Dear Pengunjung website, RSJ Minim, Lebih dari 18 Ribu ODGJ Dipasung Meskipun setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa, namun saat ini kondisi pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia masih jauh dari harapan. Berbeda dengan pelayanan kesehatan umum yang memiliki fasilitas pada setiap jenjang rujukan, pelayanan kesehatan jiwa hanya ada di tingkat puskesmas (FKTP) dan di tingkat tersier (RS Rujukan, umumnya milik pemerintah provinsi atau kementerian kesehatan). Ada hambatan besar dalam mengintegrasikan pelayanan kesehatan jiwa di tingkat dasar dengan di tingkat lanjutan (yang dirancang untuk tingkat tersier) sehingga penanganan kasus gangguan jiwa belum dapat dilakukan secara komprehensif. Padahal gangguan jiwa tidak saja berupa gangguan jiwa berat seperti schizophrenia (yang prevalensinya mencapai 1% penduduk) melainkan juga gangguan mental ringan yang sering kali tidak disadari oleh penderitanya. Orang dengan gangguan jiwa berat masih banyak sekali yang mengalami pemasungan dengan berbagai alasan. Biasanya, ODGJ yang dipasung mengalami kondisi yang menyedihkan karena tidak ada yang merawat. Padahal banyak kasus gangguan jiwa berat yang dapat dipulihkan jika dirawat dengan baik dan dilakukan oleh tenaga ahli. Berhasilkah Sister Hospital dalam Upaya Penurunan AKI dan AKB di NTT? Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dari AIPMNH terhadap proyek kemitraan antara Pemprov NTT, Perguruan Tinggi (UGM), 9 RS besar dan 11 RS Kabupaten di NTT sejak tahun 2010/2011 menunjukkan bahwa secara umum ada penurunan angka kematian ibu yang cukup signifikan pada daerah yang masuk dalam program sister hospital dibandingkan dengan daerah yang tidak masuk dalam program ini. Namun ada daerah tertentu justru mengalami peningkatan jumlah kematian ibu. Penelusuran lain menunjukkan bahwa hal ini karena 11 RSUD dalam program SH memiliki tim medis dan fasilitas PONEK yang memadai sehingga banyak menerima rujukan kasus sulit dari daerah sekitar yang tidak masuk dalam program SH. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program ini cukup efektif menurunkan angka kematian Ibu hingga 42%. Sebaliknya, angka kematian bayi hanya menurun 3%. SH hanya berkontribusi terhadap penanganan bayi sampai dengan beberapa hari pertama setelah kelahirannya. Setelah itu, bayi akan dibawa pulang oleh keluarga dan dirawat sesuai kemampuan. Padahal, masa neonatus selama 28 hari adalah masa-masa krusial yang menentukan apakah bayi akan selamat untuk selanjutnya atau tidak. Yang menarik adalah kepemilikan listrik memberikan kontribusi signifikan terhadap angka kematian bayi. |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Tantangan bagi RS Swasta milik Perusahaan |
|
Reportase: Pelantikan Pengurus PERSI Cabang DIY Periode 2015 |
13 Oct2015
Edisi Minggu ini: 13 – 19 Oktober 2015
Subscribe
Login
0 Comments