salah satunya adalah sistem rujukan. Pengelolaan dalam sistem rujukan harus dibenahi dalam struktur kerjanya. Selama ini sistem rujukan yang berjalan masih belum optimal. Kendala yang dihadapi yaitu dari segi infrastruktur, elektronik medicine yang didalamnya harus ada elektronik rujukan yang terintegrasi dengan rekam medik, ketepatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan yang sesuai. Selain itu ada juga faktor lain untuk menunjang sistem rujukan yaitu rumah sakit yang menjadi rujukan harus ditata kembali berdasarkan kompetensi rumah sakit tersebut.
Tantangan Kemenkes saat ini yaitu antara ketersediaan dan kesiapan fasyankes dalam pelaksanaan sistem rujukan. Faktanya yang terjadi saat ini sistem rujukan nasional rata-rata di fasyankes tersier adalah kasus yang seharusnya ditangani oleh fasyankes primer. Setelah dtelusur, ternyata ada beberapa rumah sakit yang belum maksimal untuk penggunaan Clinical Pathway–nya. Di rumah sakit jejaring, Intensif Care Unit (ICU) belum maksimal pelayanannya. Beberapa rumah sakit kapasitas ICU-nya masih kurang, selain itu SDM yang melayani pun terkadang tidak memadai. Harus dibenahi stratifikasi rumah sakit rujukan baik regional maupun nasional.
Program telemedicine yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan pada prinsipnya yatitu agar tidak ada lagi kesenjangan antara dokter, pasien dan fasyankes di suatu daerah. Ternyata program yang sudah diterapkan dibeberapa wilayah Indonesia bagian timur juga menjadi tantangan dalam penerapannya. Belum semua rumah sakit bisa menerapkan program Telemedicine, karena terkait dengan tenaga dan fasilitas.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatn di rumah sakit, maka Kementerian kesehatan menghimbau untuk rumah sakit swasta diharapkan memiliki satu keunggulan dalam pelayanannya, misalnya ada pelayanan Hemodialisa di rumah sakit tersebut.
Dalam sesi ini diakhiri dengan sesi diskusi, pertanyaan dari bu Putu yaitu ada puskesmas dan dan RSUD yang sudah menerapkan telemedicine, bagimana sistem klaim ke BPJS. Pertanyaan tersebut dijawab oleh dr. Youth bahwa nantinya pelayanan melalui telemedicine akan diganti biayanya oleh bpjs, sebagai uang transportasi.
“Pembahasan dan Diskusi Pada Sesi 2”
Pada sesi ke 2 workshop “Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional” di ruang Senat FK UGM, bertindak sebagai pembahas 2 dan 3 yakni dr. Upik Handayani, AAK. Selaku Kepala BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta dan dr. R. Koesmedi Priharto, Sp.OT selaku Kadinkes DKI Jakarta. Masing-masing membahas mengenai pengembangan sistem rujukan dalam perspektif regulasi, kebijakan, dan strategi BPJS Kesehatan dan Konsep pengembangan sistem rujukan di DKI Jakarta. Pembahas menyampaikan pandangan masing-masing terkait dengan pemaparan yang disampaikan oleh pembicara pada panel sebelumnya.
Dari perspektif BPJS dr Upik menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan rujukan yang ada saat ini masih banyak yang harus diperbaiki dan perlu kerjasama yang baik dari semua pihak yang terlibat. Strategi dalam pengembangan rujukan nasional yakni sangat penting harmonisasi antar lembaga. Pemantapan layanan, tidak hanya dari resources tetapi juga budaya kerja dan perliaku tenaga kesehata itu sendiri, yang mana selama ini tidak banyak dipikirkan sebelum JKN karena merasa berada di zona nyaman. Dikatakan pula oleh dr Upik bahwa di Era JKN masih ada disparitas pemahaman, tentang hak dan kewajiban. Terkaiit rujukan di DIY sudah memrtimbangkan akses, kedekatan layanan, bahkan sudah memperhatikan daerah perbatasan dan juga kompetensi serta BPJS juga sudah melakukan analisa kebutuhan.
Sebagai pembahas selanjutnya dr Kusmedi selaku kepala Dinas Kesehatan DKI menyampaikan pernah mengalami penurunan pasien pada saat ada RS dinaikkan sehingga DKI mengembangkan layanan yang ada di layanan tersier, bayi tabung, pelayanan hematologi cancer. Disampaikan juga mengenai rujukan tidak hanya rujukan ke atas dan ke bahwa. DKI sudah mengembangan zona rujukan sehingga fasilitas kesehatan yang berada di luar zona rujukan tidak bisa. Hal yang perlu dipikrkan bersama yakni mengajak profesi untuk membangun untuk membuat suatu program promotif dan reventif dan hal ini sangatlah dibutuh strategi leadership untuk mengembangkan sistem rujukan nasional.
Pada sesi diskusi disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc,PhD bahwa sangat menarik pernyataan yang ada bahwa ketika Rumah Sakit dinaikkan kelasnya maka yang ada adalah pasien menurun, hal ini perlu menjadi perhatian. Ditegaskan juga bahwa rujukan nasional itu sangat kaku, sebaiknya rujukan bukan berdasarkan kelas Rumah Sakit tapi berdasarkan apakah layanan kesehatan tersebut PONEK dan poned. Dr. Youth dari Kemkes juga menegaskan bahwa sebaiknya rujukan harus dibuatkan dasar hukum yang kuat baik peraturan Gubernusr (Pergub), Peraturan Wali Kota (Perwali) dan lainnya agar ada harmonisasi, dikatakan juga bahwa sangat penting memiliki pemahaman yang sama tentang leadership rujukan nasional. Yang penting juga disampaiakn oleh dr Ari dari POGI bahwa dalam membangun system rujukan nasional dibutuhkan political will untuk mengubah perilaku, harus punya networking dan niat yang baik.
Pengembangan dan tantangan sistem rujukan dalam perspektif rumah sakit pendidikan
Permasalahan pemerataan tenaga kesehatn di Indonesia telah menjadi polemik di dunia kesehatan. Sebagian besar tenaga kesehatn berada di kota besar, sehingga didaerah terpencil jumlah tenaga kesehatan yang ada jumlahnya tidak memadai. Salah satu solusinya adalah dengan mendirikan program dokter spesialis di Fakultas Kedokteran swasta. Hal ini menurut dr.Rukmono solusi yang kurang tepat, karena untuk memecahkan masalah terkait sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kesehatan, harus berfokus pada distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan. Di Indonesia sudah banyak Fakultas kedokteran didirikan, juka kualitas pendidikan dan lulusan tidak dipoerbaiki, maka akan menjadi masalah baru.
Strategi untuk memecahkan masalah terkait distribusi tenaga kesehatan yaitu dengan penerimaan tenaga kesehatn baru yang disesuaikan dengan penempatannya. Di Fakultas Kedokteran UGM sudah ada program penerimaan dokter spesialis yang berasal dari daerah, sehingga nanti setelah lulus harus kembali ke daerah tersebut.
Pembahasan selanjutnya terkait dengan program telemedicine yang harus dipetakan terlebih dahulu dalam penerapannya, mana daerah yang cocok untuk penerapan program tersebut dan daerah yang tidak cocok dengan program telemedicine. Pemetaan ini harus dilakukan agar program telemedicine dapat diterapkan dengan baik dan sesuai.
[/restab]
[restab title=”Kesimpulan dan Penutup“]
Penutupan workshop “Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional” di ruang Senat FK UGM, disampaikan oleh ketua board Pusat kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc,PhD dengan memberikan kesimpulan workshop, rekomendasi dan aksi tindak lanjut untuk pengembangan sistem rujukan di Indonesia. Dalam penutupannya beliau menyebutkan bahwa penutupan yang disampaiakan merupakan awal diskusi baru mengenai sistem rujukan yang ada di Indonesia. Semua komponen dapat berkontribusi dan berdiskusi terkait pengembangan sistem rujukan yang lebih baik kedepan.
Disampaikan juga oleh Prof Laksono bahwa ketika terjadi permasalahan yang ada dalam sistem rujukan yang benar-benar krusial maka akan diketahui persis mana yang merupakan pemimpin atau tidak karena akan sangat erat kaitannya dengan keputusan-keputusan yang ada. Pemimpin yang baik akan mempunyai atribut yang baik. Kedepan kita akan melihat leadership yang mana dari organisasi profesi yang benar-benar berkonsetrasi bekerja memperbaiki system rujukan nasional di Indonesia. Diketahui bahwa sector kesehatan itu sebaiknya desentralisasi dan antara satu dan lainnya tidak sama. Namun undang-undang kesehatan yang ada saat ini sangat sentralisasi. Sehingga beberapa persoalan terkait rujukan seperti yang ada pada peraturan BPJS juga sangat banyak dirancang dengan sistem yang sentralize sedangkan yang ideal sebaiknya desentralisasi.
Sebelum ditutup, Prof Laksono mengharapkan agar membuat suatu kelompok kerja yakni “POKJA RUJUKAN”, dan tidak lupa beliau mengingatkan agar meneruskan diskusi, susun pertemuan tahunan bahkan riset.
[/restab]
[restab title=”Agenda Kegiatan dan Materi“]
JAM | MATERI | NARSUM/FASILITATOR |
08.00-09.00 | Pendaftaran peserta + Coffee break pagi | Panitia |
09.00-09.10 |
Pembukaan dan Pengantar |
Prof. dr.Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D, |
Sesi IA:Moderator Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS. | ||
09.10-09.40 |
Pembicara: Dinamika jumlah pasien dan tipe kasus (severity dan kompleksitas) RSUP dr. Sardjito Yogyakarta di era JKN: Data, Dampak, dan Strategi Antisipasi |
dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes., Sp.OG(K). (Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Sardjito) |
09.40-10.05 |
Pembahas 1: Strategi rumah sakit swasta dalam sistem rujukan sertakontribusi rumah sakit swasta dalam penguatan sistem rujukan di Indonesia. |
dr. Grace Frelita Indrajaja, M.M. (Siloam Group Hospital) |
10.05-10.25 | Pembahas 2: peran dan fungsi dokter layanan primer dalam sistem rujukan serta kontribusinya dalam sistem rujukan | Prof. dr. Hari Kusnanto, Dr.PH. |
Sesi IB:Moderator Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS. | ||
10.25-12.00 |
Pembahas: Konsep pengembangan profesi spesialis dan sub spesialis di rumah sakit rujukan tertinggi dalam menyikapi tingginya dinamika jumlah pasien dan tipe kasus |
|
12.00-13.00 | Istirahat dan Makan Siang | |
Sesi II: Moderator Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS. | ||
13.00-13.30 |
Pembicara 1: Visi Sistem Rujukan di Indonesia |
Prof. dr.Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D |
13.30-14.00 |
Pembicara 2: Konsep sistem rujukan nasional di Indonesia, pelaksanaannya, serta tantangan yang dihadapi. |
Dr. dr. Youth Savithri, MARS. (Kasie Pengelolaan Pelayanan Rujukan, Ditjen PKM, Kemenkes) |
14.00-14.15 | Pembahas 1: Pengembangan dan tantangan sistem rujukan dalam perspektif rumah sakit pendidikan | dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes., SpOG(K). (Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Sardjito) |
14.15-14.30 | Pembahas 2: Pengembangan sistem rujukan dalam perspektif regulasi, kebijakan, dan stategi BPJS Kesehatan | dr. Upik Handayani, AAK. (Kepala BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta) |
14.30-14.45 |
Pembahas 3: Konsep pengembangan sistem rujukan di DKI Jakarta |
dr. R. Koesmedi Priharto, Sp.OT.(Kadinkes DKI Jakarta) |
14.45-15.30 |
Diskusi |
|
15.30-16.00 | Kesimpulan & Penutup | Prof. dr.Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D |
16.00 | Coffee Break sore | Panitia |
[/restab]
[/restabs]